Ketika Dewa-dewa tidak melakukan tugas mereka, mintalah bantuan kepada setengah dewa

"Benarkah?" Untuk alasan tertentu, Natha memelukku erat saat dia menghadapkan wajahnya ke D'Ara. "Kau benar-benar melakukannya? Ini bukan sesuatu yang...sementara atau hanya..."

Dia bahkan tak mampu menyelesaikan kata-katanya. Jantungnya, yang bisa kurasakan di punggungku, berdetak begitu kencang.

Dia gugup; hampir sama gugupnya seperti di hari pernikahan kami. Dia pasti telah menekan ekspektasinya sejak awal, dan kini dia sangat takut jika harapannya hancur. Aku menggenggam tangannya erat, merasakan dinginnya yang makin menjadi sembari kami menatap D'Ara menunggu jawaban.

"Menurutmu aku akan mempermainkan hal semacam ini?" D'Ara menjawab tajam, lalu duduk di kursi berlengan dan menyilangkan lengannya. "Sekarang panggil seseorang yang bisa membuat kantong...transfusi itu yang kau ceritakan."

Natha dan aku langsung menoleh ke Zia, yang tersentak dan menatap kami dengan bingung. "Zia, panggil pacarmu."

Succubus itu menjawab dengan tergagap. "S-siapa pacar--"