Aerlev

Tercemar ke dalam sebuah novel bukanlah hal yang buruk—kamu tahu ceritanya, kamu punya kuasa pengetahuan masa depan di tanganmu, kamu tahu semua kunci tersembunyi. Kamu mungkin bisa berakhir sebagai makhluk yang paling kuat dan maha tahu di dunia itu.
Itu kalau kamu tidak terbangun saat epilog.
Dan nyatanya aku menemukan diriku dalam tubuh seorang pendeta yang telah jatuh di akhir novel, seorang pahlawan tragis yang sirkuit mana-nya rusak dalam perang terakhir, dikucilkan, tenggelam dalam utang, dan ditakdirkan untuk mati tidak lama setelah itu.
Untungnya, aku tahu obatnya.
Sayangnya, obat itu ada di tangan salah satu Para Penguasa Iblis—kamu tahu, ras yang baru saja berperang dengan kerajaanku itu.
Apakah dia akan memberiku obat itu jika aku meminta dengan sopan? Tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Toh aku akan mati jika tidak mendapatkan obat itu.
“Boleh, tapi kamu harus menjadi pengantin wanita sebagai harganya,” kata Sang Penguasa Iblis.
...hah? Tuan, kamu tahu aku (secara teknis) seorang pendeta, kan?

Pengantin Sang Penguasa Iblis (BL)

Mataku terbuka lebar pada seseorang yang tidak pernah aku duga akan kulihat di Kastil Lord--belum lagi ruang bawah tanah yang menuju sel tahanan.


Tapi sudah lama sekali sejak aku melihatnya dan aku sangat merindukannya, jadi aku sangat senang melihatnya di tempat suram ini.


"Angwi!" Aku melepaskan tangan Natha dan berlari untuk memeluknya. Meskipun ekspresinya suram, dia tetap menerimaku seperti biasa, memelukku dengan semua lengannya.


Setelah kegembiraan awal mereda, aku mundur sedikit untuk melihatnya dan menangani keterkejutanku. "Angwi! Kenapa kamu ada di sini? Seharusnya kamu sudah melihatku saat kamu berada di Kastil!" Aku memegang tangannya dengan bahagia; aku belum pernah melihatnya di Kastil sebelumnya, jadi ini datang sebagai kejutan yang menyenangkan. Mungkin karena itulah aku secara tidak sadar mengabaikan ekspresinya dan hanya melanjutkan untuk mengoceh. "Kenapa kamu tidak datang ke Lord's Quarter? Kenapa kamu ada di sini?"


Kesabaran adalah sebuah kebajikan, bahkan jika bahan bakarnya adalah balas dendam