Cincin Beku

Emily berjalan di tepi danau, pasir halus di bawah telapak kakinya yang telanjang. Sesekali dia membungkuk untuk mengamati sesuatu, sebuah batu licin, kerikil, ranting, sehelai rumput yang menarik. Hal-hal yang biasanya tidak akan dia sempat mempelajari, andai dia masih di kehidupan rutinnya. Namun, setelah segala yang telah dia lalui, hatinya tercabik menjadi dua tepat ketika dia pikir segalanya akhirnya memihaknya. Emily telah mendapatkan porsi istirahatnya yang kecil itu, dan dia menikmatinya tanpa sebersit pun rasa bersalah dalam dirinya.

Hari itu sendiri seolah menyadari bahwa dia membutuhkan istirahat karena matahari tepat di sisi hangat yang pas dan angin adalah kehadiran menyejukkan di kulitnya. Tidak ada yang melawannya. Tidak air, tidak tanah, tidak angin. Unsur-unsur itu sendiri memberinya sebuah kemenangan yang sangat dibutuhkan. Siapa dirinya untuk menolaknya?