P.O.V. LUCY
Aku menuju mobilku dengan senyum lebar di wajahku. Kekuatan senyumku terancam membelah wajahku menjadi dua tapi aku tak bisa peduli. Semakin aku memikirkan apa yang terjadi dengan Kaden dan aku, semakin lebar senyumku. Saat aku menciumnya, aku tak mengira dia akan membalas. Kaden terus-menerus berusaha mendorongku menjauh dan tak peduli betapa kerasnya aku mencoba, usahaku selalu sia-sia, hingga hari ini. Ibunya selalu berkata padaku untuk bersabar karena aku akan berhasil dan aku tidak mempercayainya—sampai hari ini. Aku tak sabar untuk menceritakannya semuanya padanya.
Dia membalas ciumanku dan aku masih bisa merasakan kekerasannya di antara pahaku dan pikiran itu membuatku merona. Aku selalu tahu jika Kaden itu besar tapi aku tak tahu dia sebesar itu. Rasanya seperti mimpi yang jadi kenyataan tapi ada sesuatu yang salah.
Aku tak merasakan apa-apa.