Apa lagi yang seorang pria inginkan?

Ryan telah berusaha keras untuk fokus, tetapi tidak peduli seberapa keras dia mencoba, pikirannya tidak membiarkannya.

Berulang kali, pikirannya kembali ke satu hal —Arwen.

Bagaimana dia mengecewakannya.

Bagaimana dia kehilangan satu-satunya kesempatan yang dia miliki untuk memperbaiki keadaan.

Kalau saja dia tidak egois …

Kalau saja dia membuatnya menjadi prioritas, hanya sekali …

Mungkin saat itu, dia akan memiliki sesuatu —apapun —untuk dipegang. Sesuatu yang akan memungkinkannya mengangkat kepala dan mengatakan bahwa dia mencintai Arwen seperti tidak ada orang lain yang bisa.

Tapi sekarang?

Dia bahkan tidak bisa melihat dirinya di cermin tanpa rasa malu merayap di dadanya.

Kata-kata Brenda bergeming di telinganya —tak henti-henti, tak kenal ampun —mengingatkannya betapa tidak layaknya dia untuk Arwen.

Tidak mampu melarikan diri dari badai yang semakin membesar di dalam dirinya, dia mengusap wajahnya dengan tangan, frustrasi tebal di setiap nafasnya.