Mata Esme terbuka tiba-tiba, dan secara otomatis ia duduk di tempat tidur, napasnya tidak beraturan karena mimpinya muncul kembali.
Keadaan di sekitarnya menjadi kabur saat pikirannya berusaha mengejar ketertinggalan, dan tak ada lagi gemerisik daun, tidak ada suara dahan patah, serta tidak ada pohon rindang yang mengayun di atasnya.
Sebaliknya, dinding-dinding batu kamar yang sudah familiar itu kembali mengelilinginya.
Ia menekan sebuah tangan ke dadanya, merasakan irama jantungnya yang cepat, sebelum tenggelam kembali ke dalam bantal. Rasa lega menyapanya seperti ombak, dan ia menutup mata, meskipun ia tak bisa memahami seutuhnya mengapa ia merasa lega. Dalam mimpi itu, ia benar-benar serigala, tak mungkin ia salah mengartikannya.