Selalu Besok

"""

Putaran kegilaan itu hampir menguras habis hidupku, dan aku sangat lelah sehingga satu-satunya yang bisa kulakukan untuk sementara adalah bersandar pada dirinya di bawah pohon, gemetar dalam pelukannya. Saat aku membuka mata lagi karena hembusan angin membelai hidungku, hari sudah menjelang senja.

Aku menengadah, dan pandangan pertamaku adalah matanya yang indah dan tersenyum di bawah langit senja yang berwarna susu.

"Apakah aku tertidur?" tanyaku, terkejut melihat waktu berlalu begitu cepat.

Dia mencium keningku. "Tidur nyenyak. Bahkan meleleh di atasku beberapa kali."

Aku tersentak, secara naluriah memiringkan kepalaku untuk mengecek di atas bahunya. Baru setelah kulihat kain di bawah wajahku yang renyah dan kering, aku sadar dia sekali lagi hanya bercanda. Aku menatapnya tajam, meskipun kata-kata balasan terhenti di ujung lidahku saat aku melihat bahwa dia tidak mengenakan jubah luarnya.