Balas dendam

Dia memiliki rasa yang tak nyata. Lebih manis dari mata air segar, lebih halus dari anggur paling memabukkan. Saya kira tidak ada yang kurang dari apa yang bisa ditawarkan oleh seorang abadi. Apa yang DIA tawarkan. Perlahan-lahan menggeser bibir saya, saya menjilatinya sampai bersih sampai dia jatuh berlutut, hampir membuat kami berdua terguling bersama dengan peti.

Matanya setengah tertutup dan tidak fokus saat ia bersandar pada saya, dada naik turun sambil gempa residu terus memacu dirinya. Surga, pemandangan ini terlalu sensual untuk saya tahan. Ini mengaduk panas yang menyala di dalam tubuh saya, mengirimnya mengaum begitu tinggi sehingga saya sepenuhnya melupakan niat awal pembalasan dendam saya… Sampai dia mengangkat tangan yang goyah dan mencengkeram pinggang saya. Setengah mencubit, setengah menggelitik membuat saya mengerang di atas bahunya.

"Saya harap Anda siap untuk membalas dendam saat kita sampai di rumah," ujarnya pelan.