"Seraphina."
Raven menyentuh bahunya dengan lembut. Dia tidak bisa pergi begitu saja, berpikir bahwa dia akan merasa sedih dengan kepergiannya.
"Tidakkah kamu ingin mengantarku pergi?"
Dia mengguncangnya sedikit lebih keras, namun Seraphina tetap diam, tidak menunjukkan reaksi seolah-olah dia sedang berada dalam mimpi yang menyenangkan.
"Seraphina?"
Ada yang terasa salah. Raven segera memegang bahunya dengan cepat.
Tubuhnya yang lemas tidak bergerak di bawah cengkeraman tangannya yang kuat. Bahkan kemarin, dia merasa ketakutan saat melihat mulutnya yang tertutup rapat.
Warna kulitnya yang sudah pucat sepertinya semakin memucat setiap harinya. Raven mengguncangnya bahkan lebih keras.
"Seraphina, buka matamu."
"Ah…"
Kelopak matanya yang tertutup rapat bergetar, memperlihatkan mata ungu yang berkabut. Dia dengan lembut memeluk Seraphina, yang sepertinya menggeliatkan matanya dengan malas.
"Apakah kamu punya energi? Apakah kamu merasa sakit?"
"Aku…"