Gu Zhen Ren

Di jantung gunung berapi, istana peri mekanik yang ditinggalkan oleh para leluhur merindukan pewaris.
Ibu mengorbankan hidupnya untuk mendapatkan meterai harta istana peri, mempercayakannya kepada Ning Zhuo di ranjang kematiannya.
Meterai Iblis Hati Buddha!
Untuk membawakan pencerahan kepada diri sendiri, dan kedemonan kepada orang lain.
Pembawa meterai tersebut, dengan ringan mengukir Meterai Iblis Hati, bisa mengendalikan mekanisme bagaikan bulu. Sementara yang lain menggunakannya, terkuras dalam semangat dan berat dalam pikiran; Ning Zhuo bisa memerintahkannya dengan mudah, ringan dan anggun seolah menari.
Ning Zhuo berkata, "Ibu, anakmu pasti akan memenuhi kepercayaanmu dan mengklaim istana peri itu!"
Sesungguhnya:
Pertemuan dengan rahasia yang penuh semangat, di mana keterampilan berbaur dengan logika tertinggi.
Alam semesta terbuka ke alam baru, di mana keindahan alami menyaingi surga.
Lonceng kuno menyampaikan hukum, menari di bawah cahaya murni bulan.
Dengan bentuk sejati yang mewujudkan berbagai hal, siapa di dunia ini yang bisa bersaing!

Misteri Penguasa Boneka Abadi

Sepasang lengan mekanis, mirip dengan kristal es, tampak jernih, lekukannya anggun dan cantik. Jari-jarinya ramping dan lembut, bulat dan mengkilap layaknya mutiara. Talisman di telapak tangan dan punggung tangan, bagaikan bunga es, memancarkan aura kemurnian dan kesucian yang dingin.


Memang itu adalah komponen mekanis—Tangan Giok Putih Es Terapung.


Qi dingin menyelimuti Tabib Buddhis, Meng Yaoyin, dengan cepat membungkusnya dalam es.


Untuk meningkatkan kekuatannya, Ning Zhuo mengaktifkan formasi sementara. Inti dari formasi itu tidak lain adalah Pot Giok Jantung Es! Ini adalah sesuatu yang khusus dia pinjam dari Ning Jiufan.


Kombinasi Tangan Giok Es dan Pot Giok Jantung Es menyebabkan Tabib Buddhis, Meng Yaoyin, membeku di dalam balok es besar, dan segera menyembuhkan lubang-lubang dan kerusakan lain di tubuhnya.


Beberapa saat kemudian, balok es itu pecah dan meleleh, dan Tabib Buddhis, Meng Yaoyin, berdiri, tidak bergerak.


Bab 2: Jalan Kebenaran Itu Begitu Saja