Tahun = 2025
Tahun dalam kalender Hijriah = 1446
Hari = Sabtu
Tanggal = 01
Bulan = Maret
Pukul tiga pagi, di saat langit masih gelap dan suara kendaraan belum ramai, **Liora** terbangun oleh sentuhan lembut di pundaknya. **Nadira**, ibunya, membangunkannya dengan senyum hangat.
"Sayang, bangun dulu. Waktunya sahur," bisik Nadira sambil menyalakan lampu kamar yang temaram.
Liora mengerjap-ngerjapkan matanya, masih setengah sadar. "Eh, sahur? Kok tiba-tiba, Bu?" tanyanya bingung.
Nadira tertawa kecil, "Kamu sih nggak nonton televisi tentang sidang isbat kemarin. Sekarang lupa deh. Makanya, jangan kerjaannya sibuk melulu kayak Ayah."
Liora menggaruk kepala sambil tersenyum malu. "Hehe, iya deh. Maaf, Bu. Aku benar-benar lupa kalau mulai puasa hari ini."
"Yuk, cepetan bangun. Nanti keburu imsak lho," ajak Nadira sambil keluar kamar.
Dengan mata masih sedikit berat, Liora turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba mengusir kantuk yang masih menggantung. Selesai itu, dia mengenakan hoodie oversized dan celana panjang santai, lalu menuju ruang makan.
Di meja makan, aroma harum masakan menyambutnya. Ada nasi hangat, ayam goreng, sayur bening, dan tak lupa segelas air putih serta kurma.
"Wah, Ibu rajin banget. Masaknya enak-enak lagi," puji Liora sambil mengambil tempat duduk.
Nadira tersenyum. "Ya iyalah, biar kamu semangat puasanya. Ayo, makan yang banyak."
Mereka berdua menikmati sahur sambil berbincang ringan. Nadira bercerita tentang tetangga yang baru pindah dan rencana kegiatan di lingkungan selama Ramadan.
"Kamu nggak kangen ikut tarawih di masjid?" tanya Nadira.
Liora mengangguk sambil mengunyah. "Kangen sih, Bu. Mungkin nanti malam bisa ikut kalau nggak terlalu capek."
Setelah makan, Liora membantu membereskan meja. "Bu, Ayah nggak sahur di rumah?" tanyanya sambil memasukkan piring kotor ke wastafel.
"Ah, Ayahmu tadi malam lembur di lab. Katanya ada penelitian penting yang nggak bisa ditinggal," jawab Nadira agak menghela napas.
"Ya ampun, Ayah tuh. Kerja terus," keluh Liora.
"Makanya, kamu jangan kayak Ayah. Kesehatan juga penting," ujar Nadira sambil menepuk bahu putrinya.
Setelah itu, mereka bersiap untuk salat Subuh. Liora mengambil wudhu dan mengenakan mukena. Selesai salat, rasa kantuk masih menyerang. Dia memutuskan untuk tidur sejenak sebelum menjalani aktivitas hari itu.
---
Pukul delapan pagi, alarm ponselnya kembali berbunyi. Kali ini, Liora bangun dengan lebih segar. Matahari sudah mulai tinggi, cahayanya masuk melalui jendela, membuat kamar terasa hangat.
"Ayo semangat, hari pertama puasa!" katanya pada diri sendiri sambil beranjak dari tempat tidur.
Setelah merapikan kamar, Liora mandi dan bersiap-siap. Dia memilih kaus lengan panjang berwarna pastel dan celana jeans comfy. Rambutnya diikat kuda, memberi kesan sporty.
Di meja kerja, laptopnya sudah menunggu. Hari ini, dia berencana membuat konten ringan untuk para subscriber-nya. Meskipun tidak live streaming, dia ingin tetap berinteraksi dengan fans.
"Hei guys, apa kabar? Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan ya!" tulisnya di media sosial disertai foto selfie ceria.
Tak lama, komentar dan like membanjiri postingannya. Banyak yang membalas dengan semangat dan ucapan selamat berpuasa.
Liora tersenyum membaca respon mereka. "Wah, jadi semangat nih," gumamnya.
Menjelang siang, rasa lapar mulai terasa. Perutnya berkeroncong pelan. "Aduh, udah mulai nih tantangannya," pikirnya sambil memegang perut.
Untuk mengalihkan perhatian, Liora memutuskan untuk menyibukkan diri. Dia membuka laptop dan mulai mengedit video acara kolaborasi VR kemarin. Sambil bekerja, dia mendengarkan musik instrumental yang menenangkan.
Waktu terasa berjalan lambat. Sesekali, dia melirik jam di pojok layar. "Baru jam sebelas? Kok rasanya lama banget," keluhnya.
---
Menjelang siang, Nadira mengetuk pintu kamar.
"Liora, Ibu mau ke pasar sebentar. Ada yang mau dititip nggak?" tanya Nadira dari balik pintu.
Liora membuka pintu. "Hmm, beli buah semangka dong, Bu. Biar nanti buka puasanya segar."
"Oke, semangka ya. Kamu di rumah aja? Nggak mau ikut?"
"Nggak deh, Bu. Takut nanti malah tergoda pengen jajan," jawab Liora sambil tertawa.
Nadira tersenyum. "Yaudah, Ibu pergi dulu ya. Jangan lupa istirahat."
"Oke, hati-hati ya, Bu."
Setelah ibunya pergi, Liora kembali ke meja kerjanya. Tapi konsentrasi mulai menurun. Mata mulai perih menatap layar terus-menerus.
"Aku butuh refreshing," pikirnya.
Dia kemudian menuju ruang tamu dan menyalakan televisi. Beberapa channel menayangkan acara khusus Ramadan. Ada ceramah, sinetron religi, hingga program musik islami.
Liora memilih menonton acara ceramah ringan yang dibawakan dengan cara yang asyik. "Lumayan nih, nambah ilmu," ujarnya sambil duduk santai.
---
Waktu terus berjalan. Pukul dua siang, rasa lemas mulai menyerang. Liora merebahkan diri di sofa, mencoba tidur siang sebentar.
"Katanya tidur siang pas puasa dapat pahala juga," gumamnya sambil menutup mata.
Namun, suara ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari **Mika**.
"Hei Lio! Gimana puasanya? Kuat kan?" tulis Mika.
Liora membalas, "Alhamdulillah, masih kuat dong. Kamu gimana?"
"Aku juga kuat ! Oh ya, nanti malam mau join online meeting nggak ? Kita bahas project selanjutnya."
"Boleh tuh. Jam berapa?"
"Jam delapan malam ya. Pas abis tarawih mungkin."
"Oke, see you!"
Setelah chatting dengan Mika, Liora merasa semangat lagi. Dia memutuskan untuk menyiapkan materi untuk meeting nanti malam.
---
Pukul empat sore, Nadira pulang dari pasar dengan membawa banyak barang.
"Wah, banyak belanjaannya, Bu," sambut Liora sambil membantu membawakan tas.
"Iya nih, sekalian belanja bahan buat seminggu. Tadi pasar ramai banget," cerita Nadira.
Di dapur, Nadira mulai menyiapkan menu untuk berbuka puasa. Liora menawarkan bantuan.
"Bu, aku bantu potong-potong buah ya."
"Boleh banget. Ini semangkanya, tolong dipotong dadu kecil-kecil."
Mereka berdua sibuk di dapur, memasak sambil berbincang.
"Bu, nanti buka puasanya pakai kolak pisang kan?" tanya Liora dengan nada berharap.
"Tentu saja! Kamu kan suka banget kolak buatan Ibu," jawab Nadira sambil tersenyum.
"Aku bantu apa lagi nih?"
"Kamu bisa goreng bakwan? Ibu lagi mau nyiapin sayur sop."
"Bisa dong! Serahin aja sama ahlinya," kata Liora dengan percaya diri.
Suasana dapur jadi ramai dan hangat. Aroma masakan memenuhi rumah, membuat perut Liora semakin keroncongan.
"Sabar ya perut, sebentar lagi kok," katanya sambil menepuk-nepuk perut.
---
Pukul lima sore, semua hidangan sudah siap di meja makan. Ada nasi hangat, sayur sop, ayam goreng, bakwan, kolak pisang, es semangka, dan kurma. Liora menatap meja dengan mata berbinar.
"Wah, ini sih pesta namanya, Bu!" ujarnya dengan gembira.
"Ya mumpung hari pertama puasa, kita rayakan dengan menu spesial," kata Nadira.
Sambil menunggu waktu berbuka, Liora dan Nadira duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Ada acara talkshow yang membahas tips sehat selama berpuasa.
"Nah, ini penting buat kamu dengar," kata Nadira sambil menunjuk layar.
Liora menyimak dengan serius. "Iya, Bu. Ternyata penting juga ya perhatikan asupan nutrisi pas sahur dan berbuka."
Menjelang pukul 17.45, mereka kembali ke meja makan. Suara adzan Maghrib terdengar dari televisi dan masjid terdekat.
"Alhamdulillah, akhirnya waktunya," kata Liora dengan senyum lega.
Mereka memulai dengan doa berbuka puasa, lalu menikmati kurma dan segelas air putih.
"Hmm, nikmatnya luar biasa," ujar Liora sambil menyesap es semangka.
"Iya, rasa haus dan laparnya hilang seketika," tambah Nadira.
Mereka menikmati hidangan dengan penuh syukur. Percakapan ringan menemani santap buka puasa mereka.
"Bu, terima kasih ya masakannya enak banget," puji Liora.
"Nggak ada apa-apanya dibandingkan semangatmu menjalani puasa hari ini," balas Nadira sambil tersenyum bangga.
Setelah makan, mereka bersiap untuk salat Maghrib. Liora merasa puas dan bahagia telah berhasil melewati hari pertama puasa dengan baik.
---
Malam harinya, sesuai janji, Liora mengikuti online meeting dengan Mika dan tim lainnya. Mereka berdiskusi tentang proyek selanjutnya dengan semangat.
"Puasa nggak menghalangi kita buat tetap produktif ya," kata Mika di akhir meeting.
"Betul banget! Justru jadi motivasi tambahan," jawab Liora.
Selesai meeting, Liora merasa lelah tapi puas. Sebelum tidur, dia menuliskan pengalamannya di jurnal pribadi.
"Hari pertama puasa yang penuh berkah. Banyak hal yang bisa disyukuri. Semoga bisa terus semangat di hari-hari berikutnya."
Setelah itu, dia membersihkan diri dan mengganti pakaian tidur yang nyaman. Merebahkan diri di tempat tidur, Liora menatap langit-langit kamar sambil tersenyum.
"Terima kasih, Ya-ALLAH, untuk hari yang indah ini," bisiknya sebelum akhirnya terlelap dalam tidur yang nyenyak.
Pagi itu, jam menunjukkan pukul tiga dini hari. **Liora** terbangun oleh sentuhan lembut di bahunya. Suara ibunya, **Nadira**, terdengar pelan namun penuh kasih.
"Sayang, bangun yuk. Waktunya sahur," bisik Nadira sambil menyalakan lampu kamar yang redup agar tidak silau.
Liora membuka matanya perlahan, masih setengah sadar. "Eh, sudah jam tiga lagi ya, Bu?" tanyanya sambil menguap kecil.
"Iya, hari kedua nih. Ayo semangat, nanti keburu imsak," jawab Nadira dengan senyum hangat.
Dengan mata yang masih berat, Liora bangkit dari tempat tidurnya. "Oke deh, Bu. Aku siap-siap dulu."
Dia berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya dengan air dingin agar kantuknya hilang. Setelah itu, dia mengenakan hoodie kesayangannya dan celana panjang yang nyaman. Rambut panjangnya diikat sederhana.
Di meja makan, aroma harum nasi goreng buatan ibunya menyambutnya. Ada juga lauk sederhana seperti telur dadar dan irisan mentimun segar.
"Wow, nasi goreng kampung favoritku!" seru Liora dengan mata berbinar.
Nadira tertawa kecil. "Tahu aja kamu. Biar semangat puasanya."
Sebelum mulai makan, mereka membaca doa sahur bersama:
*"Nawaitu shauma ghadin an adâ'i fardhi syahri ramadhâna hâdzihis-sanati lillâhi ta'âlâ."*
Setelah itu, mereka mulai menyantap sahur dengan nikmat. Sambil makan, mereka berbincang ringan.
"Bu, Ayah pulang nggak tadi malam?" tanya Liora sambil mengunyah.
"Belum, Ayahmu masih sibuk di lab. Katanya ada penelitian yang harus diselesaikan," jawab Nadira dengan sedikit peluh di wajahnya.
Liora menghela napas. "Ayah tuh ya, lupa waktu. Nanti lupa sahur lagi."
"Makanya, habis ini Ibu mau telepon dia. Biar nggak lupa makan," kata Nadira sambil menuangkan air putih ke gelas Liora.
Setelah selesai makan, mereka minum segelas air putih lagi. Liora merasa perutnya sudah cukup terisi untuk menjalani puasa hari ini.
"Jangan lupa niat puasanya ya, Sayang," ingat Nadira.
Mereka menutup sahur dengan membaca niat puasa:
*"Nawaitu shauma ghadin fardhan lillâhi ta'âlâ."*
Waktu imsak sudah dekat. Liora dan Nadira bersegera mengambil air wudhu untuk menjalankan salat Subuh berjamaah. Setelah salat, Liora merasa kantuk kembali menyerang.
"Bu, aku tidur lagi sebentar ya. Masih ngantuk banget," ujarnya sambil tersenyum tipis.
"Iya, istirahat dulu. Nanti bangun jam tujuh, jangan kebablasan," kata Nadira sambil mengusap kepala putrinya.
---
Pukul tujuh pagi, alarm ponselnya berbunyi dengan nada lagu ceria. Liora terbangun dengan lebih segar. "Oke, hari kedua puasa, harus lebih semangat!" katanya pada diri sendiri.
Dia mandi dengan air hangat, lalu memilih pakaian yang nyaman namun tetap stylish. Kaus lengan panjang berwarna pastel dan celana jeans favoritnya. Rambutnya diikat kuda dengan scrunchie lucu.
Turun ke ruang tamu, Liora melihat ibunya sedang menyiram tanaman di teras.
"Pagi, Bu! Ada yang bisa dibantu?" sapanya sambil menghampiri.
"Pagi, Sayang! Kalau mau, tolong bantu Ibu menjemur pakaian di belakang," jawab Nadira dengan senyum.
"Siap!"
Setelah membantu ibunya, Liora masuk ke dapur. Dia merasa haus, refleks ingin mengambil segelas air putih, tapi kemudian teringat sedang puasa.
"Aduh, hampir aja," pikirnya sambil tersenyum kecut.
Untuk mengalihkan pikiran, Liora memutuskan untuk membuat konten ringan. Dia membuka laptop dan mulai menulis ide-ide untuk video berikutnya.
Namun, sekitar pukul sepuluh pagi, perutnya mulai berbunyi. Rasa lapar mulai terasa.
"Baru juga jam sepuluh, kok udah lapar?" keluhnya.
Dia melihat ke luar jendela, cuaca cerah dengan angin sepoi-sepoi. "Mungkin keluar sebentar bisa ngurangi rasa laparku," pikirnya.
Liora memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks perumahan. Sambil mendengarkan musik lewat earphone, dia menikmati suasana pagi yang tenang.
Namun, langkahnya terhenti di depan rumah **Ibu Santi**, tetangga yang selalu ramah. Dari dalam rumah, tercium aroma kue yang baru matang. Ternyata, Ibu Santi sedang memanggang kue untuk pesanan.
"Hmm, wangi banget! Aduh, godaannya," Liora menelan ludah.
Ibu Santi keluar rumah dan melihat Liora. "Eh, Liora! Lagi jalan-jalan ya?" sapanya.
"Iya, Bu. Sambil nyari angin segar," jawab Liora dengan senyum.
"Masuk dulu yuk, Bu Santi lagi bikin kue nih. Tapi maaf ya, belum bisa dicicipin sekarang," katanya sambil tertawa.
Liora tertawa juga. "Iya, Bu. Saya mampir sebentar aja."
Mereka berbincang di teras, membahas kegiatan selama Ramadan.
"Semangat ya puasanya. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan bilang sama Bu Santi," ujarnya.
"Makasih banyak, Bu!"
Setelah pamit, Liora melanjutkan jalan-jalannya. Meski godaan aroma kue tadi cukup berat, tapi dia merasa senang bisa ngobrol dengan tetangga.
---
Kembali ke rumah, waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Rasa lapar dan haus mulai terasa lebih kuat.
"Kenapa rasanya hari ini berat banget ya?" keluhnya sambil merebahkan diri di sofa.
Dia menyalakan televisi, mencari tontonan yang bisa mengalihkan pikirannya. Ternyata, banyak acara masak-masak yang ditayangkan. "Duh, kok semua tentang makanan sih," ujar Liora sambil mengganti channel.
Akhirnya, dia menemukan film komedi yang cukup menghibur. Sambil menonton, tak terasa matanya mulai mengantuk. Liora pun tertidur tanpa disadari.
---
Pukul tiga sore, Liora terbangun oleh suara ponselnya yang berdering. Ternyata pesan dari **Mika**.
"Hei Lio! Gimana puasanya hari ini? Kuat kan?" tulis Mika.
Liora membalas, "Lumayan tergoda sih, tapi masih bertahan kok. Kamu gimana?"
"Sejauh ini aman. Eh, nanti mau video call nggak? Kita bisa ngobrol biar nggak bosan."
"Boleh juga tuh! Jam berapa?"
"Jam empat aja ya."
"Oke, see you!"
Liora merasa semangat lagi. Dia bangun dan meregangkan tubuh.
"Aku harus tetap produktif," katanya pada diri sendiri.
Dia memutuskan untuk merapikan kamarnya. Menyapu, mengepel, dan mengatur ulang posisi beberapa barang. Aktivitas ini cukup efektif mengalihkan pikirannya dari rasa lapar.
---
Pukul empat sore, Liora menerima video call dari Mika.
"Hei, Lio! Waduh, kamarmu rapi banget sekarang," sapa Mika.
"Hehe, iya dong. Tadi iseng beres-beres biar nggak kepikiran makanan," jawab Liora sambil tertawa.
Mereka ngobrol tentang berbagai hal, mulai dari rencana konten selanjutnya hingga hal-hal lucu yang terjadi.
"Ternyata ngobrol gini asyik juga ya. Waktu jadi cepet berlalu," kata Mika.
"Benar banget! Eh, nggak kerasa udah jam setengah lima aja," respon Liora.
Setelah sekitar satu jam berbincang, mereka mengakhiri panggilan dengan semangat.
"Semangat ya sampai waktunya buka puasa!" ujar Mika.
"Kamu juga ya! Makasih ngobrolnya."
---
Menjelang waktu berbuka, Nadira sudah mulai sibuk di dapur. Liora menawarkan bantuan.
"Bu, ada yang bisa dibantu?"
"Boleh, tolong iris-iris buah untuk es buah ya."
"Oke!"
Mereka berdua bekerja sambil bercanda. Liora merasa senang bisa membantu ibunya.
"Aroma masakan Ibu selalu menggoda," kata Liora sambil menahan lapar.
"Sabar ya, sebentar lagi juga buka," jawab Nadira dengan senyum.
---
Pukul 17.45, adzan Maghrib berkumandang. Liora dan Nadira duduk di meja makan yang sudah penuh dengan hidangan lezat: es buah, gorengan, sup sayur, dan kurma.
Mereka membaca doa berbuka puasa bersama:
*"Allahumma laka shumtu, wa bika amantu, wa 'ala rizqika afthartu, birahmatika ya arhamarrahimin."*
Setelah itu, mereka meminum air putih dan makan kurma.
"Alhamdulillah, akhirnya," ujar Liora dengan ekspresi lega.
"Bagaimana puasanya hari ini? Lebih berat atau lebih ringan dari kemarin?" tanya Nadira.
"Agak berat sih, Bu. Tapi senang bisa melewatinya," jawab Liora sambil tersenyum.
Mereka menikmati hidangan berbuka dengan penuh syukur. Rasa lelah dan lapar seharian terbayar dengan kebersamaan ini.
---
Malam harinya, Liora merasa puas telah melewati hari kedua puasa meski dengan godaan dan tantangan. Dia belajar bahwa bersabar dan mengisi waktu dengan kegiatan positif bisa membantu.
Sebelum tidur, dia menuliskan pengalamannya di jurnal.
"Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan yah teman-teman muslimin, Semangat Puasanya, Jangan sampai makan di siang hari lho !💞 ."
Dengan perasaan tenang, Liora merebahkan diri di tempat tidur.
lalu memejamkan mata.
"Selamat malam, dunia," bisiknya pelan.
Pukul tiga pagi, **Liora** terbangun oleh sentuhan lembut di bahunya. Di tengah keheningan malam, suara ibunya, **Nadira**, terdengar pelan namun penuh kasih sayang.
"Sayang, bangun yuk. Waktunya sahur," bisik Nadira sambil menyalakan lampu kamar yang redup agar tidak menyilaukan mata.
Liora membuka mata perlahan, masih setengah mengantuk. "Hmm... iya, Bu," gumamnya sambil menguap kecil.
Nadira tersenyum. "Ayo, nanti keburu imsak. Ibu sudah siapin makanan favoritmu."
Dengan berat hati, Liora bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya dengan air dingin untuk mengusir kantuk yang masih menggantung. Setelah itu, ia mengenakan hoodie oversized dan celana training yang nyaman.
Di meja makan, aroma harum nasi goreng spesial buatan ibunya memenuhi ruangan. Ada juga tempe goreng, telur dadar, dan sayur bening.
"Wah, Ibu masak banyak banget," ujar Liora sambil duduk.
"Iya dong, biar kamu semangat puasanya," jawab Nadira sambil menuangkan air putih ke gelas Liora.
Sebelum mulai makan, mereka menundukkan kepala, membaca doa niat puasa bersama:
**"Nawaitu shauma ghodin an adâ'i fardhi syahri ramadhâna hâdzihis-sanati lillâhi ta'âlâ."**
(*"Aku berniat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta'ala."*)
Setelah berdoa, mereka mulai menyantap hidangan sahur dengan perlahan.
"Bu, Ayah nggak pulang lagi?" tanya Liora sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Belum, Sayang. Katanya masih ada penelitian penting yang harus diselesaikan," jawab Nadira dengan nada sedikit khawatir.
"Liora khawatir deh, Ayah tuh kayaknya lupa waktu. Nanti kesehatannya terganggu," ujar Liora sambil menghela napas.
"Iya, Ibu juga sudah ingatkan. Nanti setelah sahur, Ibu coba hubungi lagi."
Setelah selesai makan, mereka minum air putih dan menyantap kurma. Liora merasa perutnya sudah terisi cukup.
"Sekarang kita baca doa setelah makan, yuk," ajak Nadira.
Mereka menengadahkan tangan dan membaca doa bersama:
**"Allahumma barik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa 'adzaaban-naar."**
(*"Ya Allah, berkahilah kami pada apa yang telah Engkau rezekikan kepada kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka."*)
Waktu imsak hampir tiba. Liora dan Nadira mengambil air wudhu untuk persiapan salat Subuh. Setelah itu, mereka melaksanakan salat berjamaah di ruang keluarga yang hangat.
Selesai salat, Liora merasa kantuk kembali menyerang. "Bu, Liora tidur lagi ya sebentar. Masih ngantuk banget."
"Iya, istirahat dulu. Nanti jangan lupa bangun jam tujuh ya. Ada rencana apa hari ini?" tanya Nadira.
"Kemungkinan Liora mau bikin konten video ringan aja, Bu. Nggak terlalu berat biar nggak capek."
"Baiklah. Istirahat yang cukup ya, Sayang."
Liora kembali ke kamar dan merebahkan diri di tempat tidur. Dalam hitungan menit, ia sudah tertidur pulas.
---
Pukul tujuh pagi, Liora terbangun oleh suara alarm dari ponselnya. Ia membuka mata perlahan, merasa sedikit lebih segar. "Oke, hari ketiga puasa. Semangat!" katanya pada diri sendiri sambil meregangkan badan.
Setelah mandi dan berpakaian, Liora turun ke dapur. Nadira sudah menyiapkan teh hangat dan roti panggang untuk sarapan ringan. Meskipun mereka sedang berpuasa, Nadira tetap suka menyiapkan makanan kecil untuk menemani aktivitas pagi.
"Bu, kok Ibu sarapan? Nggak puasa ya?" tanya Liora heran.
"Iya, Ibu lagi berhalangan. Jadi nggak puasa dulu hari ini," jawab Nadira dengan senyum lembut.
"Oh, baiklah. Semoga cepat sehat ya, Bu."
Mereka duduk di ruang tamu, Nadira dengan tehnya, dan Liora dengan segelas air putih yang hanya bisa ia pandangi. Rasa haus mulai terasa meski hari masih pagi.
"Liora, hari ini mau ngapain aja?" tanya Nadira.
"Mau edit video dan mungkin live streaming ringan, Bu."
"Jangan terlalu capek ya. Ingat, kamu sedang puasa."
"Iya, Bu. Pasti."
Jam sembilan pagi, Liora mulai duduk di depan laptopnya. Ia membuka aplikasi editing video dan mulai bekerja. Namun, konsentrasinya terganggu oleh rasa haus yang semakin kuat.
"Aduh, kenapa rasanya haus banget hari ini?" keluhnya sambil memegang tenggorokan.
Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan mendengarkan musik, tapi tetap saja pikirannya tertuju pada segelas air dingin yang menyegarkan.
"Enggak, Liora. Kamu harus kuat. Ini cuma godaan kecil," katanya menyemangati diri sendiri.
Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Ada pesan dari **Mika**.
"Hei, Lio! Gimana puasanya hari ini?" tulis Mika.
"Baru juga jam sembilan, tapi hausnya parah banget, Mik," balas Liora cepat.
"Sama dong! Aku juga ngerasa gitu. Mungkin karena cuacanya panas."
"Mungkin. Tapi aku harus kuat!"
"Semangat ya! Nanti kalau sempat, kita video call deh biar nggak bosan."
"Boleh banget!"
Liora merasa sedikit terhibur setelah chatting dengan Mika. Ia kembali mencoba fokus pada pekerjaannya.
---
Menjelang siang, panas matahari semakin terasa. AC di kamarnya sepertinya kurang membantu. Liora memutuskan untuk pindah ke ruang tamu yang lebih sejuk.
"Bu, kok panas banget ya hari ini?" tanya Liora sambil mengipas-ngipas dirinya.
"Iya, mungkin karena langitnya cerah banget. Mau Ibu buatkan es teh?" tawar Nadira spontan.
Liora terdiam sejenak, lalu tertawa. "Ih, Ibu! Liora kan puasa."
Nadira menutup mulutnya dengan tangan. "Oh iya, maaf. Lupa. Kebiasaan soalnya."
Meskipun begitu, bayangan es teh manis dingin sudah terlanjur terlintas di pikiran Liora. "Aduh, makin kuat godaannya," pikirnya.
Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan menonton televisi. Namun, hampir semua channel menayangkan iklan minuman dan makanan yang menggugah selera.
"Kenapa sih, iklan makanan semua?" keluhnya sambil mengganti-ganti channel.
Akhirnya ia memutuskan untuk menonton film komedi, berharap bisa tertawa dan lupa dengan rasa hausnya.
---
Pukul dua siang, Liora merasa lemas. Perutnya berbunyi, dan tenggorokannya kering.
"Bu, kok rasanya lebih berat dari dua hari sebelumnya ya?" tanyanya sambil merebahkan diri di sofa.
"Mungkin kamu kurang sahur tadi. Atau bisa jadi karena cuaca panas," jawab Nadira sambil duduk di sampingnya.
"Iya sih. Tadi sahurnya nggak terlalu banyak makan."
"Yuk, tidur siang aja. Biar energinya kembali."
"Tapi nanti malah kebablasan."
"Ibu bangunkan nanti kok. Tenang aja."
Akhirnya, Liora setuju untuk tidur siang. Ia mengambil bantal dan menutup matanya.
---
Pukul empat sore, Liora terbangun oleh suara notifikasi ponsel. Ternyata pesan dari Mika.
"Bangun tidur nggak nih? Kita video call yuk!" tulis Mika.
Liora tersenyum dan membalas, "Baru aja bangun. Oke, yuk!"
Mereka pun melakukan video call. Wajah Mika muncul di layar dengan senyum lebar.
"Hei, kelihatan segar abis tidur siang," sapa Mika.
"Haha, lumayan lah. Kamu nggak tidur siang?"
"Nggak, aku sibuk ngurusin script buat video baru."
Mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaan hingga hal-hal lucu yang terjadi belakangan ini.
"Eh, Lio. Nanti kita buka puasanya bareng virtual aja yuk. Aku juga sendirian di rumah," usul Mika.
"Boleh tuh! Seru kayaknya."
"Deal!"
---
Menjelang maghrib, Liora membantu ibunya menyiapkan hidangan berbuka. Meskipun Nadira tidak berpuasa, ia tetap menyiapkan makanan spesial untuk Liora.
"Ada es buah kesukaanmu nih," kata Nadira sambil meletakkan mangkuk besar di meja.
"Wah, mantap! Tapi godaannya semakin menggila, Bu," ujar Liora sambil menelan ludah.
"Sabar ya, sebentar lagi kok."
Liora melihat jam dinding. Masih sekitar 15 menit menuju waktu berbuka. Perutnya semakin keroncongan.
"Aduh, kenapa waktu rasanya lambat banget," keluhnya.
Ia memutuskan untuk menyiapkan meja makan sambil sesekali melirik ponselnya. Pesan dari Mika masuk.
"Siap-siap ya. Aku udah standby nih."
"Oke, sebentar lagi."
Saat adzan maghrib berkumandang pukul 17.45, Liora dan Nadira duduk di meja makan. Mereka membaca doa berbuka puasa bersama:
**"Allahumma laka shumtu wa bika amantu, wa 'ala rizqika afthartu, bi rahmatika ya arhamarrahimin."**
(*"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang."*)
Setelah itu, Liora meneguk segelas air putih dengan lega. Rasa segar langsung mengalir di tenggorokannya.
"Alhamdulillah," ucapnya dengan senyum lebar.
"Lega ya?" tanya Nadira.
"Banget, Bu. Hari ini benar-benar berat."
"Sekarang nikmati es buahnya."
Liora mengambil mangkuk es buah dan mulai menikmatinya. "Wah, segar banget!"
---
Selesai berbuka, Liora mengingat janji dengan Mika. Ia pun membuka laptop dan melakukan video call lagi.
"Hei, gimana buka puasanya?" tanya Mika.
"Segar banget! Kamu?"
"Sama dong. Tadi minum es kelapa muda, mantap!"
Mereka berbincang sambil menikmati hidangan masing-masing. Meski berjauhan, suasana hangat terasa.
"Seru juga ya buka puasa bareng kayak gini," kata Liora.
"Iya, meski virtual, tapi tetap asyik."
Setelah beberapa saat, mereka mengakhiri panggilan.
"Oke, Lio. Aku mau siap-siap tarawih nih. Kamu mau ikut?"
"Mungkin nanti. Masih lihat kondisi."
"Baiklah. Sampai jumpa besok ya!"
"Sampai jumpa!"
---
Malam harinya, Liora merasa lega telah melewati hari ketiga puasa meski dengan godaan yang lebih berat.
Sebelum tidur, ia menuliskan catatan di jurnalnya:
"Hari ini tantangannya luar biasa. Rasa haus dan lapar lebih terasa, godaan ada di mana-mana. Tapi aku berhasil melewatinya. Terima kasih untuk Ibu dan Mika yang selalu mendukung."
Ia menutup jurnalnya, lalu meregangkan tubuh. "Hayoo kalian pasti bertanya ke diri sendiri kenapa liora berpuasa lebih cepat dari kalian~, jawabannya karena suka-suka hati author, eak🤣❤️" .
Liora pun membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Setelah mengucapkan doa, ia merebahkan diri di tempat tidur yang nyaman.
"Selamat malam, semesta," bisiknya sebelum perlahan terlelap.
Pukul tiga pagi, di saat bintang masih bertaburan di langit gelap, **Liora** terjaga oleh sentuhan lembut di bahunya. Suara ibunya, **Nadira**, terdengar pelan namun penuh kehangatan.
"Sayang, bangun yuk. Waktunya sahur," bisik Nadira sambil menyalakan lampu kamar dengan cahaya redup agar tidak menyilaukan.
Liora membuka mata perlahan, matanya masih berat oleh kantuk. "Hah? Udah jam tiga lagi, Bu?" gumamnya sambil menguap kecil.
Nadira tersenyum lembut. "Iya, hari keempat puasa nih. Ayo, nanti keburu imsak."
Dengan setengah hati, Liora bangkit dari tempat tidur. "Oke deh, Bu. Aku cuci muka dulu ya," ujarnya sambil berjalan menuju kamar mandi.
Air dingin yang membasuh wajahnya sedikit membantu mengusir kantuk. Setelah itu, ia mengenakan hoodie oversized berwarna pastel dan celana training yang nyaman. Rambut panjangnya dibiarkan terurai alami.
Di meja makan, aroma nasi uduk lengkap dengan lauk pauk menggugah selera memenuhi ruangan. Ada ayam goreng kremes, tempe orek, sambal, dan kerupuk.
"Wah, Ibu rajin banget masak sebanyak ini," kata Liora sambil duduk.
"Kan biar kamu semangat puasanya. Yuk, sebelum makan, kita niat puasa dulu," ajak Nadira sambil menengadahkan tangan.
Mereka membaca niat puasa bersama:
**"Nawaitu shauma ghodin an ada'i fardhi syahri Ramadhana hadzihis-sanati lillahi ta'ala."**
(*"Aku berniat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta'ala."*)
Setelah itu, mereka mulai menyantap hidangan sahur dengan perlahan.
"Bu, Ayah masih belum pulang ya?" tanya Liora sambil mengambil sepotong ayam.
Nadira menghela napas. "Iya, Sayang. Tadi malam Ibu sudah telepon, katanya masih ada penelitian yang nggak bisa ditinggal."
"Liora khawatir deh, Ayah kerja terus. Takutnya nanti kesehatannya terganggu," ujar Liora dengan nada cemas.
"Ibu juga khawatir. Tapi Ayahmu janji akan pulang secepatnya."
Setelah makan, mereka minum air putih dan menyantap beberapa butir kurma.
"Jangan lupa doa setelah makan ya," ingat Nadira.
Mereka menengadahkan tangan kembali:
**"Alhamdulillahil ladzi ath'amana wasaqana waja'alana muslimin."**
(*"Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami sebagai orang-orang Islam."*)
Waktu imsak semakin dekat. Liora merasa perutnya sudah cukup terisi untuk menjalani puasa hari ini.
"Bu, aku shalat Subuh dulu ya," katanya sambil bangkit.
"Iya, Ibu juga mau shalat."
Setelah mengambil wudhu, mereka menunaikan shalat Subuh berjamaah di ruang keluarga yang hangat.
Selesai shalat, Liora merasa kantuk kembali menyerang. "Bu, aku tidur lagi ya sebentar."
Nadira tersenyum. "Iya, istirahat dulu. Nanti bangun jam tujuh ya. Jangan kebablasan."
---
Pukul tujuh pagi, alarm ponselnya berbunyi dengan nada lagu favoritnya. Liora membuka mata perlahan, mencoba mengumpulkan semangat.
"Oke, hari keempat puasa. Harus lebih kuat dari sebelumnya," gumamnya sambil meregangkan tubuh.
Setelah mandi dan berpakaian, ia memilih kaus lengan panjang berwarna mint dan celana jeans nyaman. Rambutnya diikat kuncir kuda tinggi, memberi kesan segar.
Turun ke dapur, ia melihat ibunya sedang menyiapkan teh hangat.
"Pagi, Bu!" sapa Liora ceria.
"Pagi, Sayang. Sudah segar sekarang?"
"Lumayan. Ada rencana apa hari ini, Bu?"
"Ibu mau belanja ke pasar. Kamu ada yang mau dititip?"
"Hmm, beli buah mangga dong, Bu. Lagi pengen yang seger-seger."
"Siap. Kamu di rumah saja?"
"Iya, mungkin mau nonton film atau baca buku."
"Baiklah. Jangan lupa istirahat ya."
Setelah Nadira pergi, Liora duduk di ruang tamu. Ia menyalakan televisi, mencari tontonan yang bisa mengisi waktu. Namun, hampir semua channel menayangkan iklan makanan yang tampak lezat.
"Aduh, kenapa sih iklannya makanan semua," keluhnya sambil mematikan televisi.
Merasa bosan, ia memutuskan untuk membuka media sosial. Namun, feed-nya dipenuhi foto-foto teman yang sedang berlibur, menikmati es krim, minuman dingin, dan berbagai makanan enak.
"Astaga, godaannya makin parah," pikirnya sambil menelan ludah.
Untuk mengalihkan pikiran, Liora memutuskan untuk membersihkan rumah. Ia menyapu, mengepel, dan merapikan perabotan. Aktivitas itu sedikit membantu melupakan rasa haus dan lapar.
Namun, menjelang siang, rasa lelah mulai terasa. Keringat membasahi dahinya, tenggorokannya semakin kering.
"Kenapa cuaca panas banget sih hari ini," gumamnya sambil menghidupkan kipas angin.
Ia duduk di dekat jendela, mencoba menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk. Tapi tetap saja, bayangan segelas es teh manis dengan es batu mengambang di dalamnya terus menghantui.
"Enggak, Liora. Kamu harus kuat. Ini ujian," katanya pada diri sendiri.
Ponselnya berbunyi, pesan masuk dari **Mika**.
"Heii, gimana puasanya? Kuat kan?" tulis Mika.
"Lumayan berat, Mik. Godaannya banyak banget hari ini," balas Liora cepat.
"Sama dong! Aku juga hampir tergoda minum tadi. Panas banget soalnya."
"Iya, cuacanya nggak bersahabat."
"Semangat ya! Kita bisa melewati ini."
"Thanks, Mik! Kamu juga semangat."
---
Pukul dua siang, perut Liora berkeroncong hebat. Ia merasa lemas dan pusing.
"Aduh, nggak kuat nih," keluhnya sambil merebahkan diri di sofa.
Ia mencoba tidur siang, tapi bayangan makanan dan minuman terus muncul di pikirannya.
"Kenapa hari ini berat banget sih," pikirnya.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu dibuka. Nadira pulang dari pasar dengan membawa beberapa tas belanjaan.
"Bu, sudah pulang?" sapa Liora lemah.
"Iya, Sayang. Kamu kenapa? Kok kelihatan lemas banget."
"Nggak apa-apa, cuma agak pusing aja."
Nadira mendekat dan menyentuh kening Liora. "Wah, kamu demam nih. Mungkin karena dehidrasi."
"Ya ampun, Bu. Liora nggak mau batal puasa."
"Tapi kalau kamu sakit, lebih baik dibatalkan dulu. Kesehatanmu lebih penting."
Liora terdiam, hatinya bergejolak antara ingin terus berpuasa atau mendengarkan nasihat ibunya.
"Yaudah deh, mungkin Liora minum air putih aja ya," ujarnya dengan suara pelan.
"Baiklah. Ibu ambilkan air putih dan obat ya."
Setelah minum segelas air putih dan obat, Liora merasa sedikit lebih baik.
"Maaf ya, Bu. Liora nggak kuat hari ini," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu sudah berusaha. Jangan memaksakan diri ya."
---
Sore harinya, Liora terbangun dari tidur siangnya. Kondisinya sudah lebih baik.
"Bu, Liora batal puasa deh hari ini," katanya sambil duduk di meja makan.
"Iya, tidak apa-apa. Kesehatanmu lebih penting," jawab Nadira sambil tersenyum lembut.
Meski sedikit kecewa, Liora bertekad untuk mengganti puasanya di lain hari.
"Besok harus lebih semangat lagi," pikirnya.
---
Menjelang maghrib, Nadira menyiapkan hidangan untuk berbuka. Meski Liora tidak berpuasa, mereka tetap menyiapkan makanan seperti biasa.
"Waktunya berbuka puasa, Bu," kata Liora saat adzan maghrib berkumandang.
Nadira menutup mata sejenak, lalu membaca doa berbuka puasa:
**"Allahumma laka shumtu wa bika amantu, wa 'ala rizqika aftartu, bi rahmatika ya arhamarrahimin."**
(*"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang."*)
Liora turut mengamini meski hari itu ia tidak berpuasa.
Mereka menikmati hidangan dengan penuh syukur.
"Bu, besok Liora mau coba puasa lagi. Harus lebih kuat," ujar Liora dengan tekad bulat.
"Tentu, Sayang. Ibu yakin kamu bisa."
---
Malam harinya, Liora merenung di kamarnya. Meski gagal berpuasa hari itu, ia belajar pentingnya mendengarkan tubuh dan tidak memaksakan diri.
Di jurnal pribadinya, ia menulis:
"Kemarin ada yang nanyain aku di Instagram - Kak, Kok bisa sih bikin dua karya novel Panjang ?, sekarang nah aku jawab di jurnal liora nih, aku bisa nulis novel panjang karena imajinasiku yang luas, sampai-sampai kadang begadang bisa nulis BAB Novel sampai dua puluh kali, sakit pun nggak ngaruh leee, DEMI PEMBACA SETIA KARYA NERO DRAVEN✊❤️"
Ia menutup jurnalnya, lalu merebahkan diri di tempat tidur.
"Terima kasih, Ya-ALLAH atas pelajaran hari ini," bisiknya sebelum memejamkan mata.
Dalam keheningan malam, Liora tertidur.
Pukul tiga pagi, di saat langit masih gelap dan bintang-bintang berkelip malu-malu, **Liora** terbangun oleh sentuhan lembut di bahunya. Suara ibunya, **Nadira**, terdengar pelan namun penuh kehangatan.
"Sayang, bangun yuk. Waktunya sahur," bisik Nadira sambil menyalakan lampu kamar dengan redup, biar mata Liora nggak silau.
Liora menggeliat malas, matanya masih setengah terpejam. "Hah? Udah jam tiga lagi ya, Bu?" gumamnya sambil menguap lebar.
Nadira tersenyum lembut. "Iya, hari kelima puasa nih. Ayo, nanti keburu imsak lho."
Dengan berat hati, Liora bangkit dari tempat tidur. "Oke deh, Bu. Aku cuci muka dulu ya," ujarnya sambil berjalan lesu ke kamar mandi.
Air dingin yang membasuh wajahnya sedikit membantu mengusir kantuk. "Ayo semangat, Liora. Kamu pasti bisa," katanya pada diri sendiri sambil menatap cermin.
Setelah mengenakan hoodie oversize berwarna pastel dan celana training yang nyaman, Liora turun ke ruang makan. Di meja, sudah tersaji hidangan sahur yang menggugah selera: bubur ayam lengkap dengan topping cakwe, irisan daun bawang, dan sambal kecap. Ada juga telur mata sapi setengah matang favoritnya.
"Wah, Ibu masak enak-enak nih," kata Liora sambil duduk.
"Biar kamu semangat puasanya. Yuk, sebelum makan, kita baca doa dulu," ajak Nadira sambil menengadahkan tangan.
Mereka bersama-sama membaca niat puasa:
**"Nawaitu shauma ghodin an ada'i fardhi syahri Ramadhana hadzihis-sanati lillahi ta'ala."**
Setelah itu, mereka mulai menyantap hidangan sahur dengan perlahan.
"Makan yang banyak ya, biar kuat puasanya," ujar Nadira sambil tersenyum.
Liora mengangguk. "Iya, Bu. Tapi jujur deh, beberapa hari ini godaannya makin berat. Liora takut nggak kuat lagi."
"Makanya, perbanyak makan sahur dan jangan lupa minum air putih yang cukup."
Selesai makan, Liora minum dua gelas air putih dan menyantap tiga butir kurma.
"Bu, kita baca doa setelah makan yuk," ajaknya.
Mereka menundukkan kepala dan membaca:
**"Alhamdulillahil ladzi ath'amana wasaqona waja'alana muslimin."**
(*Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami sebagai orang-orang Muslim.*)
Waktu imsak semakin dekat. Liora merasa perutnya sudah cukup terisi, meski masih ada sedikit kekhawatiran.
"Bu, kira-kira hari ini Liora bisa nggak ya?" tanyanya dengan nada ragu.
Nadira menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kamu pasti bisa. Yang penting niat dan usaha. Jangan lupa berdoa minta kekuatan."
Setelah mengambil wudhu, mereka melaksanakan salat Subuh berjamaah di ruang keluarga yang hangat.
Selesai salat, Liora duduk sejenak, menenangkan pikiran. "Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk menjalani puasa hari ini," doanya dalam hati.
---
Pukul delapan pagi, matahari mulai menampakkan sinarnya. Liora memutuskan untuk menyibukkan diri dengan merapikan kamar. Ia menyapu lantai, merapikan tempat tidur, dan menata buku-buku di rak.
"Semoga dengan begini, pikiran soal makanan bisa teralihkan," gumamnya.
Namun, baru setengah jam bersih-bersih, perutnya sudah mulai bersenandung minta diisi. "Aduh, kok cepat banget laparnya," keluhnya sambil memegang perut.
Ia mencoba mengabaikan dan melanjutkan aktivitas. Setelah selesai di kamar, ia pindah ke ruang tamu, membantu ibunya membersihkan rumah.
"Bu, ada yang bisa dibantu?" tanyanya.
"Oh, kebetulan. Bantu Ibu lap kaca jendela ya," ujar Nadira sambil memberikan kain lap.
Liora menerima kain itu. "Siap, Bu!"
Sambil bekerja, mereka berbincang ringan. "Oh ya, Ayah masih belum pulang ya?" tanya Liora.
"Belum, Sayang. Katanya penelitian di lab belum selesai."
"Yah, Ayah tuh. Kerja mulu."
Nadira tertawa kecil. "Iya, Ayahmu memang begitu. Tapi nanti juga pulang kok."
---
Menjelang siang, cuaca semakin panas. Matahari bersinar terik, membuat udara terasa gerah. Liora duduk di sofa, kipas angin mengarah langsung ke wajahnya.
"Panas banget, Bu. Haus pula," keluhnya.
Nadira datang membawa handuk basah. "Nih, kompres wajahmu pakai ini. Biar agak adem."
"Thanks, Bu." Liora menempelkan handuk basah itu ke wajahnya. Sedikit membantu, tapi tetap saja rasa haus mendera.
Ia menyalakan televisi, berharap ada tontonan menarik. Namun, hampir semua channel menayangkan iklan minuman segar dan es krim.
"Kenapa sih iklannya nggak ada yang lain," ujarnya sambil mengganti-ganti channel.
Akhirnya, ia memutuskan untuk menonton film komedi. "Setidaknya bisa bikin ketawa dan lupa sama haus," pikirnya.
---
Pukul dua siang, Liora merasa energi mulai menurun drastis. Kepalanya sedikit pusing, dan tenggorokannya kering.
"Bu, boleh nggak Liora tidur siang dulu?" tanyanya.
"Tentu saja boleh. Malah bagus biar kamu nggak terlalu merasa lapar dan haus."
Liora menuju kamar dan merebahkan diri di tempat tidur. Tapi mata sulit terpejam. Bayangan segelas es teh manis dengan es batu mengambang di dalamnya terus menghantui pikirannya.
"Astaga, jangan dipikirin, Liora," katanya pada diri sendiri.
Ia mencoba memejamkan mata, memutar lagu-lagu instrumental yang menenangkan. Perlahan, ia pun tertidur.
---
Pukul empat sore, Liora terbangun oleh suara notifikasi ponselnya. Pesan dari **Mika** masuk.
"Hei, Lio! Gimana puasanya? Masih kuat?" tulis Mika.
Liora membalas, "Baru bangun tidur nih. Lumayan lah, meski godaannya parah banget."
"Aku juga. Tadi hampir aja minum tanpa sadar. Untung inget lagi puasa."
"Hehe, sama dong. Eh, kamu lagi ngapain sekarang?"
"Lagi coba bikin konsep video baru. Mungkin nanti bisa collab lagi."
"Seru tuh! Nanti kita bahas ya."
"Oke!"
Percakapan dengan Mika membuat Liora merasa sedikit lebih baik. "Teman-teman memang bisa jadi penyemangat," pikirnya.
---
Menjelang waktu berbuka, Liora membantu ibunya di dapur. Mereka menyiapkan kolak pisang, es buah, dan gorengan favorit keluarga.
"Aroma masakannya enak banget, Bu," ujar Liora sambil menelan ludah.
"Iya dong. Tapi tahan dulu ya, sebentar lagi juga buka," kata Nadira sambil tersenyum.
"Semoga aja Liora kuat sampai maghrib."
"Insya Allah."
Namun, godaan semakin kuat. Aroma makanan yang menggugah selera membuat perutnya berontak.
"Bu, Liora boleh duduk di teras aja nggak? Takut tergoda kalau di dapur," ujarnya sambil tersipu.
"Ya ampun, boleh banget. Sana istirahat dulu."
Liora duduk di teras, menikmati angin sore yang sejuk. Ia mencoba mengalihkan pikiran dengan melihat langit yang mulai berubah warna.
"Sebentar lagi adzan," gumamnya sambil melihat jam di tangan.
---
Pukul 17.40, Nadira memanggil Liora masuk.
"Sayang, ayo kita siap-siap. Sebentar lagi buka."
Liora masuk dan duduk di meja makan yang sudah tertata rapi. Ada air putih, kurma, kolak, es buah, dan aneka gorengan.
Saat adzan maghrib berkumandang pukul 17.45, mereka menutup mata dan membaca doa bersama:
**"Allahumma laka shumtu wa bika amantu, wa 'ala rizqika afthartu, birahmatika ya arhamarrahimin."**
(*"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang."*)
Setelah itu, Liora meneguk air putih dengan perlahan. Rasa segar langsung mengalir di tenggorokannya.
"Alhamdulillah," ucapnya dengan rasa syukur yang mendalam.
"Bagaimana, lega kan?" tanya Nadira sambil tersenyum.
"Banget, Bu. Tadi hampir nggak kuat, tapi akhirnya bisa juga sampai buka."
"Hebat! Ibu bangga sama kamu."
Mereka melanjutkan dengan menyantap kurma dan hidangan lainnya. Suasana hangat dan penuh kebahagiaan menyelimuti mereka.
---
Malam harinya, Liora duduk di kamar, menulis di jurnal pribadinya.
"Hari ini penuh tantangan. Godaannya lebih kuat dari sebelumnya, tapi aku berhasil melewatinya. Terima kasih, Tuhan, atas kekuatan yang Kau berikan. Terima kasih juga untuk Ibu dan teman-teman yang selalu mendukungku."
Ia menutup jurnalnya dengan senyum puas. Ponselnya berbunyi, panggilan dari Mika.
"Hei, Lio! Selamat berhasil puasa hari ini!" sapa Mika dengan semangat.
"Thanks, Mik! Kamu juga berhasil kan?"
"Pastinya. Eh, besok ada waktu nggak? Kita ketemuan yuk, bahas proyek selanjutnya."
"Boleh tuh. Di kafe biasa aja?"
"Deal! Jam dua siang ya."
"Siap!"
Setelah mengakhiri panggilan, Liora merasa semangatnya kembali membara. "Besok pasti hari yang menyenangkan," pikirnya.
---
Sebelum tidur, Liora melaksanakan salat Isya dan Tarawih di masjid.
"Semoga besok aku bisa lebih kuat lagi," doanya sebelum merebahkan diri di tempat tidur, Dengan perasaan tenang Liora menutup matanya.