Kebenaran Di Antara Kita

Hades

Felicia tidak langsung berbicara. Bibirnya terbuka, tapi tidak ada kata-kata yang keluar, kerongkongannya bekerja seolah-olah dia mencoba menelan sesuatu. Itu bukan pertanda baik.

Aku berdiri perlahan, kursi mengerang di bawahku saat aku bersandar ke depan, tangan menopang meja.

"Felicia." Suaraku rendah, datar. Sebuah peringatan yang dibungkus dalam bisikan. "Kamu punya waktu lima detik sebelum aku mulai berasumsi yang terburuk." Rahangku mengeras, cakar onyx muncul. "Dan percayalah, yang terburuk."

Lidahnya menjilat bibirnya, tanda gugup yang jarang dia tunjukkan.

"Aku—" Dia berhenti, menggulung jarinya menjadi kepalan. "Mutts sangat tidak tahu berterima kasih. Aku memberitahunya bahwa putrinya sendiri kehilangan akal, lalu dia melakukan ini?" Dia terkekeh tak percaya, tawa—tanpa sukacita dan kosong—menggelegak keluar darinya, hanya menuangkan bensin pada api iritasi yang sudah menyala di dadaku.

"Ah," aku bersuara, kesabaranku menguap. "Jadi itu buruk."