Apa yang Tersisa Ketika Cinta Membusuk

Hades

"Aku butuh ruang." Kata-katanya melayang di udara seperti bulu. Sebuah bisikan—lembut, lembut—tapi mendarat seperti pukulan di dada.

Aku memperhatikan para pekerja menarik barang-barang pakaiannya dari lemari bersama kami dan menaruhnya dengan hati-hati ke dalam keranjang sebelum keluar dari ruangan menuju tempat lama miliknya.

Dengan semua orang keluar dari pintu, rasa sakit yang membara di dadaku semakin parah. Aku mengepalkan tinju, rahang terkunci saat aku menyerap semuanya. Dia berdiri di samping, mengawasi mereka—lengan terlipat, rambut pendeknya sedikit berantakan.

Keinginan untuk mendekatinya dan memohon runtuh sebelum aku bahkan melangkah maju. Dia tampak sangat kaku, sangat enggan untuk membengkok—untuk kita... bahkan untuk kesempatan bagi kita.

Bagaimana kita bisa memperbaiki apa yang telah aku rusakkan ketika kita bahkan tidak tidur di tempat yang sama? Semua ini terasa sangat mustahil. Perpecahan ini tak bisa diatasi.