Felicia tidak segera menjawab.
Ekspresinya tidak berubah, tetapi sesuatu di balik matanya menjadi diam, seperti riak yang membeku setelah dilemparkan sebuah batu.
Saya melangkah lebih dekat ke garis rune.
"Saya tidak datang ke sini untuk mendengar cerita perangnya," kataku, suara rendah. "Bukan untuk kegilaanmu, atau kecemburuanmu, atau bahkan kesedihanmu. Saya datang untuk Elliot."
Senyum Felicia akhirnya memudar.
"Apa yang kamu lakukan padanya?"
Rantainya berderit ketika dia bersandar, tetapi matanya tidak pernah lepas dariku. Sesaat, dia diam. Terjaga. Kemudian—
"Kapan dia mulai berbicara?" Dia bertanya.
Aku berkedip. "Apa?"
Dia menatapku, tak terpengaruh. "Coba tebak kapan dia mulai berbicara?"