Resonansi

Bab ini cukup teknis dalam lore dan bisa membingungkan.

Eve

Kael tidak menjawabku pada awalnya.

Matanya terpaku pada lantai batu seakan lantai itu mengkhianatinya. Mulutnya terbuka, tertutup, terbuka lagi. Lalu dia tertawa.

Satu napas terputus dari suara.

"Dewa," dia berbisik. "Ini bukan sekadar kebetulan yang aneh."

Kata-kata itu membuat bulu kudukku merinding.

"Apa yang bukan?" aku bertanya, detak jantung melonjak. "Kael, tentang apa sih yang kamu bicarakan?"

Dia menyeret tangan ke wajahnya, lalu menatapku—menatap Elliot—dan berat pandangannya hampir membuat lututku lemas.

"Itu yang dia katakan dalam tidurnya," kata Kael pelan. "Itu bukan hanya permohonan. Itu adalah nama."

"Nama apa?"

Dia ragu.

Lalu: "Nox."

Nama itu mengenai udara seperti sebuah kutukan.

Mataku berkedip, bingung. "Siapa—?"