Itu gatal saat aku berlari tapi hal terakhir yang bisa aku lakukan adalah peduli. Angin menerjang telingaku, menyeret suara napasku menjadi samar. Duri menusuk pergelangan kakiku, tanah dingin merobek telapakku, tapi aku tidak berhenti. Tidak bisa. Tidak mau.
Aku menunggu alarm berbunyi. Sirene berdering. Agar namaku bergema di udara seperti kutukan, dikejar oleh perintah dan gema sepatu bot.
Tapi tidak ada apa-apa.
Hanya denyut kasar di tenggorokanku dan ketukan tajam ketakutan di dadaku.
Tidak ada lonceng. Tidak ada suara. Tidak ada gerbang yang roboh.
Hanya suara daun berbisik satu sama lain.
Matahari menyentuh kulitku, membuatku silau, tapi aku menyambut rasa sakit itu.
Aku menerobos ke dalam pembukaan, jantung berdebar kencang, napas tersangkut di antara kepanikan dan ketidakpercayaan. Sesaat, aku berdiri diam, dada naik turun, keringat menempel di punggungku, mata melirik-lirik seperti mangsa yang mengharapkan pemburu.
Masih tidak ada.