Can I? [5]

"Sial sial sial SIAL!" Erna mengumpat saat ia kalah ber-argumen dengan Julya tadi dan kini kondisi kamarnya begitu berantakan bahkan anaknya pun ketakutan saat Erna mengamuk.

"Ibu.." ucap gadis itu dengan berani namun juga ada rasa takut.

"Diam kamu! Anak itu.. beraninya dia! Padahal hanya anak dari seorang gelandangan dan bahkan tidak mendapatkan marga! Tapi kenapa dia berbicara dengan begitu angkuh! AArrggghhh" meja terlempar begitu juga dengan barang yang ada di atasnya.

"Huhuhu.. ibu.." gadis itu begitu takut menatap ibunya ia mojok di tembok, ia memegangi roknya dengan sekuat tenaga sambil menangis sesegukkan.

Di lain sisi Julya kini berada di perpustakaan kampus ia sedang bersama Ernest berdua di satu meja. Julya memangku wajahnya dengan tangan kirinya memandangi Ernest yang sedang membaca buku. Sinar matahari membuat Ernest semakin tampan di mata Julya. Ernest melirik Julya yang menatapnya sambil senyum-senyum sendiri bukannya mengurusi tugasnya sendiri.

"Kenapa?" Tanya nya menatap bingung Julya yang menatapnya.

"Aku hanya menatapmu saja.. apa tidak boleh?" Tanya Julya.

"Kata mu mau mengerjakan skripsi, kalau aku mengganggu mu aku akan pergi" ucapnya sambil mengemasi barangnya.

"Eehh.. jangan dong.. aku ada yang gak aku ngerti jadi aku duduk disini, tolong ajarin aku yaa.." ucap Julya memegangi buku meminta untuk di ajari.

Ernest berulang kali menatap Julya dan buku yang di sodori Julya. "Yasudah, sini ku ajari" ucapnya mengambil buku Julya dan mulai mengajarinya, Julya pun kegirangan dan mulai mendekat.

Ernest mengajari Julya dengan serius namun Julya malah mencuri-curi pandang sedangkan anak-anak kampus lainnya menatap sinis Julya karna mengira Julya akan mendekati Ernest dan meniduri Ernest sama seperti kebanyakan cowo yang Julya dekati padahal aslinya tidak begitu setiap kali Julya di ajak ke hotel atau mabuk-mabukan selalu ada bodyguard yang memisahkan Julya dengan pria tertentu saat Julya hanya berdua saja dengan pria di satu ruangan.

Julya akhirnya hanya fokus pada wajah Ernest di bandingkan dengan penjelasan yang diberikan Ernest. "Gimana ngerti gak?" Tanya Ernest setelah selesai menjelaskan.

"Ngerti.. tapi aku laper temenin yuk ke kafe" ucap Julya dengan muka memelas.

"Gak mau di lanjut ajah?" Tanya Ernest.

"Gak.. mau makan sesuatu dulu tapi mau di temenin, yuuk.." ajak Julya dengan nada memelas.

"Huft.. yaudah ayo tapi jangan lama-lama" ucap Ernest mengiyakan.

Mereka pun pergi dari sana. Mereka pergi ke kafe dekat kampus yang dimana disana ada banyak orang berpacaran membuat Ernest risih melihatnya.

"Kenapa kesini, sih?" Tanya Ernest dengan wajah yang risih.

"Aku juga gak tau kalo tempatnya kaya gini..." Julya juga merasakan hal yang sama dengan Ernest karna baru pertama kali datang ke sana atas rekomendasi dari temannya.

"Mau pindah ajah ketempat yang lain?" Tanya Ernest.

"Yaudah yuk.. gimana kalo beli dulu terus pergi ke taman ajah gimana?" Tanya Julya.

"Yasudah kalau begitu" Ernest pun memesan kopi expreso dan memesankan Julya juga.

"Biar aku ajah yang bayar" ucap Julya mengeluarkan ponselnya.

"Gak usah" Ernest memberikan kartunya pada penjaga kasir dan membayarnya.

"Terimakasih ya, kak selamat datang kembali" ucap pegawai itu dengan ramah.

"Terimakasih loh.. aku kirim lewat bank

ya.." ucap Julya membuka ponselnya.

"Gak usah di ganti udah biarin ajah aku yang bayar" ucap Ernest mendorong pelan ponsel Julya.

"Kok gitu? Kamu kan pasti banyak banget pengeluaran buat kuliah sama sewa kos kan?" Tanya Julya.

"Duit ku banyak gak usah di pikirin cuma buat kopi dan roti gak bikin gua bangkrut" ucap Ernest.

"Beneran?" Tanya Julya memastikan.

"Iya.. simpen ajah duit kamu" jawab Ernest.

"Makasih ya.." ucap Julya senang.

"Iya sama-sama" Ernest menyalakan mobilnya, ia pun masuk bersamaan dengan Julya.

"Ke taman yang mana?" Tanya Ernest.

"Ke taman yang di jalan Faleto Bay ajah" jawab Julya.

"Oke, pake seatbelt nya" ucap Ernest menyalakan mobilnya dan menancap gas ke tujuan.

Ernest bukan orang yang kejam pada orang yang suka padanya selagi orang itu baik dan tidak macam-macam Ernest akan melakukan orang itu sebagai teman seperti yang ia lakukan pada Julya.

Sesampainya mereka disana Julya duduk di bawah pohon yang sudah ada kursi di sana.

"Jadii.. gimana?" Tanya Julya.

"Apanya?" Tanya Ernest balik bertanya.

"Kamu.. ngasih harapan kaya gini pasti udah mulai ngebuka hati kan?" Tanya Julya membuat Ernest tersadar bahwa Julya ini gila, ia perlahan menjauh dari Julya.

"Gue cuma nganggep lu sebagai temen tuh.." ucapnya mengalihkan pandangan.

"Yang bener?" Tanya Julya dengan mata yang meruncing.

"Iya.."

"Kalau gitu kok mau sih.. ngajarin aku, nemenin ke kafe, bayarin kopi sama roti aku, terus juga mau diajak kesini" tanya Julya.

"Udah gue bilang gue nganggep lu tuh sebagai temen ajah.. gak lebih" jawab Ernest.

"Yaudah deh.. kalau gitu.. makasih ya" ucap Julya berterimakasih karna Ernest mau menerima permintaannya bahkan sampai di belikan roti dan kopi.

"Iya sama-sama.. abis ini gue ada urusan, rumah lu dimana? Biar gue anterin" tanya Ernest.

"Udah mau pergi kah? Yaudah ntar anterin gua ke perumahan Rockford Hills" ucap Julya.

"Lu.. kerja disana atau emang rumah lu disana?" Tanya Ernest.

"Ya.. rumah gue disana.. di blok Z" jawab Julya.

"Wow.. orang kaya ternyata ya lu.. pantesan kuliah aman-aman ajah" ucap Ernest.

"Kenapa emangnya kalo rumah gue disana? Lagian juga kuliah ya kuliah ajah tuh" ucap Julya.

"Enggak maksudnya.. biasanya orang kaya, kayak lu tuh.. langsung lulus ajah tanpa skripsi juga, tapi lu sampe ngechat gue berhari-hari buat di ajarin gitu.. langka ajah gitu apa lagi lu kaya kan tinggal naro uang di depan muka dosen trus lulus" jelas Ernest.

"Ooo.. gue gak kaya gitu sih.. lagian juga yang kaya bukan gue tapi bokap gue" jawab Julya.

"Maaf ya.. kalo kesannya gue ngejelekin orang yang kastanya sangat tinggi kaya lu" ucap Ernest.

"Gapapa.. santai ajah kali" ucap Julya sambil tersenyum.

"Yuk" mereka pun beranjak pergi dari sana, Ernest mengantar Julya sampai di depan pagar.

"Dadah.. terimakasih ya udah nganterin.. mau mampir dulu gak?" Tanya Julya.

" gak usah.. gue masih ada kerjaan" jawab Ernest.

"Oh oke.. hati-hati ya" Julya keluar dari mobil dan masuk kedalam.

"Selamat datang, nona" ucap security di sana.

"Halo.. saya masuk duluan ya.." ucap Julya security itu pun mengangguk dan Julya juga pergi dari sana.

"Iya ya.. untung ajah aku gak ngelayanin dia" ucap salah satu pelayan.

"Kasian sekali dia di suruh jadi pelayannya nyonya Erna" ucap yang lain.

"Ada apa?" Tanya Julya.

"Eehh.. nona maafkan kami yang lalai ini" ucap salah satu dari mereka ber3.

"Apa yang terjadi di bangunan yang ditempati Erna?" Tanya Julya.

"Maaf kan kami telah membicarakan beliau" ucap yang lain dengan berani namun juga bergemetar.

"Itu nona.. nyonya membanting-banting barang dan membuat tubuh nona lyn membiru" jawab salah satu dari mereka.

"Astaga.. tolong bawa lyn untuk menjauh dari ibunya dan hibur dia obati dia" perintah Julya.

"Baik nona"

"Lalu bilang pada bodyguard untuk menjaga lyn dari Erna" ucap Julya memperintah.

"Siap nona" Julya pun mengangguk dan pergi dari sana.

Julya dan Theo memang memiliki rencana untuk membuat satu anak-anak dari hasil perbuatan ayah mereka dan meneruskan usaha keluarga bareng agar tidak ada yang namanya persetruan. Di keluarga ini hanya Julya dan Theo yang sudah cukup umur karna itu mereka juga yang menggerakan.

Sore ini Julya berlatih bela diri, dari bela diri tangan kosong, pedang, dan menembak. Julya di latih oleh koac yang sudah melatih atlit yang kejuaraan. Julya berlatih karna pada suatu saat ia tidak di kawal ia bisa berbela diri selain bela diri ia juga berlatih menanjak tebing dan parkour karna pasti suatu saat ia juga harus berlari dari penjahat.

Semua itu ia persiapkan atas keputusan ia dan juga Davin. Davin sangat was-was terhadap anaknya yang akan menjadi pewaris nya nanti karna itu ia melatih mental, otak, dan tenaga Julya agar terbiasa disaat Julya kehilangan arah akan ada Theo yang menjadi konselier itu semua sudah di siapkan oleh Davin.

Davin melihat potensi pada Theo karna itu ia mengangkat Theo sebagai anak dan mendidiknya. Theo ia temukan saat ia menggempur keluarga yang berurusan dengannya disaan keluarganya di musnahkan ada Theo yang tertinggal Davin yang melihat seorang anak laki-laki yang terluka pun tidak tega meninggalkannya ia pun membawanya dan ternyata Theo hilang ingatan membuat Davin tergiur untuk memperalatnya.

Theo pun menjadi pria yang pintar memilih keputusan dan juga licik ia juga berguna untuk menjadi informan keluarga. Sangat berguna pikir Davin.

Malam ini Julya duduk di pinggir lapangan untuk beristirahat karna capek habis berlatih dengan koacnya. Ia meminum air putih, menyeka keringat dengan handuk napasnya beradu karna capek. Rambut oranye bergelombang indah di kuncir dengan kencang membuat Julya bertambah menawan dengan keringat yang juga banjir di wajah dan juga lehernya.

"Aughh.. capeknya" desahnya sambil streching.

"Hari ini cukup sampe sini, tingkatkan lagi staminanya tadi udah bagus gerakannya tapi kurang di staminanya oke.. makan yang banyak ya.." ucap koac menasehati Julya.

"Baik koac" jawab Julya sambil mengatur napasnya.

"Bagus.. kalau begitu kamu boleh istirahat saya juga mau balik nih.. udah jam segini, saya duluan ya.." ucap sang koac melenggang pergi.

"Yoo.." Julya menyeka lagi keringatnya lalu ia pergi dari sana dengan lunglai.

Di dalam kamar ia langsung pergi mandi karna keringat yang menempel membuatnya risih ia menghilangkan rasa penatnya dengan mandi mencium aroma bunga dari sabun membuatnya nyaman.

Selesai mandi Julya berganti pakaian dan memakai masker wajah ia pun tidur dengan masker wajah nya.

Di pagi hari Julya sudah di kagetkan dengan kehadiran Davin di kamarnya. Julya bangun dari tidurnya dan duduk di pinggir kasur.

"Ada apa ayah?" Tanya Julya.

"Lepas dulu masker mu" Julya pun meraba wajahnya karna lupa ia sedang memakai masker ia pun menarik maskernya. Davin menarik napasnya lalu mulai berucap. "Saat aku berkunjung ke europ untuk berbisnis dan.. tanpa sengaja bertemu dengan kake mu ia mengajakku untuk berbicara berdua dan ia menanyakan tentang.. kapan ia bisa menimang cucu dari cucu kesayangannya yaitu..." Davin menatap mata Julya dalam dan Julya tau siapa yang di maksud.

"Jadi?"

"Jadi.. ia akan datang kesini entah kapan.. tapi yang pasti ia akan membawa pria untuk berkenalan dengan mu" lanjut Davin.

Julya yang mendengar pernyataan Davin pun hanya bisa mengernyitkan keningnya dengan sedikit rasa kecewa dan kesal.

"Bersiaplah nak.." ucap Davin yang berdiri dari duduknya dan mengusap rambut Julya.

Pintu putih itu tertutup, Davin keluar dari ruangan sedangkan Julya dengan napas berderu tetap duduk di kasur. Julya bangun dari duduknya dan dengan raut wajah yang sama ia mengganti baju dan turun dari kamar.

Davin yang sedang meng eval para pelayan pun menoleh saat melihat Julya dengan langkah lebar pergi dari rumah.

"Mau kemana itu anak?" Tanya Davin sambil menatap anaknya yang seperti sedang di buru-buru.

"Mungkin nona ingin bertemu pacarnya tuan" ucap sang satpam.

"Pacarnya?" Tanya Davin terlihat tertarik apa yang dimaksud 'pacarnya' oleh sang satpam.

"Iya tuan.. saat itu nona pulang dengan di antar mobil baller berwarna putih" jawab sang satpam.

"Ouh.. ternyata ada yang berani membawa putriku dengan kendaraan murah seperti itu ya.. hmm.. menarik, kau cari rekaman cctv dan screen shot plat nomornya lalu kirim ke saya" ucap Davin.

"Baik tuan" satpam itu pun meradio pada bawahannya untuk mengecek cctv.

Sedangkan di sisi lain Julya pergi dengan mobil supra nya dengan kecepatan lebih dari 90km per jam.

Entah tempat apa yang ia tuju namun ini berada di tempat pelatihan militer lebih tepatnya ia turun dari mobil dan dengan terburu-buru menutup pintu dan menguncinya ia pun dengan santai berjalan kearah penjaga.

"Tunggu.. anda tidak boleh masuk" ucap salah satu penjaga Julya langsung melirik kearah orang itu dan berbalik badan.

"Bilang pada atasan mu, Fox coming" ucap Julya dengan nada rendah dan suara yang pelan.

"Hm.. godzilla pada radio menginfokan bahwa Fox is coming" ucapnya pada radio ia pun membukakan pagar besi itu dan mempersilahkan Julya masuk.

Julya pun pergi masuk kedalam dengan santai ia pun menuju lapangan tembak dan bertemu salah satu komandan disana.

"Apa anda kesini untuk mengambil persediaan?" Tanya komandan itu.

"Tidak, aku hanya ingin berlatih, menusuk dan menembak.. karna kemarin bawahan mu melatihku dan itu belum cukup untuk memuaskan ku.. karna itu aku kesini untuk berlatih kembali" jawab Julya dengan nada yang rendah dan juga suara yang kecil.

"Ohh.. begitu.. kalau begitu anda boleh ikuti saya kesini" ucapnya pergi ke suatu tempat diikuti Julya dari belakang. "Dia tentara wanita disini baru dilantik jadi komanda 3 anda bisa berlatih dengannya"

"Halo.." wanita berambut bondol itu mengulurkan tangannya pada Julya. Julya pun bersalaman dengannya.

"Fox" ucap Julya.

"Aku tau.. karna kau disini sangat populer kau katanya ingin berlatih.. ikutlah denganku" ucapnya Julya pun mengangguk.

"Kalau begitu saya akan pergi.. selamat bersenang-senang" ucap komandan pria itu lalu pergi Julya pun pergi dari sana mengikuti komandan 3 wanita tersebut.

Disisi lain Davin dengan Theo sedang berdiskusi tentang plat nomor tersebut dari siapa pemiliknya, tinggal dimana dia, orang mana dia, namanya siapa, bagaimana sifatnya, dan berapa isi rekeningnya.

"Dari kecil ia sudah mendapatkan peringkat satu ya rupanya.. anak yang cukup pintar namun aku tidak yakin istri ku suka dengannya" ucap Davin setelah melihat biodata dari seorang Ernest yang baru di temukan.

"Ya.. saya juga tidak yakin madre akan suka dengannya.. menurut saya dia meragukan karna ia hanya memiliki perusahaan kecil seperti ini" ucap Theo.

"Menurutku juga sama" jawab Davin setuju dengan Theo.

"Apa kita culik saja dia dan bunuh dia agar dia tak mendekati kaka?" Suara itu berasal dari atap seorang anak kecil berumur 16 tahun yang wajahnya tertutup bandana berwarna ungu.

"Tidak perlu anata.. kau cukup menjaga kaka mu dan melaporkan apa yang kaka mu lakukan itu saja" jawab Davin anak itu pun mengangguk dan tetap duduk dengan santai di langit-langit rumah dengan satu kaki ia naikan.

Triingg...

Bunyi ponsel berbunyi menandakan ada panggilan, Davin membuka ponselnya dan itu ternyata dari Eve.

Telepon.

"Halo anata"

"Dimana?" Tanya eve dengan suara yang lemah dan juga lembut.

"Ahh.. yeri kenapa kau masih disini? Jemput nyonya di pelabuhan!" Titahnya pada anak buahnya.

"Hm.. aku akan menunggu"

Telepon itu di matikan sepihak oleh eve.

"Nyonya eve akan datang.. persiapkan makanan dan sambut dia dengan baik" ucap Theo pada radio.

"Kita tunggu Eve disini" ucap Davin duduk dengan santai di sofa dengan sebatang rokok.

"Baik papah" jawab Theo dengan tegap berdiri di belakang Davin.

Di pelabuhan Eve menunggu dengan tenang berdiri di pinggir parkiran dengan tangan yang asik menghisap roko ditemani oleh body guardnya yang memegangi payung dari belakang.

Eve wanita yang hanya memakai pakaian kemeja hitam rapih dan jas putih dengan jelana bahan putih rambut ikal berwarna oranye yang ia ikat dengan sedikit rambut yang keluar dari ikatannya di bagian dahi dan juga kaca mata hitamnya, tangan yang dihiasi cincin nikah dan juga jam tangan mahal. Penampilan yang menurutnya sederhana itu berhasil membuat mata tertuju padanya karna pakaian yang formal dan auranya yang sangat keluar.

Sebuah mobil sport hitam bermuatan 4 orang berhenti di hadapan Eve orang itu pun menghadap Eve.

"Selamat siang Nyonya Eve" ucapnya dengan gerakan memberi salap ala-alanya.

"Hm.. siang" jawab Eve singkat.

Pintu mobil dibuka oleh Yeri "Silahkan masuk" setelah Eve masuk dengan buru-buru mereka berdua duduk di bagian depan mobil dan mulai menjalankan mobil.

"Dimana Julya?" Tanya Eve.

"Setahu saya tadi ada pemberi tahuan dari pihak military base katanya nona berada di sana, nyonya" jawab Yeri.

"Hm.. Theo?"

"Kalau tuan Theo bersama dengan Tuan berada di ruang rapat nyonya mereka sedang membicarakan perihal pria yang mengantar nona saat itu, nyonya" jawab Yeri.

"Pria?"

"Kalau tentang pria itu, kita akan bahas setelah kita sampai nyonya" jawab Yeri karna ia juga tak mendengar dengan jelas saat ada di ruang rapat.

"Ternyata.. selama ku pergi ada curut yang mencoba masuk.. yeri.. bisa tolong kau percepat perjalanannya?" Tanya Eve.

"Baik nyonya!" Yeri pun memencet tombol buz agar lebih cepat terlihat dari belakang, kenalpot mengeluarkan api karna Yeri menekat tombol buz tersebut.

Sesampainya di singgah sana kartel Davinchi, Eve di sambut oleh para pelayan dan anggota disana. Eve berjalan dengan perlahan sambil memperhatikan semua.

Davin dengan senyuman menyambut Eve. "Selamat datang anata" ucap Davin menyambut Eve disertai dengan pelukan.

"Tidak ada yang menyuruhmu untuk memeluku, anata" ucap dingin dari Eve.

"Maafkan aku karna lama menjemput mu" ucap Davin meminta maaf karna ia tau Eve seperti ini karna ia terlambat menyuruh anak buahnya untuk menjemputnya.

"Hm.. apa Julya sudah kembali, anata?" Tanya Eve.

"Belum.. dia belum kembali" jawab Davin.

"Bagus.. ini akan menjadi kejutan baginya, kalau begitu aku ingin dengar tentang pria yang mendekati putriku" ucap Eve.

"Kemarilah anata ikuti aku" Davin berjalan lebih dahulu untuk memimpin Eve dan yang lainnya (kecuali pelayan) juga ikut mengikuti Davin keruang rapat.

Mereka membicarakan Ernest dan apa yang akan mereka lakukan padanya tanpa di ketahui seorang gadis kecil mendengar rencana mereka dengan kebingungan apa yang mereka bicarakan namun dengan santai ia duduk bersandar pada tembok dengan boneka yang ia bawa.

Di sisi yang lain pula, di suatu tempat dimana seorang pria duduk di kursi besar suatu ruangan yang terlihat seperti ruangan bos di suatu kantor. Pria itu dengan santai membaca proposal sedangkan orang yang berada di hadapannya hanya bisa menunggu keputusan pria itu lalu ia bisa pergi dari ruangan yang auranya sangat mencekam itu.

"Kenapa nol nya sangat banyak? Kalau dari hitungan saya.. ini seharusnya tidak sebanyak ini, kalau kau salah 1 angka saja bisa-bisa kantor ini bangkrut, tau kamu!?" Bentaknya ia membanting proposal itu ke meja dan membuat pria di hadapannya terkejut. "Buat lagi, kalau kamu masih melakukan kesalahan lagi, tak segan-segan saya akan memecat kamu!"

"Ba-baik pak" ucapnya sambil gelagapan dan mengambil kembali proposalnya lalu ia membungkuk sedikit berpamitan lalu pergi dari sana.

Pria itu kembali duduk tenang dan kembali bekerja. Pria tampan yang terlihat berwibawa karna penampilannya dengan rambut yang ia tata rapih, pakaian formal berjas hitam dan dasi biru tua, disertai kaca mata yang membuatnya tambah tampan. Selain penampilannya yang sangat menggambarkan kalau ia adalah seorang CEO di perusahaan ini, ia juga memiliki paras yang membuat para wanita meleleh akan ketampanannya dari rahangnya yang tegas dan ujung mata yang lancip dan juga matanya yang biru.

Ernesto Eugino Dominico

Nama seorang CEO muda yang tegas itu. CEO yang selalu berkuliah karna tugas akhir semesternya belum juga selesai sampai sekarang, nama aslinya pun ia sembunyikan dengan alasan ia tak ingin ada orang yang tau ia adalah seorang CEO dari perusahaan mobil terkenal.

Sungguh banyak rahasianya yang belum terungkap saat ini.

To Be Contineu