152 Maret!

Sudut Pandang Nuri

Aku duduk di atas kudaku dan memandang ke depan, melihat tembok-tembok tanah liat kota yang runtuh. Memberi ilusi bahwa aku tidak perlu menyerang, aku hanya perlu menunggu tembok-tebok itu hancur.

Ini adalah pertama kalinya aku di sini. Sebelum itu, aku hanya memiliki dua kata untuknya: kemiskinan dan kebiadaban. Tapi aku tidak menyangka kondisinya akan begitu hancur. Di balik Bukit Sunyi terdapat tiga kota kecil. Mereka memiliki angin dan pasir yang sama, juga mata pencaharian warga yang sama. Ada jarak lebih dari seratus mil antara jalan di pegunungan dan gerbang kota. Tak ada tanaman, tak ada ladang gandum, hanya rumpun-rumpun ilalang. Lebih baik tutup mulut ketika angin bertiup, atau kau akan beruntung jika hanya mencicipi pasir.