ash_knight17

'Ketika Julianne Winters memutuskan untuk pindah ke asrama Universitas yang terkenal, dia memiliki segalanya yang sudah direncanakan agar dia bisa menyelesaikan kelulusannya dan meninggalkan tempat itu. Namun rencananya dengan cepat hancur ketika pandangan Roman Moltenore dari tahun terakhir tertuju padanya. Dan penampilannya tidak menunjukkan apa-apa selain MASALAH.

"Aturan apa?" tanya Julianne dengan alis terangkat saat membaca halaman itu. Dia yakin tidak melihat adanya aturan kampus yang disebutkan di situs web mereka.

# 4. Dilarang menggunakan ponsel.
# 12. Mahasiswa dilarang berkeliaran di luar kampus setelah pukul sebelas malam.

Semakin dia membaca, semakin aneh jadinya. Temannya membalik halaman dan kemudian menunjuk ke aturan terakhir # 29. Dengarkan Roman Moltenore.

"Ini dibuat-buat. Lihat, aturan terakhir bahkan ditulis dengan pensil." Julianne tidak percaya teman dari kamar sebelahnya berpikir dia akan tertipu olehnya. "Dan tidak ada ponsel?"

"Penting bagi kamu untuk mematuhi semua aturan. Terutama nomor dua puluh sembilan," kata gadis itu dengan nada serius. "Ingatlah untuk tidak terlibat dengan Roman. Jika kebetulan kamu melihatnya, larilah ke arah yang berlawanan. Ada alasan kenapa ini dituliskan di sini."

Dengan aturan kampus, dia beralih mengirim surat tulisan tangan kepada pamannya. Tapi siapa sangka itu bakal jatuh ke tangan orang lain!'

Surat untuk Romeo

Berdiri di depan bangunan besar itu, Julie memandangi dinding luar perpustakaan. Beberapa siswa berjalan melewatinya masuk ke dalam, dan beberapa keluar dari bangunan. Sejak kemarin, dia sedikit khawatir tentang bagaimana reaksi Roman selama sesi belajar mereka. Namun lebih dari aksinya, itu adalah reaksi yang dia bangkitkan dalam dirinya, yang membuat kerutan khawatir di wajahnya.


Namun mengingat sesi belajar sebelumnya mereka, di mana dia hanya fokus mengajarnya, Julie masuk ke dalam perpustakaan dan menaiki tangga dengan buku teks di tangannya.


Ketika Julie sampai di ujung rak, dia melihat Roman sudah duduk di ujung bangku dengan tangan kirinya bersandar di pegangan. Dia meletakkan pergelangan kakinya di atas kaki lainnya, memandang orang-orang yang berada di lantai bawah sambil mengunyah permen karet. Seolah bisa merasakan kehadirannya, kepalanya berbalik, dan dia memandangnya.


Untuk membuatmu diam