Nama saya Alicia Roselyn Von Heist. Saya adalah anak ketiga dan putri termuda dari Raja Alvannia yang sedang berkuasa, Edward Von Heist. Saya memiliki dua kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Saya satu-satunya anak yang tidak sah.
Ibu saya adalah seorang pembantu di istana. Ayah saya, sang raja, terpikat oleh kecantikannya. Ia memiliki rambut pirang platin dan mata berwarna perak. Semua ciri-ciri itu saya warisi.
Ibu saya diusir dari istana oleh ratu setelah mengetahui hubungan ayah saya dengan ibu. Beberapa bulan kemudian, ia mengetahui bahwa ia hamil saya.
Ia membesarkan saya sendirian. Kami menjalani kehidupan yang sederhana dan miskin di luar istana, tapi kami bahagia. Namun suatu hari semuanya berubah ketika ibu saya sakit.
Saya berusia lima tahun saat itu, masih seorang anak kecil. Ibu saya terbaring sakit dan nyawanya perlahan menghilang di depan mata saya. Saat itulah dia datang, ayah saya, sang raja.
Ibu saya memohon kepada ayah saya untuk menerima saya sebagai anaknya karena dia akan meninggal karena penyakit. Saya masih ingat kata-katanya.
**
"Yang Mulia, Alicia juga adalah putri Anda," kata ibu saya dengan air mata berlinang di wajahnya. Ia terengah-engah seolah-olah oksigen susah masuk ke paru-parunya. "Saya tidak memiliki banyak waktu di dunia ini. Tolong jaga dia, saya mohon pada Anda."
"Ibu tidak... Tolong jangan tinggalkan saya," saya menangis keras di samping tempat tidurnya.
**
Karena ini adalah keinginan terakhir ibu saya, ayah saya akhirnya setuju. Saya melihat nafas terakhir ibu saya dan dunia saya hancur berkeping-keping setelah itu. Hari itu ayah saya membawa saya ke istana sebagai putri 'angkatnya'.
Setelah tiba di istana, saya mengetahui bahwa saya memiliki dua kakak perempuan. Veronica, yang dua tahun lebih tua dan Elizabeth, yang satu tahun lebih tua daripada saya. Saya juga memiliki adik laki-laki, Richard, yang dua tahun lebih muda daripada saya.
Kehidupan saya di istana tidaklah mudah. Dua kakak saya suka membully saya, ibu tiri saya, sang ratu, melakukan segala cara untuk membuat hidup saya sulit. Begitu juga ayah saya, sang raja tidak peduli terhadap saya.
Hanya ada dua orang yang baik kepada saya, adik laki-laki saya Richard, yang selalu di sisi saya bermain dengan saya dan Jenderal Robert, kakek dari saudara tiri saya dan ayah dari ibu tiri saya, sang ratu.
Sembilan tahun telah berlalu dan hidup di istana sebagai putri ketiga tidaklah mudah. Rakyat kerajaan Alvannia tidak banyak tahu tentang saya. Saya tidak dapat menghadiri pesta dan ball bersama saudara-saudara saya. Saya adalah putri Alvannia yang terlupakan.
Namun itu berubah ketika hari ulang tahun saya yang ke-14 tiba. Ada kebiasaan bahwa seorang putri dari keluarga kerajaan harus diperkenalkan kepada publik, maka dari itu sebuah grand ball diadakan di istana. Semua keluarga kelas atas dari kerajaan Alvannia diundang untuk alasan tersebut, mencari calon pasangan yang cocok untuk putri kerajaan. Bahkan kerajaan tetangga diundang untuk menghadiri.
Jenderal Robert telah bertengkar dengan ayah dan ibu tiriku untuk memberiku adat kerajaan yang diberikan kepada putri keluarga kerajaan, dia bilang itu adalah hak kelahiran saya. Meskipun kakek Robert bukanlah darah daging saya, dia telah mencintai saya seperti cucu perempuannya sendiri.
Setelah banyak protes dan pertengkaran, ayah saya akhirnya setuju. Dan hari grand ball pun tiba. Saya mengenakan gaun cantik berwarna biru kerajaan yang menonjolkan rambut pirang platin dan mata perak saya. Ini adalah pertama kalinya saya mengenakan gaun yang cantik.
Melihat cermin saya begitu berbeda dari diri saya yang biasa. Biasanya saya memakai pakaian bekas kakak perempuan saya. Mereka memberi saya gaun yang sudah ketinggalan zaman dan memudar. Saya tidak memakai make up dan rambut saya selalu diikat cepol atau ekor kuda. Saya tidak bisa mengalahkan saudara perempuan saya dalam kecantikan, saya harus selalu terlihat normal dibandingkan mereka.
Tapi sekarang saya terlihat begitu cantik. Rambut saya diatur dengan hiasan rambut yang indah. Saya mengenakan make up dan perhiasan. Seolah-olah saya melihat orang asing dan bukan diri saya sendiri.
'Ketuk ketuk' ada ketukan di pintu.
Pintu terbuka dan seorang pelayan masuk dan membungkuk di hadapan saya.
"Yang Mulia, semua tamu telah tiba. Yang Mulia raja telah memanggil Anda," kata pelayan itu.
"Saya mengerti. Saya akan segera ke sana," kata saya kepadanya.
Saya melihat ke wanita muda di cermin sekali lagi dan mengambil napas dalam-dalam.
Saya mengangkat rok saya dan keluar dari pintu.