Arvid terhuyung-huyung, darahnya mendidih karena energi yang terperangkap di dalam tubuhnya. Gua yang sebelumnya sunyi kini dipenuhi dengan gemuruh yang datang dari kedalaman bumi, seakan seluruh dunia sedang bergetar. Cahaya biru kehijauan dari cincin di jarinya kembali meredup, sementara sisa-sisa kekuatan yang mengalir di dalam dirinya terasa semakin tak terkendali.
Lina berdiri di sampingnya, menatapnya dengan kecemasan. "Arvid, kita harus pergi sekarang. Ini belum selesai. Kegelapan itu—itu belum pergi."
Arvid menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan napasnya yang terengah-engah. "Aku tahu," jawabnya pelan, "Tapi aku… aku tidak tahu berapa lama aku bisa menahan ini. Semakin lama, semakin besar kekuatan ini menguasai tubuhku."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara yang dalam dan menggema kembali terdengar. "Tidak ada yang bisa melarikan diri, Arvid," suara itu bergetar di udara, mengisi ruang gua dengan ancaman yang menakutkan. "Dunia ini sudah terpecah. Dan kalian—kalian adalah bagian dari kehancuran itu."
Arvid mengangkat kepalanya, matanya berkilat dengan tekad. "Aku tidak akan membiarkanmu menang," serunya. "Kegelapanmu tidak akan menguasai dunia ini."
Namun, bayangan itu kembali muncul, lebih besar dan lebih mengerikan daripada sebelumnya. Wajahnya terbentuk dari kegelapan yang bergerak, matanya merah menyala seperti api yang membara. "Kamu sudah membuka pintu, Arvid," suara itu semakin mengerikan. "Sekarang kamu harus membayar harga untuk itu."
Arvid merasa tubuhnya semakin lemah, seolah seluruh energinya terkuras habis oleh kekuatan yang berusaha menguasainya. "Lina... Aku… Aku tidak bisa melawan ini lebih lama lagi," bisiknya, matanya penuh dengan rasa takut yang begitu dalam.
Lina, yang masih memegang erat tangan Arvid, menggelengkan kepalanya. "Jangan bicara seperti itu! Kita masih bisa melawan! Kita harus terus berjuang. Ini bukan hanya tentang kamu, Arvid. Ini tentang seluruh dunia!"
Arvid melihat Lina dengan tatapan penuh kebingungan, kebingungan yang datang dari dalam dirinya, yang merasa terpecah antara kehendak untuk bertahan hidup dan rasa takut yang semakin menekannya. "Tapi bagaimana caranya, Lina? Apa yang bisa kita lakukan kalau kekuatan ini lebih kuat daripada apa pun yang pernah kita bayangkan?"
Lina mengunci pandangannya dengan penuh keyakinan. "Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Kamu lebih kuat dari ini, Arvid. Kegelapan hanya menang kalau kita menyerah. Tapi kamu… kamu tidak akan menyerah."
Dengan kata-kata itu, Arvid merasakan secercah harapan kembali membara di dalam dirinya. Lina tidak hanya berbicara tentang kekuatan fisik, ini tentang kekuatan pilihan, kekuatan hati. Arvid tahu, meskipun kegelapan ini begitu kuat, ia masih memiliki kendali atas dirinya sendiri.
"Baiklah," katanya pelan, suaranya bergetar tapi penuh tekad, "Aku memilih untuk bertarung. Aku tidak akan membiarkan dunia ini hancur."
Tiba-tiba, dengan sebuah ledakan energi yang menggelegar, Arvid merasakan tubuhnya dipenuhi oleh cahaya biru yang menyilaukan. Itu bukan hanya kekuatan dari cincin di jarinya, tetapi kekuatan dalam dirinya sendiri yang kini bangkit. Cahaya itu bukan hanya murni dan kuat—tetapi juga penuh dengan harapan yang tak pernah padam.
Bayangan itu terhuyung, terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Arvid. "Kamu… bagaimana mungkin?" suara itu bergema, kini penuh dengan kebingungan dan rasa takut.
Arvid berdiri tegak, tubuhnya berlumuran cahaya biru, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. "Aku memilih jalan yang berbeda," jawabnya, suaranya penuh dengan keyakinan. "Aku tidak akan menjadi bagian dari kegelapan ini. Aku akan menghentikanmu."
Namun, bayangan itu tidak menyerah begitu saja. Dengan satu gerakan, ia melancarkan serangan besar yang memancarkan kegelapan luar biasa. Arvid merasakan kekuatan itu berusaha menyeretnya ke dalam, namun ia menahan diri. Cahaya biru di dalam dirinya semakin bersinar, seolah menentang segala kekuatan gelap yang ada.
"Arvid!" Lina berteriak, berlari ke arahnya, siap membantu. "Kita harus melawan bersama!"
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, sebuah suara terdengar, lebih dalam, lebih mengerikan. "Tidak ada yang bisa melawan takdir, Arvid. Kegelapan akan menguasai semuanya. Kalian akan menjadi bagian dari kehancuran ini."
Arvid merasakan tubuhnya bergetar hebat, namun ia tahu satu hal pasti. "Aku tidak akan membiarkan dunia ini terpecah," jawabnya keras, menegaskan keberadaannya. "Takdirku bukan milikmu. Dunia ini tidak bisa melindunginya."
Tiba-tiba, seberkas cahaya yang lebih terang dari sebelumnya meledak dari tubuh Arvid, menciptakan gelombang energi yang menghantam bayangan itu dengan kekuatan luar biasa. Kegelapan itu menderita, mengerang dalam kebencian yang tak terhingga.
Namun, walaupun bayangan itu terhuyung dan hampir hancur, Arvid tahu bahwa ini bukan akhir. Sesuatu yang lebih besar dan lebih menakutkan sedang menunggu di luar sana, di luar pertempuran ini. Dunia ini memang terpecah, tetapi kegelapan masih bersembunyi di setiap sudut, menunggu saatnya untuk kembali.
Ketika Arvid berdiri di tengah cahaya yang menyilaukan, ia tahu bahwa meskipun kegelapan mundur untuk sementara, bahaya yang lebih besar akan segera datang. Apakah ia dan Lina akan cukup kuat untuk menghadapi kehancuran yang semakin dekat? Atau apakah takdir mereka akan terjalin dengan kegelapan yang tak terhindarkan? Dunia yang terpecah menanti mereka bahkan waktu mereka semakin habis.
**
Cahaya biru yang mengelilingi Arvid memudar, meninggalkan hanya sisa-sisa sinar yang redup di udara. Tubuhnya masih bergetar hebat, lelah setelah pertarungan yang sangat berat. Ia bisa merasakan darahnya mengalir lebih cepat, seakan setiap detakan jantungnya beradu dengan waktu. Namun, di tengah kelelahan dan kegelapan yang masih menghantui pikirannya, ia tahu satu hal jika pertempuran ini belum selesai.
Lina berdiri di sampingnya, napasnya terengah-engah. "Arvid, kita harus pergi. Ini belum selesai, dan kita terlalu dekat dengan kehancuran." Suaranya bergetar, namun ada tekad yang kuat di dalamnya. Ia tahu bahaya yang mengintai mereka semakin nyata, semakin mendekat.
"Ke mana kita bisa pergi, Lina?" jawab Arvid, suaranya terdengar penuh keputusasaan, namun juga rasa tekad yang mendalam. "Kegelapan itu bisa menemukan kita di mana saja. Dan apa yang kita lakukan setelah ini? Dunia sudah terpecah. Tidak ada tempat yang aman."
Lina menggigit bibirnya, mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi ada sesuatu yang lebih besar di luar sana yaitu sesuatu yang mungkin bisa membantu kita. Kita harus menemui seseorang, Arvid. Seorang yang tahu bagaimana mengalahkan kegelapan ini."
Arvid menatap Lina, rasa curiga mulai muncul di dalam dirinya. "Siapa dia? Apa yang bisa dia lakukan? Dan apakah kita benar-benar bisa mempercayainya?"
Lina menghela napas, sepertinya berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Dia bukan orang biasa, Arvid. Dia seorang penyihir kuno yang hidup berabad-abad yang lalu. Dia tahu tentang kegelapan ini lebih dari siapapun. Dia bisa menunjukkan kita cara untuk menghentikannya atau setidaknya memberi kita kesempatan untuk melawan."
Arvid merasa ragu. Bagaimana mungkin seorang penyihir kuno, yang mungkin sudah lama terlupakan oleh dunia, bisa memberi mereka harapan? Namun, dia tahu bahwa mereka tidak punya banyak pilihan. Kegelapan itu tidak akan berhenti, dan mereka harus terus berjuang. "Baiklah, Lina. Kita akan mencarinya. Tapi kita harus cepat."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara yang berat dan mengerikan kembali terdengar, menggetarkan tanah di bawah kaki mereka. "Kalian pikir kalian bisa lari dariku?" Suara itu bergema, semakin dekat. "Tidak ada tempat yang aman dari kegelapan. Tidak ada yang bisa menghindari takdir mereka."
Arvid menggertakkan giginya, tubuhnya masih terasa lemas, namun keberanian kembali menyala di dalam dirinya. "Kita harus pergi sekarang, Lina!" teriaknya, menggenggam tangan Lina erat. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"
Dengan satu langkah cepat, mereka berlari, berusaha meninggalkan tempat itu. Namun, bayangan itu, meskipun terhuyung setelah pertempuran sebelumnya, tampaknya masih memiliki kekuatan yang cukup untuk mengejar mereka. Arvid bisa merasakan bayangan itu semakin mendekat, semakin mengintai, siap melumat mereka dalam kegelapan yang tak terhindarkan.
Saat mereka berlari melewati gua yang gelap, Lina tersandung dan hampir terjatuh, namun Arvid menariknya dengan cepat, menjaga agar mereka tetap bisa bergerak. "Lina, jangan berhenti!" serunya, meskipun napasnya sudah hampir habis.
Lina menatapnya dengan rasa cemas yang mendalam. "Arvid, kita harus mencari tempat untuk berlindung. Kegelapan itu akan terus mengejar kita."
Arvid mengangguk, namun pikirannya dipenuhi kebingungan. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Kemana mereka bisa pergi?
Tiba-tiba, Lina berhenti di sebuah persimpangan dalam gua, menatap ke arah jalan yang gelap. "Ada jalan ke sana," katanya, menunjuk ke sebuah celah sempit yang tampaknya menuju ke luar gua. "Aku rasa itu bisa menjadi jalan keluar."
Tanpa ragu, mereka berlari menuju celah tersebut, dan akhirnya keluar dari gua yang semakin terasa menyesakkan. Namun, mereka tidak bisa merasa aman. Di luar, dunia yang terpecah terbentang di depan mereka, langit gelap dan penuh dengan kilatan petir yang memecah kesunyian malam.
Arvid menatap sekelilingnya, merasa ketakutan yang mendalam. Dunia ini telah berubah. Tidak ada lagi tempat yang aman.
"Tapi kita harus terus bergerak," kata Lina, menarik Arvid untuk melangkah lebih jauh. "Penyihir itu mungkin berada di tempat yang sangat jauh, Arvid. Kita harus cepat."
Saat mereka melangkah lebih jauh, sebuah ledakan suara besar menggemuruh dari belakang mereka, membuat tanah bergetar hebat. Arvid menoleh, dan untuk sekejap, ia melihat bayangan itu melayang di udara, bergerak semakin cepat. Kegelapan itu masih mengejar mereka, dan kali ini, lebih kuat dari sebelumnya.
"Apa yang harus kita lakukan, Lina?!" teriak Arvid, panik.
Lina menatapnya dengan wajah penuh tekad. "Kita tidak bisa lari selamanya. Tapi jika kita bisa mencapai tempat itu, maka tempat penyihir itu akan kah mungkin kita bisa menghentikan semua ini."
Mereka berlari tanpa henti, tidak tahu seberapa jauh mereka harus pergi. Mereka tahu bahwa takdir dunia terletak di tangan mereka sekarang. Namun, seiring dengan langkah mereka, ada satu hal yang terus menghantui Arvid yakni waktu semakin habis, dan mereka semakin dekat dengan batas kekuatan mereka.
Apakah mereka akan cukup cepat untuk menemukan penyihir itu? Dan jika berhasil, apakah penyihir itu benar-benar bisa membantu mereka melawan kegelapan yang semakin merajalela? Dunia yang terpecah menunggu mereka, dengan takdir yang lebih besar sedang menanti.
Dengan kegelapan yang semakin mendekat dan waktu yang semakin habis, Arvid dan Lina hanya bisa berharap bahwa perjalanan mereka menuju tempat penyihir kuno akan memberikan jawaban. Namun, di belakang mereka, bayangan itu semakin mendekat, dan dunia yang terpecah semakin terlihat nyata. Akankah mereka berhasil menemukan harapan di tengah kegelapan yang tak terhindarkan?
**