Tua Li gemetar karena marah, menggenggam bibit rumput layu di tangannya saat ia menunjuk dan mengutuk Wang Dalai.
"Kau tua bangka, hentikan omong kosongmu," teriaknya, "Bagaimana kalau aku saja yang mencabut tanaman obatmu? Siapa berani menyentuhku, huh?"
Wang Dalai, dengan tatapan sombong di matanya, menampar wajah Tua Li dengan tangan terbuka.
Pukulan itu mengirim Tua Li jatuh ke tanah.
"Wang Dalai, apakah kamu ini masih manusia? Tua Li hampir tujuh puluh tahun, bagaimana kamu bisa memukulnya seperti itu?" para penduduk desa segera membantu Tua Li berdiri.
"Ini memang si tua bangka ini yang saya pukul, kenapa?"
"Plak, plak, plak!"
Sebelum Wang Dalai selesai berbicara, sosok lain melesat masuk ke kerumunan, menarik kerah bajunya, dan, dengan ayunan kiri dan kanan, menamparnya selusin kali sebelum berhenti.
Kepala Wang Dalai terus berayun ke samping, dan tak lama dia pusing dan melihat bintang.
Wajah tembemnya membengkak seperti kepala babi.