First Day

Malam Pertama

"Untuk semua orang yang sudah berkumpul, harap menduduki kursi sesuai nomor. Permainan ini berisikan enam belas orang, yang itu berarti terdapat delapan pasangan. Silakan memasuki kamar yang sudah tertulis di masing-masing kartu akses." suara moderator entah darimana.

Kanade melirik kartu aksesnya, takut diintip peserta lain.

Ia juga mendapatkan tempat tinggal yang layak selama mengikuti permainan ini.

Lantai empat, kamar nomor satu.

Ia segera menaiki tangga melingkar. Tempat ia pijak sekarang seperti penthouse dengan gaya tahun 90an. Dengan lorong yang remang-remang ia berusaha menemukan nomor kamarnya. Pintu terbuka secara otomatis ketika Kanade menunjukkan kartu aksesnya. Ruangan yang cukup luas terhampar di matanya. Lengkap dengan ruang tamu yang sempit, kamar tidur dan dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi.

Yang membuat Kanade terkejut adalah hanya ada satu tempat tidur.

Pasangannya masih belum datang. Jadi Kanade akan sedikit bersantai dengan duduk di sofa sambil meratapi nasibnya mengapa ia memilih mengikuti permainan ini.

"Sial, sial, sial!" ia mengacak rambutnya asal. "Aku menyesal..."

Seharusnya ia tidak tergiur dengan penawaran itu. Ia adalah seorang pekerja biasa yang sudah memiliki pacar. Mereka berpacaran sejak kuliah. Karena Kanade merantau, ia tidak bisa terus-terusan bersama kekasihnya itu. Setahun setelah mendapatkan pekerjaan ia kembali, betapa terkejut ketika mengetahui pacarnya telah hamil. Di tengah keterpurukannya, Kanade mendapatkan tawaran dari seorang pedagang kaki lima. Ia menerima seperti sebuah golden ticket. Buru-buru lelaki itu menaiki taksi menuju alamat dan dirinya tidak menyangka, sebuah penthouse terbengkalai di Jepang ini mempertemukannya dengan para pemain dari seluruh dunia. Permintaan dari Kanade Hara cukup simpel, ia hanya ingin menjaga hubungan orang yang dicintainya. Jika ia ingin permintaanya itu terkabul maka ia bisa mengikuti dan memenangkan permainan Tethered Souls ini, syaratnya jika ia kalah, maka ia harus mampus menghadapi konsekuensi, yaitu: hidup dalam pengorbanan.

Tok tok.

Kanade membukakan pintu dan menemukan wanita mungil berdiri didepannya.

"Apakah Anda pasangan saya?"

Wanita itu mengangguk.

Kanade mempersilahkannya masuk dan duduk.

"Maaf tidak menyiapkan apapun. Saya sendiri juga baru sampai…" katanya sambil menggaruk-garuk rambut.

Wanita itu buru-buru menggelengkan kepala seperti mengatakan, "Tidak apa-apa."

"Jadi, siapa nama Anda?"

Wanita itu menunjukkan kartu aksesnya.

"Nona... Pandora Roscoe?"

Pandora tersenyum dan mengangguk.

"Jadi tujuan Anda mengikuti permainan ini karena ingin menghapus kebencian ya?"

Pandora memalingkan wajah dan mengangguk kecil.

"Tidak perlu malu Nona Pandora, saya juga mempunyai tujuan disini. Saya akan menunjukkannya karena Anda adalah pasangan saya." Kanade memberikan kartu aksesnya.

Pandora membaca dalam hati. Alih-alih mengetahui tujuannya, Pandora melihat gambar tulang-tulang. Dan peran Kanade adalah–

Cannibal.

Pandora menatapnya.

"Tidak apa-apa Nona Pandora, saya tidak akan memakan Anda," katanya dengan bercanda. Tangannya menangkup kedua tangan sang Puan dan menatapnya lekat-lekat. "Dengan peran saya sebagai Cannibal dan Anda yang seorang Judge. Kita pasti bisa memenangkan permainan ini. Para Villain tidak bisa membunuh saya, sedangkan saya bisa membunuh mereka. Di pagi hari, Anda yang seorang Judge bisa mengeksekusi atau bahkan menghakimi mereka. Dengan begitu kita akan menang!"

Pandora tersenyum sampai matanya tak terlihat.

"Nona, dengarkan strategi saya. Saya akan menahan rasa lapar saya selama tiga atau empat hari. Selama itu saya akan menjaga Anda, jadi Anda tidak perlu takut jika Villain datang kemari."

Pandora mengangguk mantap. Matanya yang berbinar seolah-olah mengucapkan, "Terimakasih."

"Tetapi saya juga membutuhkan informasi untuk bisa memenangkan permainan ini. Izinkan saya untuk keluar selama satu atau dua jam untuk itu, bolehkah?"

Pandora mengangguk.

"Baiklah, saya berangkat." Kanade memakai mantel panjangnya. "Saya akan mengetuk pintu selama lima kali sebelum masuk, karena itu adalah pelafalan nama saya yaitu, Kanade Hara. Tolong ingat nama saya Nona, dan jangan lupa, lima ketukan."

Pandora mengangguk mengerti dan melambaikan tangan. Bersamaan dengan itu, Kanade sudah hilang bersamaan dengan bunyi pintu yang berderit.

Pria itu berjalan di sepanjang lorong dan menuruni tangga menuju lantai 3. Samar-samar mencium bau daging dari kamar nomor 4. Kakinya mengendap-endap dan menguping.

"Kinthrin, cepatlah makan daging ini!"

"Tidak mau! Aku sudah memakannya dua potong tadi."

"Tidak apa Kinthrin, aku begini karena ingin melindungimu dari serangan Villain dan Solo."

Villain dan Solo? Itu berarti mereka adalah Villager.

"Cukup Felde! Rasanya aku ingin muntah hanya dengan melihat daging-daging itu. Buang saja!"

Pintu terbuka dan Kanade nyaris jatuh.

"Oh, hei. Kemarilah."

Wanita bernama Kinthrin itu tidak menaruh curiga padanya sama sekali.

"Terimalah daging ini. Ini akan melindungimu dari serangan Villain dan Solo. Berikan juga pada pasanganmu!" Setelah itu menggebrak pintunya.

Wanita itu memberinya 4 potong daging.

Daging itu terlihat enak, dan mereka menerimanya secara gratis, tetapi tentu saja, empat terlalu banyak.

Lagipula aku tidak memakan ini. Aku akan memberikan semuanya ke Nona Pandora.

Kanade memutuskan untuk kembali. Ia sudah mendapatkan informasi, dan makanan. Tentu saja, ia sedikit mengkhawatirkan Pandora.

Ia melewati kamar nomor 4, kemudian kamar nomor 3 yang kosong dan berjalan lurus tanpa memedulikannya menuju kamarnya. Saat melewati kamar nomor 2 langkahnya dicegat oleh seorang laki-laki bertubuh besar.

"Bolehkah aku membayar untuk daging itu?"

"Oh, daging ini? Kau boleh mengambilnya secara percuma."

"Benarkah? Terimakasih. Aku sangat menghargainya."

Ia mengambil sepotong daging.

"Hanya satu? Kau boleh mengambil separuhnya."

"Tidak, ini cukup."

Kanade menatapnya lamat. "Untuk pasanganmu ya?"

Selama beberapa detik mereka saling bertatapan.

"...ya, begitulah."

Kanade tersenyum. "Tidak apa, aku sendiri juga begitu. Aku tidak memakan ini, melainkan aku berikan semua kepada pasanganku."

"Aku Kanade Hara, siapa namamu?" lanjutnya.

"Krov Krasavets."

Jadi dia orang Rusia? Pantas saja tubuhnya sangat besar.

"Baiklah Krov, izinkan aku undur diri karena aku telah meninggalkan pasanganku terlalu lama."

"Dimana kamarmu, Orang Jepang?"

"Itu."

Dan ekspresi Krov seperti mengatakan, "Astaga."

Sesuai janjinya, Kanade mengetuk pintu sebanyak 5 kali. Dan selanjutnya Pandora membukanya.

"Ayo cepat-cepat masukkk," Kanade mendorong Pandora yang kebingungan.

"Lihatlah Nona Pandora, saya membawa sesuatu untuk Anda."

Pandora menelengkan kepala kebingungan.

"Tadaaaa!!" seru Kanade sambil menunjukkan dua buah daging yang masih mentah.

Bibir Pandora membentuk huruf 'O' yang lebar sambil bertepuk tangan kecil seperti mengatakan, "Waahhh."

"Cepat masak dan makan ini, Nona. Daging ini memiliki kekuatan untuk melindungi Anda dari serangan Villain."

Pandora menunjuk Kanade dan hendak mengatakan, "Bagimana denganmu?"

Kanade tersenyum lembut. "Saya tidak perlu. Saya kan kuat."

Dan Pandora terkekeh sambil menutup bibirnya.

Ketika membelakanginya, wanita itu mengetuk bahunya sebanyak 3 kali. Dia menutup mata sendiri dengan kedua tangan.

"Apa maksud Anda–"

Pandora kemudian menutup kedua matanya, dan dengan sedikit berjinjit menuntun Kanade yang lebih tinggi menuju balkon.

"Wah, Anda yang menyiapkan semua ini?"

Pandora mengangguk-angguk.

Sebuah meja biasa yang dirangkai sedemikian rupa dengan menggunakan vas bunga dan lilin aromaterapi. Disisi sebelah kanan terdapat piring lengkap dengan garpu, pisau, dan serbet.

Semerta-merta Pandora memaksanya duduk.

Kemudian wanita itu berlari dan kembali lagi dengan sebuah teflon besar. Dia menumpahkan spagetinya disana. Setelah itu duduk dihadapan Kanade, menumpu dagunya dengan kedua tangan dan mengatakan, "Makanlah."

Kanade terkekeh. "Ini benar-benar manis Nona Pandora. Terimakasih." Namun, karena ia berdarah Jepang, Kanade tidak ahli dengan garpu.

Pandora yang melihat kesulitan Kanade mencoba untuk meraih garpu itu pelan-pelan. Kemudian dengan anggun memutar garpu diatas tumpukkan spageti dan kemudian berhenti didepan bibir Kanade.

Kanade menerima suapan yang tiba-tiba itu. Sambil menahan rasa malu.

"Dengarkan ini dengan seksama Nona Pandora. Karena ini adalah jalan kita menuju kemenangan," kata Kanade sambil menggosok-gosok rambut wanita itu dengan jari. Saat ini ia tengah membantu Pandora mencuci rambutnya. Sesi makan malam mereka telah berakhir beberapa menit yang lalu.

"Pasangan Kinthrin Shesta dan Felde Dettmer adalah Villager. Mereka yang memberiku daging itu. Mereka tinggal di lantai 3 kamar nomor 4. Dan Krov Krasavets beserta pasangannya, mereka tetangga kita, kamar sebelah, sepertinya mereka juga Villager." katanya sambil mengusap-usap rambut Pandora yang basah dengan handuk, setelah laki-laki itu membantunya mencuci rambut.

"Anda sudah memakan daging itu kan?"

Pandora mengangguk.

"Baiklah, daging itu akan melindungi Anda dari serangan apapun malam ini."

Pandora menunjuk Kanade.

Kanade tertawa, "Sudah saya bilang, saya tidak akan memakan Anda." katanya mengusap-usap rambut wanita itu.

Pandora berdiri dan keluar dari kamar mandi, sebelum itu ia menunduk guna mengucapkan terimakasih karena Kanade telah membantunya mencuci rambut tadi. Kanade mematung di bak mandi selama lebih dari satu menit. Sekarang ia memikirkan bagaimana jika dirinya memakan Pandora, dalam arti lain.

***

Pagi Pertama

"Heii Kroovvv, apakah kau melihat Pandora?"

"Bukankah itu yang disana?"

Kanade melihat dari balik tubuh Krov yang besar. Kemudian menghembuskan nafas lega.

"Aku khawatir sekali, dia langsung menghilang setelah aku mengunci pintu."

"Jangan khawatir, dia bersama pasanganku," katanya polos.

"Yang kecil itu?" tunjuknya pada seorang remaja yang seperti baru memasuki usia 17 tahun.

"Yah, namanya Perla. Dia agak kekanakan."

Seketika Kanade ngeri, anak sekecil itu berpasangan dengan Krov yang besar dan… kira-kira sudah berkepala tiga? Itu tidak masuk akal.

"Kau harus menjaga dia, Krov."

"Yap. Dan aku tahu apa maksudmu. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang aneh-aneh."

Tiba-tiba seorang laki-laki berwajah lesu bergabung dengan mereka. Membuat Kanade serta Krov bertatap mata dan seperti berkomunikasi.

Kanade menyadari sesuatu.

Eh? Bukannya dia tukang daging itu?

"Namamu Felde?" kata Kanade.

"Bagaimana kau tahu…?" bahkan nadanya juga sangat lemah.

"Yah… aku sempat mendengar seseorang memanggilmu dengan nama itu," Kanade menggaruk kepalanya. "Mumpung sudah begini bagaimana kalau kita berteman saja?" Kanade menyatukan tangan Krov dan Felde.

Krov adalah orang yang menarik tangannya terlebih dahulu saat melihat orang-orang berdatangan dan berkumpul di ruang tengah.

"Aku setuju. Setidaknya salah satu dari kita masih hidup dan menjalankan aktivitas tanpa perlu menghadapi konsekuensi."

Kanade berpikir. Itu juga benar. Tidak mungkin ketiga-tiganya dari mereka masih hidup bahkan setelah memainkan permainan gila ini.

Lonceng berbunyi dan semua orang duduk sesuai kemauan mereka. Kanade terpisah dengan Pandora, sedang wanita itu bergerombol dengan Kinthrin dan Perla.

Fase Diskusi:

Tiba-tiba seseorang duduk diatas meja sambil sambil berlagak seperti mafia yang hendak memesan martini. Kanade langsung memvonis jika orang ini norak.

"Namaku adalah Apoline Toussaint. Aku adalah seorang Gambler dan aku bertaruh tadi malam, dan bisa kau tebak?"

Kanade bertatap mata dengan Krov yang kebetulan juga menatapnya, mereka seperti mengatakan, "Orang ini agak aneh."

"Kau… mendapatkan uang?" Shēng Yuē, salah satu peserta permainan ini yang berasal dari negeri Tirai Bambu menjawab.

"YAAAPP, aku menebak untuk peran Nona Jemima dan mendapatkan perunggu batangan, Nona Jemima adalah Villager."

Semua orang bernafas lega.

Orang asing yang tiba-tiba menyatakan perannya sebagai Mortician juga ikut berdiri.

"Namaku Dhene Eikeiser, aku adalah seorang Mortician. Tetapi aku tidak bisa memberikan informasi apapun kepada kalian karena tidak ada orang yang aku otopsi tadi malam."

"Jadi sia-sia saja kau mengungkapkan peranmu?" Seorang wanita dengan logat Rusia berkata.

"Tidak. Tujuanku mengungkapkan agar Villain atau Solo tidak mengklaim peranku, dan kalian para Villager tidak mencurigaiku."

Dia pintar juga.

Ini sebuah informasi baru untuk Kanade, dan juga semakin memudahkan jalannya untuk menang.

Tatap matanya bertemu pandang dengan Pandora dan wanita itu mengangguk bagaikan mengerti apa yang dimaksud Kanade.

Fase diskusi sudah berakhir, tetapi matahari masih berdiri gagah di tempatnya dan membuat semua orang mau tidak mau harus tetap terjaga.

Dari kejauhan, Kanade mengawasi Pandora yang bermain dengan Perla dan Kinthrin.

Ia tidak berbaur dengan yang lain karena selain Felde, wajah Krov juga nampak suram.

"Kurasa Perla tidak menyukaiku."

"Kenapa?" Perhatian Kanade tidak sepenuhnya ia alihkan ke Krov yang sedang curhat.

"Aku tidak mengerti. Mungkin karena pasangannya adalah pria tua yang membosankan." Ia mendesah kecewa.

"Jangan sedih, Krov. Pelan-pelan Perla pasti menurunkan rasa waspadanya padamu."

"Menurutmu itu rasa waspada?"

"Tentu saja. Dia tidak membencimu pun tidak menyukaimu. Tapi dia menjaga jarak denganmu. Apa lagi kalau bukan waspada?"

Sementara kedua orang itu mencari solusi, Felde menatap lurus kearah Pandora.