Resonansi yang Terlupakan
Langit di atas benua Astrya memucat—bukan karena siang datang terlalu cepat, tapi karena atmosfer mulai retak. Sebuah dungeon anomali muncul di wilayah bernama Kravos Expanse, tanah mati yang pernah ditinggalkan setelah pecahnya medan dimensi tiga tahun lalu.
Tim perwakilan Bumi dikirim ke sana sebagai ujian misi skala tinggi: Ryuta, Lucas, Reina, Akira Rotaxr, dan Alicia ar Rexya.
Dari dalam helikopter militer udara, tanah yang dulu subur kini tampak seperti gurun abu yang dilintasi oleh retakan bercahaya ungu. Di tengahnya berdiri dungeon baru—tinggi, bengkok, seperti tusukan tulang mencuat dari bumi.
“Strukturnya… tidak terdaftar dalam sistem apapun,” kata Akira sambil menatap tablet di tangannya. “Ini bukan dungeon biasa. Bahkan bukan buatan Penguasa.”
“Kalau begitu, apa?” tanya Reina.
Akira hanya menggeleng. “Sesuatu… yang tidak seharusnya ada.”
---
Di Dalam Dungeon
Begitu mereka melangkah masuk, dunia berubah. Warna menghilang. Dinding dan lantai seperti terbuat dari bayangan hidup. Suara jadi tertahan, seperti dibungkam oleh udara itu sendiri.
“Tempat ini... mati,” gumam Alicia sambil menyentuh dinding yang terasa seperti daging membatu.
Di tengah ruangan pertama, terdapat makhluk berbentuk manusia, tapi tubuhnya retak dan berkedip seperti hologram patah. Ia berdiri diam, menghadap ke arah mereka.
Lucas mengangkat senjata. “Makhluk itu... seperti sedang menunggu kita.”
Tanpa peringatan, makhluk itu membuka mata—mata merah menyala yang identik dengan Ryuta.
Ryuta membeku.
Dunia di sekelilingnya pecah. Bayangan yang tak pernah ia ingat kini berkelebat dalam pikirannya:
Dirinya berdiri di atas tumpukan jasad… sendirian.
Dunia terbakar… dan dia satu-satunya yang berdiri.
Suara jutaan jiwa yang menangis, bersatu menjadi satu kalimat:
“Kau meninggalkan kami… tapi kau kembali.”
Ryuta menjerit. “SIAPA KAU!?”
Tapi tak ada suara keluar dari mulutnya. Dunia seakan mengisolasi dirinya dari segalanya.
---
Dunia Nyata – Perspektif Tim
“Ryuta?! Ryuta, jawab kami!” Reina mencoba menariknya.
Tubuh Ryuta melayang beberapa inci dari tanah, diselimuti oleh energi hitam dan perak yang terus berubah bentuk. Sihir meledak dari tubuhnya—liar, tidak terkontrol, tidak terdaftar dalam katalog energi manapun.
Alicia melangkah mundur. “Dia… dia sedang resonansi jiwa,” bisiknya.
Akira mencatat dengan cepat. “Ini bukan sihir standar. Ini… semacam warisan kekuatan. Tapi bukan milik keluarga mana pun.”
Dinding dungeon mulai retak. Dunia di dalam bergemuruh seperti akan runtuh.
Dan makhluk bayangan itu… tunduk di hadapan Ryuta. Menunduk. Membungkuk. Seolah menyapa pemiliknya yang telah lama menghilang.
---
Di Dalam Pikiran Ryuta
“Siapa kau?” tanya Ryuta, kini berdiri di dunia putih yang kosong.
Sosok berjubah dari mimpi-mimpinya muncul. Kali ini, wajahnya jelas. Sama seperti dirinya… tapi lebih dewasa. Mata tajam. Penuh luka. Penuh tekad.
“Aku adalah… sisa dari dirimu yang dulu,” ucapnya.
“Yang pernah berdiri sendiri di perlombaan pertama… demi menyelamatkan Bumi.”
Ryuta mematung. “Itu… tidak mungkin. Aku hanya—”
“Tidak hanya. Kau adalah wadah baru untuk sisa dari aku. Dan kita… akhirnya bersatu.”
---
Dunia Nyata – Kembali Terkendali
Energi liar di tubuh Ryuta mereda. Ia terjatuh ke lantai dungeon, terengah-engah, matanya kembali normal… tapi aura di sekitarnya berubah total. Semua menatapnya dengan diam.
Lucas akhirnya bersuara, “Apa… barusan itu?”
Ryuta hanya menatap ke telapak tangannya. Sebuah simbol samar berbentuk lingkaran dengan dua bayangan bertolak belakang kini tertanam di kulitnya.
Alicia menatapnya tajam. “Kau… bukan sekadar kandidat biasa, bukan?”
Ryuta mengangkat pandangannya perlahan. Untuk pertama kalinya, tatapan itu mengandung kebijaksanaan yang tidak seharusnya dimiliki oleh pemuda seusianya.
Dan dengan suara rendah, ia menjawab:
“Tidak. Aku bukan hanya Ryuta Excelsior. Aku juga… dia yang pernah gagal menyelamatkan dunia.”
---
Di tempat jauh di luar angkasa, salah satu Penguasa berdiri di balkon cahayanya.
“Dia telah bangkit,” gumamnya.
“Permainan ini… akhirnya akan menarik.”