Angin malam masih membawa sisa debu dari ledakan, sementara kilatan petir samar-samar menyisakan suara dengung di udara. Herman berdiri terpaku, wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi keterkejutan dan ketakutan. Tetesan keringat menetes di pelipisnya saat ia menatap sosok yang baru saja menghentikan serangannya dengan satu tangan.
"K-KAU... MASTER ORDER!"
Suara Herman bergetar, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pria berambut perak yang kini berdiri di hadapannya bukanlah orang sembarangan. Dia adalah salah satu Sentinel terkuat di Indonesia, seorang Master Order dari salah satu Order terkuat di Isia.
Herman menggertakkan giginya, berusaha menenangkan diri. "Apa yang kau lakukan di sini?! Dan bagaimana bisa kau masuk ke dalam Hidden Domain-ku?!"
Pria berambut perak itu hanya terkekeh ringan, seakan tidak terpengaruh oleh aura hijau pekat yang sempat mendominasi tempat ini. "Kau pikir bisa menyembunyikan energi sebesar ini?" ujarnya santai, lalu mengangkat kantong plastik belanjaannya. "Aku hanya sedang belanja ke minimarket, tahu-tahu ada pertempuran ilegal di jalanan."
Tatapan pria itu berubah tajam, menusuk langsung ke mata Herman. Dalam sekejap, tubuh Herman menegang, keringat dinginnya semakin deras. ZZTTTTZ! Kilatan petir mulai menyelimuti tangan kanan pria berambut perak itu, menyebar ke pedang Herman.
"Crrrackk!!"
Sebuah retakan besar muncul di bilah pedang Herman. Matanya membelalak, rahangnya mengeras. "I-ini tidak mungkin…!"
Herman segera menarik pedangnya, napasnya memburu. Tanpa sepatah kata lagi, ia berbalik, memilih untuk pergi. Ia tahu bahwa melawan seorang Master Order adalah bunuh diri.
WOOOP!
Kubah hijau yang mengurung Kael dan Raka menghilang dalam sekejap.
Dari dalam mobil, Raka yang baru saja berhasil menyalakan kembali mesinnya langsung melongo. "E-eh? Aura hijaunya hilang... Dan anjir, COK! Jalan dan bangunan di sini kembali utuh! Gila!"
Kael yang masih terduduk di tanah memandangi pria berambut perak itu dengan tak percaya. Ini kedua kalinya pria itu menyelamatkannya.
Pria itu berjalan melewati Kael dengan santai, melambaikan tangannya. "Lain kali hati-hati, ya. Ingat, pertarungan antar Sentinel itu dilarang."
Namun sebelum pria itu pergi lebih jauh, Kael dengan cepat berbalik dan berteriak, "T-tunggu sebentar…!"
Pria berambut perak itu berhenti dan menoleh. "Hmmm?"
Kael menundukkan kepalanya sedikit, berbicara dengan penuh rasa hormat. "Terima kasih banyak telah menolong saya… Dua tahun yang lalu… dan juga hari ini."
Pria itu menggaruk kepalanya, mencoba mengingat. "Dua tahun lalu? Siapa kau? Ahh, aku sudah terlalu banyak menolong orang… Aku nggak ingat siapa saja."
Kael mengangkat kepalanya, ekspresinya serius. "Dua tahun lalu, di Kecamatan Beji… saat terjadi Voidbreak. Saat itu, saya mendapatkan kebangkitan sebagai Sentinel. Anda, Sentinel Larasati, dan seorang Sentinel bertudung hijau menyelamatkan saya dari kematian."
Mata pria itu berbinar sejenak, lalu ia tersenyum tipis. "Ohh… jadi itu kau, ya. Sepertinya sekarang kau sudah resmi jadi Sentinel, huh?"
Ia kembali berbalik, berjalan menjauh sambil berkata, "Hati-hatilah, nak. Ancaman bagi seorang Sentinel bukan hanya berasal dari monster dalam Labyrinth… tetapi juga dari Sentinel lain. Seperti yang kau lihat tadi. Kuharap kau bisa bertahan hidup lebih lama."
Kael menggenggam erat tinjunya, lalu berseru sekali lagi, "Tolong beritahukan nama anda!"
Pria itu hanya melambaikan tangan ke belakang tanpa menoleh. "Taslim."
Dengan santai, pria berambut perak itu berjalan melewati mobil Raka dan menghilang di kejauhan.
Kael masih terpaku, tatapannya penuh emosi yang bercampur aduk—rasa syukur, kekaguman, dan dorongan kuat untuk menjadi lebih kuat.
Dalam hati, ia berjanji: Suatu hari nanti… aku akan mencapai level itu.
POV Herman
Langit malam tampak kelam saat Herman melesat pergi dengan energi hijau terang yang menyelimuti tubuhnya. Napasnya masih berat, pikirannya dipenuhi amarah dan rasa malu. Tangannya menggenggam erat gagang pedangnya yang kini penuh retakan, bukti kekalahan telaknya barusan.
"Sialan…!" gerutunya, rahangnya mengeras.
Tatapan pria berambut perak itu terus terbayang di benaknya—tatapan tajam penuh intimidasi, seolah dirinya bukanlah ancaman sama sekali.
"Kalau aku melawannya… dalam sekejap dia bisa membunuhku."
Herman menggertakkan giginya. Dan merasa kalau dia bukan Sentinel sembarangan, kekuatannya sudah cukup untuk membuat para Sentinel biasa bertekuk lutut. Namun di hadapan pria berambut perak itu… dia seperti serangga.
"Rank Ember bajingan itu…" Herman mengepalkan tinjunya. "Akan kutandai kau! Lain kali, kau tidak akan lolos dariku!!"
Dengan satu loncatan kuat menendang udara, dia menembus awan dan menghilang dalam kegelapan malam.
POV Kaelindra & Raka
Mesin mobil Raka bergetar pelan saat ia menyalakannya. Mobil itu perlahan maju, mendekati Kael yang masih berdiri di tengah jalan dengan ekspresi lelah.
"Gue gak mau lagi-lagi terlibat pertarungan orang-orang gak normal kayak kalian," keluh Raka seraya menekan klakson kecil. "Ini bener-bener di luar batas manusia! Arghhh… ayo cepat masuk!"
Kael menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang. Ia memijat pelipisnya, mencoba menenangkan pikirannya setelah semua yang terjadi.
"Kau pikir dunia masih normal setelah ada Voidrift, monster, dan orang-orang berkekuatan super?" Kael berkata sambil bersandar.
Raka menggerutu sambil membanting setir ke kiri. "Tchhh… sialan. Kenapa sih gue masih jadi orang biasa, sementara dunia menjadi gila?"
Kael mendengus lelah, memejamkan mata sejenak. "Haaah… entah bakal seperti apa dunia ini ke depannya."
Mereka terdiam, hanya suara mesin mobil yang menggema di jalanan sepi. Mobil terus melaju menuju apartemen Raka, membawa mereka menjauh dari pertempuran yang baru saja mereka alami.
POV Pria berambut perak
Cklekk.
Pintu apartemen terbuka, dan pria berambut perak itu masuk sambil menghela napas panjang.
"Sorry lamaaa."
Di dalam, seorang pria yang lebih muda dengan paras tampan yang menjadi idola wanita tengah duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya. Jemarinya menari di atas keyboard, mengerjakan sesuatu dengan ekspresi serius. Begitu mendengar suara Taslim, pria itu mendongak dan mendengus kecil.
"Hadehh, Master… kebiasaan kelayapan. Dari mana aja?"
Taslim hanya tertawa kecil. Ia berjalan ke arah kulkas, memasukkan belanjaannya satu per satu, kecuali satu kaleng soda yang langsung ia buka dan tenggak dalam sekali teguk.
"Tadi di jalan ada kejadian kecil, jadi gue urus sebentar."
Ia berjalan menuju sofa, lalu menjatuhkan diri dengan santai. Tangannya meraih remote dan menyalakan TV, sementara pria muda tadi hanya menggelengkan kepala.
Yang duduk di sofa itu adalah dua nama besar di dunia Sentinel.
Pria berambut perak itu adalah seorang Sentinel Rank Apex puncak dari para Sentinel. Selain dikenal sebagai Sang Halilintar Perak, ia juga seorang aktor film aksi yang sudah menembus panggung internasional. Sosok yang disegani dan ditakuti di seluruh Asia Tenggara...
''JORGI TASLIM''
Di sampingnya, pria muda yang terus mengetik di laptop adalah ''Jefri Nathanegara'', Sentinel Rank Ascendant, sekaligus wakil dari Master Taslim. Seorang perencana taktis yang dikenal karena kejeniusannya dalam strategi dan kekuatannya di dunia Sentinel.
Malam semakin larut, tapi bagi mereka, ini hanyalah hari biasa di tengah dunia yang penuh kekacauan.
POV Kaelindra & Raka
Mobil berhenti di depan apartemen Raka. Tanpa menunggu lebih lama, Kael membuka pintu dan keluar dengan langkah gontai.
"Brakk!"
Pintu apartemen terbuka dengan kasar, dan Kael langsung menjatuhkan dirinya di sofa dengan suara puas.
"Arrgghhh… akhirnya gue bisa pulang dan istirahat!!" teriaknya.
Dari balik sofa, seorang gadis remaja muncul dengan mata berbinar penuh antusias.
"W-waahhhh!! Kak Kael udah pulang!!"
Kael menoleh, sedikit terkejut, sebelum menyadari siapa yang berbicara. "Oh, Agnes…"
Agnes adalah adik perempuan Raka, seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA Kelas 3. Dia adalah penggemar berat Sentinel. Dan Kael, yang kini ia anggap seperti kakaknya sendiri.
Tak lama kemudian, Raka masuk sambil melemparkan jaketnya ke sofa. "Assalamualaikum… Hadehhh, akhirnya sampai juga."
Raka menatap Kael dengan tatapan jijik. "Oi, sana mandi dulu. Lu kotor dan bau banget, bego."
Kael hanya mendesah pasrah, tapi tidak membantah. Ia benar-benar butuh mandi setelah semua yang terjadi.
Malam ini, mereka akhirnya bisa beristirahat… untuk sementara. Karena mereka tahu, di dunia yang penuh kekacauan ini, ketenangan tak akan bertahan lama.