Bab 11 : Diantara Dua Dunia

Teriakan Pandu yang kencang menarik perhatian pak Kades, Bapak ku dan juga warga lainnya yang masih ada di teras rumah ku. bahkan Pak Ustad yang baru siuman segera menatap ku sambil memicingkan matanya.

Karena posisi ku saat ini cukup aneh, semua orang yang ada di rumah ku melihat aku sedang berdiri menghadap sebuah pohon beringin besar dan ekspresi wajah ku seperti seseorang yang sedang dalam keadaan mod yang sangat jelek.

"Kanaya.....?" Gumam bapak lirih sambil memandangi ku dari atas kebawah.

"Pak Somad itu beneran Kanaya yang hilang tertelan ombak besar di pelabuhan Ratu atau jin?" seru Pak ustad Zulkifli lantang.

"Coba pak Somad lihat kakinya menapak ketanah atau tidak?" seru Pak Kades yang ketakutan sambil menutupi wajahnya akan tetapi Pak Kades masih berusaha mengintip dan melihat ku dari celah-celah jarinya.

Mendengar ocehan mereka aku menjadi sebal dan langsung menggelembungkan pipi ku sambil menatap pak ustad dan pak kades.

"mana ada jin yang mengenakan celan jeans dan sweater seperti ini!" dengus ku sebal.

"Jin 2035 pasti sudah maju tidak seperti jin era 90-an!" Pak Kades menimpali ucapan ku sambil membakar rokoknya dengan tangan gemetaran.

"benar, kemarin saya bawa penumpang berpakaian seperti orang yang akan pergi kekota. Ga taunya penumpang saya buka orang melainkan setan. Mba ini setan apa manusia?" timpal sahabat karib bapak yang bernama Kasman.

Pak Kasman yang sering kusapa dengan panggilan Pakde, berprofesi sebagai Ojek Online dan memang dia sangat sering di ganggu oleh makhluk halus ketika narik malam.

"ya allah Pakde, ini aku Kanaya!" gumam ku sambil mencibir kesal dan berjalan kearah rumah ku.

Para pria selain Bapak ku dan Pandu, semuanya mundur beberapa langkah ketika aku berjalan mendekati pagar rumah ku, termasuk pak ustad Zulkifli.

"eh, tunggu jangan maju dulu, kami masih belum yakin bahwa kamu memang benar Kanaya!" seru pak ustad sambil menatap ku, "klo sampean masih nekad saya akan bacakan ayat kursi supaya kamu terbakar!"

Aku yang mendengar hal itu langsung tertawa, pak ustad Zulkifli ingin terlihat berani akan tetapi kakinya sendiri sudah gemetar ketakutan ketika mengatakan hal itu.

"ayo pak mari kita baca ayat kursi bersama-sama untuk membuktikan aku adalah manusia dan bukan setan!" aku menantang pak ustad karena aku sudah bingung harus membuktikan dengan cara apa lagi kepada mereka klo aku ini manusia bukan jin atau setan.

Tiba-tiba Pandu berlari kearah ku, "Kakak!"

Aku langsung memeluk adik ku Pandu yang baru berusia sepuluh tahun. Ketika dia menghampiri ku, diluar kuasa ku air mata ku berlinang membasahi pipi ku ketika aku memeluk erat tubuh Pandu.

"Kakak jangan pergi lagi Kak, Pandu Kangen sama Kakak!" ucap Pandu sambil memeluk ku erat.

"iya Pandu, Kakak ga akan pergi lagi!" gumam ku sambil memeluk erat tubuh pandu.

Bapak ku segera berlari masuk kerumah sambil berteriak, "bu....ibu....Kanaya pulang bu!"

Dari dalam terdengar suara histeris ibu ku, "ya allah bapak, beneran pak Kanaya putri kita masih hidup?"

"Benar bu, itu Kanaya ada di depan bersama pandu!" jawab Bapak sambil menarik keluar ibuku.

Sedangkan para tetangga ku hanya menatap diriku dan Pandu yang masih berpelukan dan mencurahkan rasa kangen kami berdua.

"Kanaya, anak ibu!" teriak ibu ku histeris sambil berlari kearah ku bersama bapak.

"Ibu, Bapak!" ucap ku tersenyum kearah kedua orang tua ku.

Ketika ibu dan bapak ku berlari ketempat ku, aku melihat jelas wajah mereka sayu dan mata keduanya sembab. Kemungkinan besar kedua orang tua ku selama ini masih menangisi diriku yang telah menghilang berhari-hari.

Bapak ku yang tidak pernah menangis sebelumnya selain ketika berdoa dan memohon kepada allah, kini aku melihat bapak ku berlinang air mata berlari kearah ku. Ibu ku yang biasanya bawel kini hanya diam sambil berlari kearah ku dengan berlinang air mata.

Dalam satu tarikan nafas berikutnya, aku telah berkumpul dengan seluruh keluarga ku yaitu ayah, ibu dan adik ku. kami berempat berkumpul di depan pagar rumah kami. Seolah-olah langit ikut menangis atas reuni keluarga ku ini.

Secara perlahan-lahan air hujan mulai membasahi bumi, hujan yang turun awalnya hanyalah gerimis kini berubah menjadi hujan yang sangat lebat yang disertai dengan suara halilintar yang menggelegar.

"Nak masuklah kerumah, nanti kamu sakit terkena hujan!" gumam Bapak ku sambil memeluk ku dan tersenyum penuh kasih sayang kepada ku.

"Bapak gimana sih, kita semua sudah basah kena hujan loh pak!" ibu ku Protes kepada bapak.

Mendengar kegaduhan ini aku langsung tersenyum dan tertawa bahagia, yah kegaduhan yang biasanya aku anggap sangat mengusik ku. kini justru membuat ku bahagia dan membuat ku benar-benar pulang kerumah.

"Bapak, ibu berantemnya nanti saja. Malu ada tetangga dan pak kades!" oceh pandu memperingati kedua orang tua ku.

Kedua orang tua ku langsung tersenyum malu, mereka tidak menyadari kehadiran beberapa warga yang masih ada di teras halaman rumah kami.

"tidak usah pedulikan kami, kami tidak akan mempermasalahkannya asalkan ada kopi lagi yang menemani sambil nunggu hujan reda!" celetuk Pak Kades sambil tersenyum bahagia melihat kepulangan ku.

Yah keluarga miskin ku hanya diperlakukan sebagai manusia oleh pak ustad Zulkifli, Pak Kasman dan Pak Kades. Hanya mereka bertiga yang selalu menolong kami disaat kami kesusahan dan disaat para tetangga yang lain menghina ku karena hamil diluar nikah. Hanya mereka bertiga yang tetap membantu keluarga ku.

Oleh karena itu ketika mereka semua mempertanyakan aku ini setan atau manusia aku tidak marah. Justru menganggapnya sangat lucu.

"Beres pokoknya pak kades!" teriak ibu ku kepada Pak Kades sambil mengacungkan jempolnya.

"bu khodijah sudah sehat toh sekarang dan sudah bisa berlari!" ledek pak ustad Zulkifli.

Karena selama aku menghilang ibu ku jatuh sakit dan tidak mau makan, sampai ada sebuah CCTV yang merekam diriku yang diseret oleh ombak besar ke lautan. Memang aku sempat mengirimkan pesan melalaui handphone ku dan mengatakan kepada kedua orang tua ku klo aku ingin pergi ke pelabuhan Ratu.

"lah udah sehatlah sekarang saya pak ustad, karena anak saya Kanaya sudah pulang dan tidak mati." Ucap ibu ku berterus terang.

"mati?" gumam ku sambil mengerutkan dahi ku.

"sudah, nanti saja kita bicaranya, ayo kita masuk dulu nak!" ucap Bapak sambil mengajak kami semua memasuki rumah dan berteduh dari dinginnya hujan yang membasahi bumi malam ini.

Aku segera menganggukan kepala ku dan berjalan memasuki rumah ku.

"asalamualaikum!" ucap ku ketika memasuki pagar bambu rumah ku dan aku menengok kearah belakang dan tangan ku seperti menyuruh orang masuk mengikuti ku.

Semua itu dilihat dengan jelas oleh para manusia yang ada disekitar ku akan tetapi semuanya memilih diam dan tidak menggubris gerakan tangan ku yang menurut mereka aneh. Sedangkan Ratu Kencana Wungu dan Patih Lodaya yang mendapatkan isyarat dari ku segera berjalan memasuki rumah ku.

Lalu aku segera memasuki kamar ku dan hanya Ratu Kencana Wungu yang mengikuti ku sampai ke kamar ku. sedangkan Patih Lodaya berdiri di depan pintu masuk rumah ku layaknya seorang penjaga istana dan di halaman teras rumah ku ada dua harimau berwarna hitam dan putih yang sedang tiduran. Sedangkan dari balik jendela kamar ku aku bisa melihat ratusan Harimau sedang berpatroli di sekitar rumah ku dalam kelompok.

Sesekali aku mendengar auman Harimau yang sangat keras dan jerit kesakitan dari makhluk lain, ingin sekali aku bertanya kepada Ratu Kencana Wungu apa yang sebenarnya terjadi.

"Tuan Putri Kanaya, fokuskan dirimu untuk mencari alasan selama ini dirimu menghilang kemana dan apa yang Tuan Putri lakukan. untuk masalah auman harimau, tidak usah Tuan Putri pikirkan karena pasukan patih Lodaya hanya menyerang para jin yang bandel yang disuruh pergi menjauh akan tetapi mereka justru menantang pasukan harimau!" Ratu Kencana Wungu berkata sambil membantu ku memakai pakaian.

Aku langsung memikirkan perkataan Ratu Kencana Wungu, karena keluarga ku dan juga para manusia yang masih ada di teras rumah ku pasti ingin mengetahui kemana saja aku selama ini dan mengapa aku baru pulang sekarang. Ada rasa cemas yang menyelimuti diriku, karena aku tidak tahu harus mengatakan apa kepada mereka semua.