BAB 12 Kebenaran di ujung Lidah

Setelah cukup lama termenenung sendirian di kamar ku untuk mencari alasan tentang keberadaan ku selama ini, akan tetapi aku sama sekali tidak menemukan alasan yang masuk akal yang bisa kusampaikan kepada keluarga ku dan juga para manusia yang ada di teras rumah ku.

Tok...Tok!

Aku tersadar dari lamunan ku ketika aku mendengar pintu kamar ku di ketuk dan tidak lama setelah itu aku mendengar suara ibu ku.

"Kanaya, klo kamu tidak cape ayo keluar nak kita makan dulu bareng pak kades, pak ustad dan pade Kasman!" teriak ibu ku dari luar kamar ku.

"eh....iya bu tapi Kanaya tidak lapar. Sebentar lagi Kanaya keluar!" ucap ku sambil memandangi Ratu Kencana Wungu.

Ratu Kencana Wungu yang saat ini berada di dalam kamar ku, hanya tersenyum lembut kepada ku sambil mengeringkan rambut ku yang sempat basah terkena air hujan. Sesaat setelah Ratu Kencana Wungu membelai rambut ku yang basah, Rambut ku langsung mengering seperti tidak pernah terkena air hujan.

"Tuan Putri, majikan ku yang bernama Gunawan alias Raja Gempar Bumi pernah mengatakan kepada ku tentang kebohongan yang diperbolehkan dalam agama islam!" ucap Ratu Kencana Wungu sambil memegang pundak ku.

"huh? Benarkah kita boleh berbohong?" tanya ku tidak percaya.

"Raja ku mengatakan, selama tujuan berbohong itu untuk mendatangakan kebaikan maka kita diperbolehkan untuk berbohong. Ketika itu Raja ku berbohong pada saat istrinya memasak makanan sampai gosong. Akan Tetapi Raja Gempar Bumi tetap memakannya dengan sangat lahap. Ketika istrinya yang bernama Riri bertanya apakah masakannya enak atau tidak, Raja Gempar Bumi mengatakan masakan Riri sungguh nikmat dan lezat." Ratu Kencana Wungu menghentikan perkataannya dan menatap ku dengan bola mata birunya.

"....ingat Tuan Putri, tujuan Gunawan atau Raja Gempar Bumi berbohong untuk menyenangkan pasangannya dan dia tidak berbohong untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, Tuan Putri bisa berbohong kepada orang tua mu dan para manusia yang ada di sini untuk menenangkan hati mereka atau Tuan Putri mengatakan yang sebenarnya." Ratu Kencana Wungu berkata sambil menatap perut ku dengan tatapan yang sangat tajam dan sekilas raut wajahnya berubah menjadi tidak senang.

"Ada apa Ratu?" tanya ku kebingungan.

"Tidak...tidak ada apa-apa." Ratu Kencana Wungu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kepada ku, "jadi apakah Tuan Putri sudah menemukan solusi untuk masalah Tuan Putri? Dan ingat Tuan Putri semua perbuatan kita pasti akan di hisab di akhir zaman."

Sebelum aku sempat merespon perkataan Ratu Kencana Wungu, tiba-tiba pintu kamar dibuka oleh ibu ku dan ibu ku masuk kekamar ku.

"Kana...." ibu ku menghentikan perkataannya dan menatap ku dari atas kebawah lalu menatap pakaian yang tadi ku kenakan yang ada di lantai, "loh kok rambut kamu dan pakaian kotor kamu tidak basah?"

Aku segera menoleh ke sebelah kanan ku tempat Ratu Kencana Wungu berada dan hal itu semakin membuat ibu ku bertanya-tanya. Ratu Kencana Wungu hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya ketika pandangan kami terkunci untuk beberapa detik.

"Kanaya? Apa yang kamu lihat nak?" ucap ibu ku lirih sambil menggenggam tangan ku.

Aku menoleh kepada ibu ku dan tersenyum canggung, "ibu, ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan kepada ibu dan aku minta ibu menjawabnya dengan jujur."

Wajah ibu ku menjadi kebingungan, "memangnya kapan ibu pernah berbohong kepada mu kanaya?"

Ingin sekali aku menepuk jidat ku ketika ibu salah mengartikan perkataan ku barusan.

"bukan itu maksudnya bu." Aku memejamkan mata ku sebentar lalu kembali menatap ibu ku, "seberapa yakin dan percaya ibu kepada Pak Kades, Pak Ustad dan Pak Kasman. Karena kehilangan diriku berada diluar nalar manusia."

"hah, maksud mu apa Kak?" jawab ibu ku dengan nada terkejut dan meninggi.

Ibu dan bapak ku terkadang memanggil ku dengan sebutan kakak dan memanggil adik ku dengan pangggilan ade.

Bapak yang mendengar teriakan ibu segera berlari ke kamar ku dan melihat ku. aku segera menjelaskan kenapa ibu terkejut dan mengulangi pertanyaan ku barusan kepada bapak dan ibu ku.

Bapak ku menarik nafas panjang dan memperhatikan ku dari atas kebawah, lalu melihat pakaian yang ku kenakan yang terkena hujan kini sudah kering seperti tidak pernah terkana hujan.

"Kanaya, sebenarnya banyak yang ingin bapak tanyakan kepada mu, karena bapak melihat dua harimau putih dan hitam yang sebesar sapi dewasa di halaman rumah kita dan seorang pria berpakaian seperti panglima kerajaan zaman kerajaan berdiri di depan pintu rumah kita." Ucap bapak menatap ku dan melirik kearah Ratu Kencana Wungu kemudian tersenyum kepada Ratu.

"terkait pernyataan mu barusan, bapak hanya bisa menjawab bapak percaya kepada Pak Kades, Pak ustad dan pak Kasman. Karena hanya mereka yang selama ini membantu kita dan tidak merendahkan kita."

"tapi jika kamu tidak mau bercerita, bapak akan mengatakan kepada mereka bahwa dirimu kelelahan dan ingin beristirahat." Ucap Bapak dengan nada berwibawa dan tatapan mata yang menenangkan ku.

Bapak ku memang bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh manusia pada umumnya, akan tetapi bapak selalu menutupinya kepada orang lain selain keluarga. Setelah mendengar ucapak bapak, ibu ku menjadi lebih mengerti maksud perkataan ku.

"Kak, apapun keputusan kamu. Percayalah keluarga mu akan selalu mendukung mu!" ucap ibu ku sambil menggenggam erat tangan ku.

Aku menganggukan kepala ku dan mengulas sebuah senyum. Ada perasaan tenang di hati ku ketika aku mengetahui bahwa kedua orang tua ku mendukung apapun keputusan ku.

"ibu mau buat kopi dulu, kamu pikirkan baik-baik apa yang ingin kamu bicarakan kepada para bapak-bapak yang masih ada di teras rumah rumah kita." Ucap ibu ku sambil memeluk ku kemudian dia pergi kedapur.

Setelah terdiam cukup lama aku kemudian menatap wajah tua bapak ku, "bapak, sebaiknya aku jujur saja kepada teman bapak. Karena bagaimanapun juga Pak Kades adalah atasan Bapak di tempat kerja dan pak Kades selalu perhatian kepada keluarga kita."

Bapak ku hanya menganggukan kepalanya kearah ku kemudian dia pergi keluar, ketika bapak ku keluar beberapa saat kemudian terdengar suara tawa dari empat orang tua yang ada di teras rumah ku. entah apa yang bapak katakan sampai membuat ketiga temannya tertawa seperti itu.

Aku menatap kearah Ratu Kencana Wungu dan lagi-lagi aku menemukan Ratu Kencana Wungu sedang menatap perut ku dan tatapannya menunjukan garis wajah tegas dan ketegangan di wajah Ratu Kencana Wungu.

"Ratu...." aku memanggil Ratu Kencana Wungu didalam hati ku.

Seketika itu juga Ratu Kencana Wungu mengalihkan pandangannya kepada ku seperti seseorang yang baru tersadar dari lamunannya.

"ada apa Tuan Putri?" tanya Ratu Kencana Wungu sambil mengulas sebuah senyuman kepada ku.

"aku sudah memutuskan, aku akan berkata yang sejujurnya kepada semua orang yang ada di teras rumah ku!" ucap ku sambil menatap wajah Ratu Kencana Wungu.

Ratu Kencana Wungu menganggukan kepalanya dan tersenyum kepada ku, "aku akan selalu mendukung apapun keputusan mu Tuan Putri!"

Lalu aku tersenyum kepada Ratu Kencana Wungu dan aku meninggalkan kamar ku menuju teras rumah ku. disetiap langkah ku aku memanjatkan doa supaya aku dikuatkan dan semoga para sahabat bapak bisa mengerti apa yang ku ceritakan dan tidak menuduh ku berbohong atau menuduh ku berhalusinasi.

Setiap langkah kaki menuju teras rumah terasa semakin berat dan melelahkan, aku tidak mengerti mengapa aku merasakan hal seperti ini. Karena rumah ku tidaklah besar, hanya memiliki luas bangunan 70 meter persegi.