Sebuah Tamparan dari ibunya

Saat Aria memasuki dapur, dia menyadari bahwa kebanyakan pelayan yang ada merupakan orang yang sama dari malam lainnya, orang-orang yang dengan sukarela telah menghibur para pria. Dia tak bisa menahan tawa kecil, membayangkan bagaimana beberapa di antara mereka pasti telah berbagi momen intim dengan para pria itu, melihat dari wajah mereka yang memerah dan pandangan yang mencuri-curi.

Namun, kegembiaraannya segera berubah menjadi kehangatan aneh yang menyebar melalui tubuhnya. Sebuah pikiran kilat melintas di benaknya—keinginan agar dirinya diambil begitu saja di sana oleh kakaknya. Merasa ngeri dengan pikirannya sendiri, dia dengan ringan menepuk kepala dua kali untuk mengusirnya.

"Apakah ini kutukan lagi?" gumamnya, mencoba menenangkan detak jantung yang berlomba dan menyingkirkan pikiran-pikiran memalukan itu. Dia menggelengkan kepala dan kembali fokus pada tugasnya—dia perlu mengucapkan terima kasih pada Kalden, bukan terperangkap dalam keinginan-keinginan yang mengganggu ini.