Pagi itu, mentari baru saja merangkak naik, mengirimkan sinarnya yang lembut menerobos jendela kamar seorang pemuda yang terbaring di atas kasur. Dengan perlahan, matanya yang biru muda terbuka, seolah menyambut cahaya pagi yang masuk ke kamarnya. Ia terbaring sesaat, menatap langit-langit kamarnya yang tampak seperti menyimpan harapan besar yang telah lama ia nantikan. Hari ini, adalah hari yang istimewa, hari pertama kuliahnya. Awal dari petualangan yang selama ini hanya ia impikan.
Ia bangkit dari tempat tidur, wajahnya masih terpantul oleh sinar matahari pagi, membuat rambut putihnya yang cerah tampak berkilauan. Dengan tubuhnya yang kurus namun berotot, ia berdiri di depan cermin, senyum antusias tergurat di wajahnya.
Mata birunya yang mencolok menangkap bayangan dirinya, seperti ingin memastikan ia benar-benar siap untuk hari besar ini. Tanpa menunggu lama, ia mulai mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan sejak malam sebelumnya, kaus biru tua polos yang pas di tubuhnya dan celana jeans favoritnya yang nyaman untuk dipakai seharian.
Ia meraih jaket berwarna oranye cerah yang tergantung di pintu lemari, mengenakannya dengan cepat. Jaket ini adalah salah satu item favoritnya, tak hanya karena warnanya yang menyala dan penuh energi, tapi juga karena jaket itu mengingatkannya pada keberanian yang harus ia miliki dalam menghadapi hari-hari baru di kampus.
Ia melirik jam di dinding kamar; hampir tiba waktunya.
Saat ia sedang bersiap, tiba-tiba sebuah kesadaran muncul di benaknya. Ia mendengar suara langkah kaki di luar rumah, suara yang sudah tak asing lagi baginya. Ia tersenyum, karena ia tahu siapa yang datang. Blenzy, temannya yang setia, sudah menunggu di depan rumah. Blenzy adalah sahabat sekaligus teman yang selalu ada, bahkan sejak masa-masa sekolah dulu.
Mereka selalu berangkat bersama, tertawa dan berbagi cerita sepanjang perjalanan. Sepertinya, kebiasaan itu masih akan mereka lanjutkan, bahkan di bangku kuliah.
"Hey, cepatlah sedikit! Hari pertama nggak boleh telat, kan?" suara Blenzy terdengar dari luar, menggema di antara sunyi pagi.
Pemuda itu tertawa kecil, merasa bersemangat sekaligus sedikit tegang. Hari ini, bukan hanya tentang memasuki dunia kuliah, tapi juga memulai langkah besar dalam perjalanan hidupnya. Ia tahu, dengan Blenzy di sampingnya, segalanya akan terasa lebih mudah.
Mereka mungkin akan berhadapan dengan banyak hal baru, bertemu teman-teman baru, dosen yang tak terduga, dan mungkin juga tantangan yang belum pernah mereka bayangkan.
Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu melangkah ke pintu kamar, siap untuk menghadapi hari ini. Dunia baru menantinya, dan dengan sahabat setia di sisinya, ia siap melangkah ke dalamnya tanpa ragu.
Mereka akhirnya sampai di kampus, langkah-langkah kecil penuh antusias menggema di koridor bangunan tinggi yang baru pertama kali mereka jelajahi. Kelas pertama sudah menunggu, dan mereka segera masuk ke ruangan besar dengan barisan kursi yang tersusun rapi. Suasana riuh rendah memenuhi udara, dipenuhi wajah-wajah baru yang sama-sama penuh harap sekaligus gugup menghadapi hari pertama ini.
Seperti yang sudah diduga, sesi perkenalan menjadi pembuka hari. Satu per satu, para mahasiswa berdiri memperkenalkan diri, menyebutkan nama, asal daerah, dan sesekali menambahkan cerita kecil yang membuat suasana semakin cair.
Salah satu murid berdiri, dia duduk tepat di depan vienczo. Rambut wajah nya berwarna pink, postur tubuh nya sedikit membungkuk karena terlalu banyak memainkan laptop. Dia memakai baju kemeja dengan motif kotak-kotak dan memakai celana jeans berwarna krem. Dia lalu berbicara dengan lantang dan sedikit gugup "Perkenalkan nama saya Sani..." setelah memperkenalkan diri nya dia lalu duduk kembali.
Teman di sebelah kiri nya tertawa dengan keras, dia memakai baju polo berwarna hitam dengan celana training. Rambut wajah nya berwarna hitam pekat dan walaupun dia pendek tetapi tubuh nya terlihat sudah di latih dengan rajin, "Grogi ya San?, hahaha" ucap teman di sebelah nya, Sani membalas nya dengan jengkel "Bacot, lu tu ke kuliah malah pake celana training dasar Yogo" teman yang mendengar nya hanya tertawa mendengar komen dari Sani.
Sementara itu teman di sebelah kanan Sani mulai memperkenalkan diri nya dengan gugup. Dia memakai sebuah jaket yang bermerek mahal berwarna hitam, dia mengenakan sebuah jam tangan berwarna emas yang menyilaukan mata. Rambut nya yang berwarna putih membuat nya di perhatikan oleh banyak orang, tubuh nya kurus tetapi dia yang tertinggi dari kelas ini. Nada bicara nya patah-patah membuat seisi kelas tertawa. Dia lalu duduk dengan malu "Ah taek malu bet, gw dah dan-dan mewah gini masih lalu etah" Sani menjawab nya "Lagian elu sih rehan jarang keluar, main game mulu di kamar" Sani dan yoga lalu tertawa mengejek teman nya yang gugup itu.
Dari tadi mereka di perhatikan oleh vienczo yang nampak tertarik oleh perilaku mereka "Wah kek nya, mereka asik nih" ucap nya di dalam hati "Istirahat ajak ngobrol ah" dia lalu menoleh ke sebelah nya dan Blenzy mulai memperkenalkan diri.
Blenzy, dengan santainya, memperkenalkan diri tanpa gugup, membuat beberapa teman baru tertawa karena celetukannya yang spontan. Pemuda bermata biru itu pun tak ketinggalan. Dengan suara yang tenang namun tegas, ia menyebutkan namanya dan memberikan senyum kecil yang cukup untuk memecahkan es di antara mereka.
Ketika suasana mulai terasa nyaman, tiba-tiba pintu kelas terbuka lebar. Seorang pria bertubuh besar dengan rambut disisir rapi dan tatapan tajam masuk ke ruangan. Ia mengenakan kemeja hitam dengan dasi yang terlihat terlalu ketat, membuat atmosfer yang tadinya santai berubah tegang. Ini adalah dosen mata kuliah Matematika Tingkat Lanjut, mata kuliah wajib yang terkenal sulit.
"Selamat pagi," suaranya tegas, nyaris seperti gemuruh. "Saya Pak Brigitte, dan saya tidak punya waktu untuk basa-basi. Jadi, kita mulai saja."
Ruangan hening seketika. Tidak ada yang berani bergerak, bahkan Blenzy yang biasanya penuh komentar terlihat menahan napas. Sesi pembelajaran berlangsung serius, penuh dengan teori-teori berat yang ditulis Pak Brigitte di papan tulis dengan kecepatan mengagumkan. Sesekali ia melempar pertanyaan yang membuat semua orang terdiam, takut menjawab salah. Hari pertama sudah memperlihatkan bahwa ini tidak akan menjadi perjalanan yang mudah.
Saat bel berbunyi tanda istirahat, suasana kelas langsung pecah. Sejumlah mahasiswa menghela napas lega, beberapa menggerutu pelan tentang ketegangan yang baru saja mereka alami.
Pemuda itu dan Blenzy segera bergabung dengan beberapa teman baru yang mereka kenal tadi Rehan, Yogo, dan Sani. Mereka duduk di taman kampus, di bawah rindangnya pepohonan, mencoba melupakan momen menegangkan tadi.
"Pak Brigitte itu beneran killer, ya," kata Yogo, memecah suasana. "Baru hari pertama udah bikin otak kita panas."
"Jangan-jangan dia bakal jadi mimpi buruk kita selama semester ini," tambah Rehan, membuat yang lain tertawa kecil.
Namun, tawa mereka tiba-tiba dihentikan oleh embusan angin yang terasa tak biasa. Daun-daun beterbangan dengan liar, dan langit tampak sedikit lebih gelap dari seharusnya.
"Kalian lihat itu?" tanya Sani, menunjuk ke arah langit. Sebuah kilatan terang melintas, seperti asteroid yang jatuh di kejauhan. Meski indah, pemandangan itu membawa firasat aneh yang sulit diabaikan.
"Ah, mungkin cuma fenomena alam biasa," kata Blenzy, mencoba menenangkan diri. Tapi angin yang semakin kencang seolah mengatakan hal lain.
Ketika akhirnya jam kuliah selesai, mereka bergegas pulang dengan kepala penuh cerita. Namun di dalam hati, Vienczo tau malam ini, sesuatu yang besar akan terjadi. Sesuatu yang akan mengubah segalanya.
Vienczo bersama Blenzy lalu pulang setelah menghadapi hari pertama mereka.
Di sepanjang jalan mereka tertawa dengan seru mengingat kejadian di kuliah tadi, mereka mendapatkan teman baru dengan berbagai macam kepribadian.
"Jadi begini yah rasa nya kuliah" gumam vienczo yang di susul oleh Blenzy "Iya ya, seru juga ternyata" mereka lalu lanjut mengobrol, sampai rumah vienczo.
Dia lalu keluar dari mobil itu dan berpamitan dengan sahabat nya, dia melihat mobil itu pergi, sampai mobil itu tidak terlihat dari pandangan nya.
Jangkrik-jangkrik bernyanyi dengan seru di malam hari ini, sinar bulan menerangi perumahan nya dengan halus. Susana saat ini sepi tetapi juga terasa damai membuat hati vienczo berasa semangat untuk hari esok.
Dia lalu masuk kerumah nya yang gelap dan dia mulai berjalan ke dapur untuk mencari makanan.
Sesampainya dia di dapur terdapat sepiring nasi dengan jengkol berserta sayur di letakkan di atas meja makan.
Tanpa pikir panjang vienczo memakan makanan itu dengan lahap, suap demi suap terasa seperti surga, "Nikmat nya..." ucap nya dengan mulut yang penuh makanan.
Tetapi saat dia sedang asyik makan, tiba-tiba dari luar jendela muncul sinar berwarna biru muda yang menyinari kedua mata nya.
Sesaat sinar itu menyentuh matanya, pikiran pemuda itu langsung pudar dengan seketika.
Dia menjatuhkan sendok yang ada di tangan nya tanpa sadar, dan wajah nya terjatuh di piring yang masih penuh dengan makanan dengan mata yang tertutup.
Bukan hanya tempat vienczo saja yang terkena sinar itu, tetapi seluruh alam semesta juga di selimuti oleh nya.