Sejak pertemuan pertama mereka di kafe, Reli mulai merasa ada yang off dari Soleh. Bukan cuma karena tatapan misteriusnya ke jempol Radit atau cara dia memperhatikan jalan Radit, tapi lebih ke… sesuatu yang Reli belum bisa jelasin.
Dan karena Reli bukan tipe cewek yang gampang percaya tanpa bukti, dia memutuskan buat mengawasi Soleh lebih dekat.
Hari Pertama Pengamatan
Hari itu, mereka bertiga nongkrong lagi di kantin kampus. Soleh seperti biasa, duduk dengan wajah datar sambil nyeruput es kopi. Radit yang polos malah sibuk mainin sendok dan garpu di tangannya, kayak anak kecil yang baru nemu mainan baru.
Reli duduk di seberang mereka, nyusun strategi dalam kepala. Dia mau mancing Soleh buat ngasih reaksi.
Jadi, dia mulai dengan pertanyaan santai.
"Soleh, lu pernah pacaran?" Reli bertanya sambil sok-sok nyantai.
Soleh menatapnya sebentar, lalu balik nyeruput es kopinya. "Males."
Radit nyengir. "Wah, berarti nggak pernah!"
Reli tetap nyimak. "Kenapa?"
Soleh mengangkat bahu. "Males ribet."
Reli mengangguk pelan. "Jadi… lu nggak tertarik sama cewek?"
Radit langsung nyeletuk. "Iya, Soleh mah emang gitu. Dari dulu nggak pernah cerita soal cewek."
Soleh menatap Radit sebentar. "Lu juga nggak pernah cerita soal cowok, Dit."
Reli langsung meletakkan sendoknya dan menatap Soleh dengan intens. "Nah, itu maksud gue. Lu lebih sering bareng Radit. Nggak pernah keliatan deket sama cewek. Ada sesuatu yang mau lu kasih tau ke kita, Leh?"
Radit malah ngakak. "Reli, lu kayak detektif Conan deh!"
Soleh tetap datar. "Iya nih, Sherlock Holmes lagi cari bukti."
Reli menyipitkan mata. "Gue serius."
Soleh diam sebentar, lalu menghela napas. "Gue nggak tertarik pacaran. Udah."
Reli nggak puas dengan jawaban itu.
Radit malah dengan santainya ikut nimbrung. "Tapi bener sih, Leh. Gue nggak pernah denger lu suka sama siapa."
Reli menepuk tangan. "Nah, bener! Akhirnya ada yang sadar selain gue."
Soleh melirik mereka berdua. "Terus?"
Reli tersenyum licik. "Gue cuma penasaran… lu lebih suka cowok atau cewek?"
Radit yang lagi minum es teh langsung keselek. "HAAAH?! RELI, LU NGAPAIN NANYA GITU?!"
Reli tetep fokus ke Soleh. "Biar jelas aja."
Soleh diem sebentar, lalu menatap Reli dengan ekspresi paling serius yang dia punya.
"Gue lebih suka nasi goreng kambing."
Radit bengong. "Hah?"
Reli menghela napas panjang. "Soleh…"
"Tapi kalau nggak ada nasi goreng kambing, gue masih bisa makan nasi goreng biasa. Atau mie ayam. Yang penting kenyang," lanjut Soleh dengan santai.
Radit ngakak. "Anjir, jawaban lu absurd banget."
Reli memijit pelipisnya. "Ini orang susah banget dibaca."
Radit nyengir. "Jadi kesimpulannya, Soleh lebih suka makanan daripada manusia."
Soleh mengangguk. "Setidaknya makanan nggak banyak nanya."
Reli masih nggak puas. Dia merasa Soleh sengaja ngeles.
Akhirnya, dia memutuskan buat ngasih pertanyaan lain. "Oke deh, kalau gitu gini aja. Menurut lu, Radit ganteng nggak?"
Radit langsung berhenti ngunyah gorengannya. "Woy!"
Soleh melirik Radit sebentar. "Biasa aja."
Reli nyengir. "Tapi lu sering liatin jempol dan cara jalannya."
Radit mulai panik. "IYA NIH, KENAPA SEH?!"
"Ah, drama. Kemarin juga udah dijelasin alsannya apaan. Lagian gue kan suka aja, ga harus dijelaskan detail juga. Intinya aneh, lucu haha" jawab Soleh sambil ngunyah peyek kacang
Reli nyengir makin lebar. "Gue rasa, gue udah mulai ngerti."
Radit yang polos malah makin bingung. "Ngerti apa sih?"
Reli pura-pura berbisik ke Radit, tapi suaranya cukup keras buat Soleh denger. "Kayaknya Soleh ada rasa deh sama lu, Dit."
Radit langsung tersedak gorengannya sendiri. "HAAAH?! NGGAK MUNGKIN! LEH, LU ADA RASA SAMA GUE?!?"
Soleh menatap Radit dengan datar. "Ada."
Radit makin panik. "SERIOUSLY?!"
Soleh mengambil gorengan Radit yang masih ada di piringnya dan menggigitnya dengan tenang. "Rasa lapar."
Reli ngakak keras, sementara Radit langsung manyun. "Anjir, lu ngeselin banget, Leh!"
Soleh tetap santai. "Lu yang kepedean."
Reli mendesah. "Susah banget sih bikin lu ngaku."
Soleh menatap Reli dengan tatapan datar khasnya. "Ngaku apaan?"
Reli menatapnya balik. "Lu tau."
Soleh balik minum kopinya dengan santai. "Tau sih, tapi males nanggepin."
Reli hampir frustrasi. Sementara itu, Radit malah makin bingung.
"Tunggu… jadi Soleh suka gue atau nggak?" tanya Radit.
Reli melirik Soleh. "Kita harus cari tau."
Soleh menghela napas panjang. "Kenapa hidup gue jadi eksperimen sosial?"
Reli nyengir. "Karena lu misterius."
Radit mengangguk setuju. "Iya, Leh. Lu tuh kayak teka-teki yang nggak ada jawabannya."
Soleh menatap mereka sebentar. "Dan lu teka-teki yang nggak ada pertanyaannya."
Radit menggaruk kepala. "Eh, maksudnya?"
Reli ngakak lagi. "Bodo amat, pokoknya gue bakal tetep ngawasin lu, Leh."
Soleh hanya mengangkat bahu, sementara Radit masih sibuk mikirin apakah jempolnya emang segede yang dibilang Soleh.
Dan misi Reli buat mengungkap rahasia Soleh… baru aja dimulai.
Bersambung...