Legacy for You: 20.000 Years Ago

Hari itu, segalanya dimulai.

Di dunia di mana sihir adalah fondasi kehidupan, kekuatan menentukan status, dan kelemahan sama dengan kehancuran, saat itu anak manusia membangkitkan sihir yang belum pernah dilihat manusia, kekuatan sihir yang hanya dimiliki Iblis, Dosa amarah—Sihir kegelapan.

Anak itu bernama Zenith.

Ia tinggal di sebuah panti asuhan tua yang terletak di pinggiran Kerajaan Avalon. Bangunannya sederhana, cat dindingnya mengelupas, dan lantainya selalu dingin setiap pagi. Tidak ada yang tahu dari mana asal-usul Zenith. Ia tidak memiliki nama keluarga, tidak ada catatan kelahiran, dan tidak pernah ada yang datang mencarinya. Seolah-olah, ia muncul begitu saja di dunia.

Kini usianya sekitar lima belas tahun. Raut wajahnya tampak dewasa sebelum waktunya. Tatapannya selalu tampak kosong, seolah menyembunyikan sesuatu yang bahkan ia sendiri tak bisa memahaminya.

Pagi itu, ia berdiri sendiri di depan sebuah cermin tua. Cahaya matahari pagi masuk dari jendela, menciptakan bayangan redup di lantai kayu.

Ia menatap pantulan dirinya.

Sunyi.

Sepi.

Dan... asing.

"Siapa kau?" tanyanya lirih, namun suaranya menggema di dalam ruang.

Lalu...

Pantulan itu tersenyum.

Senyuman yang bukan miliknya.

"Siapa aku? Eksistensimu lah yang seharusnya dipertanyakan—siapa kau?"

Mata Zenith melebar. Nafasnya tercekat.

Tangannya menghantam cermin, ia tak mengendalikan dirinya, saat itu dia dipaksa oleh nalurinya, nalurinya berkata 'bahaya'.

Prang!

Pecahan kaca berhamburan, beberapa menggores kulitnya, meneteskan darah tipis di telapak tangannya. Namun ia tak merasakannya. Yang ia rasakan hanya satu hal—ketakutan.

Ketakutan bukan karena luka, tapi karena suara itu nyata. Dan karena ia tidak yakin... apakah yang berdiri di cermin tadi benar-benar dirinya.

"Apa yang terjadi padaku…?" bisiknya, nyaris tanpa suara.

Belum sempat ia mencari jawaban, pintu kamar terbuka perlahan. Seorang anak laki-laki seumurannya masuk dengan langkah tergesa.

"Zenith, ada apa? Aku tadi dengar suara pecahan kaca…" ucapnya dengan nada khawatir.

Laki-laki itu adalah Kael, sahabat Zenith. Mereka berdua yatim piatu, sama-sama memiliki potensi sihir yang hebat, dan memiliki tujuan yang sama, masuk ke Divisi Sihir, pasukan penjaga kerajaan.

Zenith menoleh perlahan. Tatapannya kosong, namun ada sesuatu yang dalam di balik matanya hanyalah kekosongan, keresahan, dan pertanyaan yang tak terucap.

"Kael… siapa aku?"

Kael terdiam sejenak. Biasanya Zenith tidak seperti ini. Dia memang pendiam, tapi tidak pernah selemah ini. Tidak pernah... selembut ini sebelumnya.

Kael menghampirinya, lalu berkata dengan pelan, "Kau adalah sahabatku. Seorang anak yang keras kepala tapi punya hati besar. Kau adalah Zenith."

Namun bagi Zenith, itu tak cukup.

Karena yang ingin ia tahu...

bukan hanya siapa dia di mata orang lain.

Tapi apa sebenarnya dirinya.

Dia mampu merasakannya.

Jauh di dalam dirinya, sesuatu telah bangkit.

Sesuatu yang berbahaya.

Sesuatu yang di luar pemahaman manusia.

Zenith pun terus memikirkan hal yang sama.

Hal yang tak ia pahami, namun selalu ia rasakan.

Selama ini, ia selalu mempertanyakan satu hal yang sama tentang dirinya... Eksistensi