Juni melihat papan nama wanita itu—Esther.
Kemudian, dia melihat sekeliling studio yang luas. Semuanya berwarna putih—dari dinding hingga dekorasi dan bahkan lampu-lampu.
Esther berdiri sebagai perbandingan yang mencolok terhadap latar belakang yang polos.
"Kenapa kamu masih di sini?" dia bertanya dengan sinis.
"Kamu pasti benci bekerja di sini, ya?" Juni tiba-tiba berkata, menyebabkan dia berhenti mengunyah permen karet.
Alis Esther mengernyit saat dia mengunci pandangan dengan Juni.
"Apa maksudmu?"
"Tapi kamu bertahan di sini karena gajinya lumayan bagus," Juni melanjutkan menilai kehidupannya.
Raut muka Esther semakin dalam. Dengan pandangan mereka yang masih terkunci, dia menyadari bahwa dia sama sekali tidak bisa membaca mata anak berbaju topeng itu.
Dia selalu cukup baik dalam membaca orang lain! Dan itulah sebabnya dia bisa mengusir banyak seniman yang bercita-cita tinggi keluar dari Studio Choi Pablo sebelum mereka bahkan bertemu dengan lelaki itu sendiri.