Ch2

Chapter 2 – Langkah Pertama ke Dunia yang Tak Dikenal

Fajar menyingsing perlahan, sinarnya menembus celah-celah pepohonan. Jack membuka matanya, menggeliat pelan sambil menggenggam Glock yang semalaman tetap dalam genggamannya. Tidurnya tidak nyenyak, tapi cukup untuk memulihkan energi.

Hari ini, aku harus mulai bergerak.

Setelah memastikan keadaan di luar gua aman, Jack merapikan perlengkapannya. Sisa daging yang tidak habis semalam dia bungkus dengan kain dan ikat di sabuknya. Jelajahi hutan, cari sumber informasi, tetap waspada. Itu rencana awalnya.

Dia berjalan perlahan, menyusuri hutan yang masih diselimuti embun. Langkahnya nyaris tanpa suara, insting sebagai tentara terlatih membuatnya tetap awas terhadap lingkungan sekitar.

Setelah sekitar satu jam berjalan, sesuatu menarik perhatiannya—bekas tapak kaki.

Jack berjongkok, menyentuh tanah. Tapak kaki ini tidak seperti manusia… jari-jarinya lebih panjang, mencengkeram tanah seperti cakar. Makhluk apa yang hidup di sini?

Dia mengikuti jejak itu, langkahnya semakin hati-hati. Lalu, dia menemukan sesuatu yang lebih mencengangkan—sisa perkemahan yang ditinggalkan.

Bekas api unggun yang sudah lama padam. Tulang-tulang berserakan di sekitar, beberapa masih berdaging dengan bekas gigitan besar. Jack menyipitkan mata. Bukan manusia yang makan ini.

Tiba-tiba, semak-semak di dekatnya bergetar. Jack refleks mengangkat Glock, tubuhnya merendah dalam posisi bertahan.

"Grrrrr..."

Dari balik semak, sesosok makhluk perlahan muncul. Serigala. Tapi tidak seperti serigala biasa. Tubuhnya lebih besar, matanya merah menyala, dan taringnya lebih panjang dari normal. Makhluk ini jelas bukan dari Bumi.

Jack tak bergerak, menilai situasi. Lari bukan pilihan—hewan ini pasti lebih cepat. Satu-satunya jalan adalah bertarung.

Serigala itu menggeram lebih keras, lalu menerjang. Jack menarik pelatuk.

DOR!

Peluru pertama menembus bahu makhluk itu, tapi tidak langsung membuatnya tumbang. Jack segera menembak lagi—DOR! DOR!—satu peluru menembus kepala, menghentikan makhluk itu dalam sekejap.

Jack tetap dalam posisi siaga, memastikan tidak ada yang lain. Napasnya teratur, tapi dia tahu satu hal: dunia ini bukan hanya berisi hewan biasa.

Saat dia menatap tubuh serigala raksasa itu, sesuatu di kejauhan menarik perhatiannya. Di balik pepohonan, samar-samar terlihat sesuatu yang tampak seperti menara batu.

Tanda peradaban.

Jack menarik napas dalam. Sudah saatnya mencari jawaban.

Jack tetap dalam posisi siaga selama beberapa menit setelah menembak serigala itu. Setelah memastikan tidak ada ancaman lain, dia berjalan mendekat dan mengamati tubuh makhluk tersebut. Darah gelap merembes ke tanah, dan napas terakhirnya telah berhenti.

Serigala ini lebih besar dari yang ada di Bumi, dan Jack tahu dagingnya bisa menjadi sumber makanan penting. Dengan pisau survival-nya, dia mulai memotong bagian daging yang tampak bisa dimakan, menghindari organ dalam yang mungkin beracun.

Saat memotong lebih dalam ke perut serigala, pisau Jack mengenai sesuatu yang keras.

"Apa ini…?"

Dia mengernyit, menarik benda itu keluar dari dalam tubuh serigala. Sebuah batu permata berwarna biru gelap sebesar kepalan tangan, berkilauan aneh di bawah cahaya matahari. Jack membersihkannya dengan kain, mengamati teksturnya yang tidak seperti batu biasa.

Bagaimana mungkin benda seperti ini ada di dalam makhluk hidup?

Dia memasukkan batu itu ke dalam kantong rompinya. Tidak ada jawaban saat ini, tapi dia akan mencari tahu nanti. Sekarang, fokusnya adalah menara batu di kejauhan.

---

Dengan hati-hati, Jack bergerak menuju menara itu. Semakin dekat, dia mulai melihat tanda-tanda peradaban lain—jalur tanah yang tampak sering dilewati, beberapa pohon dengan tanda ukiran aneh, dan bahkan jejak kaki yang lebih mirip manusia.

Menara itu sendiri terlihat seperti bagian dari sebuah benteng kecil, mungkin pos penjagaan. Dindingnya terbuat dari batu kasar, dan ada tanda-tanda bahwa tempat ini pernah digunakan, meski tampak sudah lama ditinggalkan.

Jack mendekati pintu kayu besar yang sedikit terbuka. Dengan Glock siap di tangan, dia mendorongnya perlahan. Engsel berderit, menambah kesan tempat ini telah lama tidak digunakan.

Di dalam, suasana sepi.

Ada meja tua dengan beberapa gulungan kertas dan botol pecah. Beberapa peti kayu berserakan di sudut, dan tangga melingkar menuju lantai atas.

Jack berjalan pelan, mengamati setiap sudut. Tidak ada tanda-tanda kehidupan—tidak ada mayat, tidak ada api unggun yang masih menyala. Seperti tempat ini telah ditinggalkan secara mendadak.

Dia membuka salah satu peti dan menemukan beberapa koin logam berukiran simbol aneh. Mata Jack menyipit. Jika ada koin, berarti ada ekonomi. Jika ada ekonomi, berarti ada manusia atau makhluk cerdas lain yang menggunakannya.

Dunia ini memiliki peradaban.

Sebelum bisa mencerna lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari lantai atas. Jack segera berlindung di balik rak buku tua, Glock terangkat.

Seseorang—atau sesuatu—berada di sini.

---

Jack menahan napas. Suara langkah kaki di atas terdengar jelas. Berat, perlahan, dan hati-hati.

Dia tidak bisa mengambil risiko. Dengan posisi rendah, dia bergerak perlahan di balik rak buku tua, mencari sudut terbaik untuk melihat ke atas tanpa ketahuan. Cahaya redup dari jendela sempit di menara memberi sedikit penerangan, cukup untuk melihat bayangan besar bergerak di lantai atas.

Bukan manusia.

Langkah itu terlalu berat, dan suara gesekan logam terdengar samar. Jack mengencangkan pegangan pada Glock-nya.

Tiba-tiba, suara itu berhenti.

Keheningan yang tidak wajar mengisi udara. Jack tetap diam, mencoba menajamkan pendengarannya. Lalu…

DUAKK!

Sebuah benda berat jatuh dari atas, menghantam lantai kayu hanya beberapa meter dari tempatnya bersembunyi. Jack segera mengarahkan pistolnya. Sebuah perisai logam besar tergeletak di lantai, berkarat tetapi masih cukup kuat untuk bertahan dari pertempuran.

Jack tak bergerak. Jika ada perisai, berarti ada pemiliknya.

Benar saja—bayangan besar bergerak di ujung tangga. Cahaya dari luar menyinari sosok itu, memperlihatkan seorang ksatria dalam armor usang dan berkarat. Tapi ada yang aneh—tidak ada wajah di balik helmnya.

Jack menyipitkan mata. Bukan manusia… ini sesuatu yang lain.

"Grrrrrhh..."

Makhluk itu menggeram pelan, lalu mengangkat pedang besar yang berkarat. Jack tahu dia tak bisa membuang waktu. Bertarung atau kabur?

Pedang itu berayun ke arahnya. Jack melompat ke samping, menghindar dengan cepat. Rak buku di belakangnya hancur dalam sekali tebas.

Makhluk ini kuat.

Tanpa ragu, Jack mengangkat Glock dan menekan pelatuk.

DOR! DOR! DOR!

Tiga peluru menembus armor ksatria itu—tetapi tidak berefek. Tidak ada darah, tidak ada reaksi kesakitan.

Benda ini… bukan makhluk hidup.

Jack segera mengganti strategi. Dia meraih pisau survival di pinggangnya dan berlari mengitari ruangan, mencari celah. Ksatria itu berbalik, gerakannya lebih lambat dari manusia biasa—tapi kekuatannya jelas mematikan.

Matanya menangkap sesuatu—retakan di bagian leher armor.

Itu titik lemahnya.

Jack melompat ke meja terdekat, menggunakan ketinggian untuk menyerang. Dengan cepat, dia melompat ke punggung ksatria dan menusukkan pisaunya tepat ke celah armor di leher.

CRACK!

Armor itu bergetar hebat, lalu tubuhnya berhenti bergerak. Suara logam beradu terdengar saat ksatria itu jatuh ke lantai. Bagian lehernya terbuka lebar, dan di dalamnya—batu permata lain, mirip dengan yang ada di dalam serigala tadi.

Jack menghela napas. Dia menarik batu itu keluar, mengamatinya. Cahaya biru gelap berkilauan di permukaannya.

Jadi ini yang menggerakkan mereka?

Jack memasukkan batu itu ke dalam kantongnya. Ini bukan hanya dunia fantasi biasa. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di sini.

Sambil mengatur napas, Jack menatap keluar jendela. Dari menara ini, dia bisa melihat lebih jauh—di kejauhan, di luar hutan, terlihat sebuah kota dengan tembok besar.

Akhirnya, petunjuk nyata tentang peradaban.

Jack tersenyum tipis.