Lina duduk di kursi belakang mobil dengan kepala bersandar di kaca jendela, memandangi jalanan yang gelap dan sepi.
Perjalanan pulang dari restoran terasa begitu sunyi. Tidak ada percakapan, tidak ada suara musik dari radio. Hanya suara mesin mobil yang terdengar di antara keheningan mereka.
Sesampainya di rumah, Lina langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur.
Ia merasa sangat lelah.
Bukan hanya fisiknya, tetapi juga pikirannya.
Sejak pertemuannya dengan Natalia di cermin, ia merasa bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Namun, ia mencoba untuk tidak memikirkannya.
Mungkin ini hanya imajinasinya saja.
Mungkin semua ini hanya karena trauma yang belum hilang.
Lina menarik selimut dan memejamkan mata.
Namun, saat ia tertidur, sesuatu mulai terjadi.
---
Mimpi yang Menyakitkan
Lina kembali ke masa lalu.
Ia berada di dalam rumah lamanya, berdiri di dapur dengan tubuh gemetar.
Di depannya, ayahnya berteriak histeris, tubuhnya dipenuhi luka bakar akibat ledakan gas.
Di sampingnya, Natalia berdiri dengan wajah bingung, tidak tahu harus melakukan apa.
Lina tahu apa yang harus ia lakukan.
Ia bisa menyelamatkan ayahnya.
Tapi ia hanya diam.
Ia terlalu takut untuk bergerak.
Ia membiarkan Natalia yang mengambil keputusan.
Dan Natalia memilih untuk mengakhiri penderitaan ayah mereka.
Lina ingin berteriak, ingin menghentikan Natalia... tapi ia tidak bisa.
Ia hanya bisa menonton semuanya terjadi.
Saat ayah mereka menghembuskan napas terakhirnya, Lina mundur perlahan, tubuhnya gemetar ketakutan.
Namun, sebelum mimpinya berakhir, sebuah suara melengking terdengar memenuhi kepalanya.
"JIKA BUKAN KARENA KAU, AKU TIDAK AKAN ADA DI ALAM LAIN, LINA!!!"
Lina terbangun dengan teriakan tertahan.
Napasnya tersengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
Tangannya meraba lehernya, memastikan bahwa suara itu hanya ada di dalam mimpinya.
Tapi ia tahu...
Itu bukan sekadar mimpi.
Natalia ada di sana.
Dan ia menyalahkan Lina atas kematiannya.
---
Mendaki Gunung yang Salah
Esok harinya, Lina, Natan, Juna, Rara, Nana, dan Sela memutuskan untuk mengakhiri libur panjang mereka dengan mendaki gunung.
Gunung yang mereka pilih adalah gunung yang terkenal dengan pemandangan indahnya.
Mereka tidak tahu...
Bahwa itu adalah gunung yang sama di mana Natalia dan teman-temannya dulu terbunuh satu per satu.
Dan Natalia tahu Lina akan datang.
Ia sudah menunggu.
Mereka mulai mendaki di sore hari, menikmati udara sejuk dan pemandangan alam yang memanjakan mata.
Natan berjalan di samping Lina, menggenggam tangannya erat.
Namun, Lina merasa ada sesuatu yang aneh.
Sejak awal pendakian, ia merasa seperti diawasi.
Dan semakin mereka naik, perasaan itu semakin kuat.
Saat mereka mencapai pos pertama, Rara tiba-tiba berhenti dan menatap sekeliling dengan wajah bingung.
"Kalian dengar itu?" tanyanya dengan suara pelan.
Yang lain saling berpandangan. "Dengar apa?" tanya Juna.
Rara menggeleng. "Entahlah... Aku merasa ada yang berbisik."
Lina menelan ludah. Ia juga mendengar sesuatu.
Suara seseorang yang berbisik di telinganya.
"Lina... Kau pikir kau bisa lari dariku?"
Lina menoleh ke samping, berharap itu hanya halusinasinya.
Namun, tidak ada siapa-siapa.
Hanya ada pepohonan dan kabut tipis yang mulai turun.
Mereka melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya.
Namun, semakin mereka naik, suasana semakin mencekam.
Hutan terasa lebih gelap. Angin terasa lebih dingin.
Dan suara-suara aneh mulai terdengar dari segala arah.
Lina mencoba mengabaikannya.
Tapi kemudian, sesuatu yang mengerikan terjadi.
Saat mereka mencapai area perkemahan, Lina melihat sesuatu di antara pepohonan.
Seseorang berdiri di sana.
Seseorang yang ia kenal.
Seseorang yang seharusnya sudah mati.
Natalia.
Mengenakan pakaian yang sama seperti saat terakhir kali Lina melihatnya hidup.
Wajahnya pucat, matanya kosong, dan senyumnya penuh kebencian.
Lina terpaku di tempatnya, tidak bisa bergerak.
Natalia menatapnya dengan tajam.
Lalu, tanpa suara, bibirnya bergerak.
"Aku akan membawamu bersamaku, Lina."
Lina menjerit dan jatuh ke tanah.
Natan segera menghampirinya. "Lina! Kau kenapa?!"
Lina gemetar hebat. "Aku... aku melihatnya... Dia ada di sana!"
Yang lain melihat ke arah yang ditunjuk Lina, tetapi tidak ada siapa-siapa.
Hanya hutan yang sunyi.
Natan mengusap punggung Lina dengan lembut. "Lina, tenang... Mungkin kau hanya lelah."
Lina ingin mempercayai itu.
Tapi ia tahu Natalia tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.
Dan ini baru permulaan.
To Be Continue...