Bab 15, Kepulangan

Lina dan Natan berjalan beriringan menuju rumah masing-masing.

Setelah sebulan penuh tinggal di rumah Lina, akhirnya Natan memutuskan untuk kembali ke apartemennya sendiri.

"Aku nggak yakin kau harus tinggal sendiri," ujar Lina dengan nada khawatir.

Natan tertawa kecil. "Aku nggak bisa terus-terusan ganggu keluargamu, Lina. Lagipula, kita harus lanjut hidup, kan?"

Lina diam.

Ia tahu Natan benar, tapi…

Sesuatu dalam hatinya mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang salah.

Ia merasa… sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang lebih buruk daripada sebelumnya.

Tapi Lina tidak bisa menahan Natan selamanya.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku."

"Begitu juga denganmu," balas Natan.

Mereka berpisah di depan rumah.

Lina masuk.

---

MALAM YANG TAK BIASA

Rumah terasa lebih sepi dari biasanya.

Ibunya sedang di dapur, mungkin menyiapkan makan malam.

Lina meletakkan tasnya di meja dan meregangkan tubuh.

Hanya beberapa detik setelah itu…

Tuk… tuk… tuk…

Suara langkah kaki.

Lina mengerutkan kening.

Itu bukan suara ibunya.

Ibunya masih di dapur, jelas terdengar dari suara peralatan masak yang beradu.

Lina menoleh ke pintu.

Dan saat itulah ia melihatnya.

Seorang gadis berdiri di ambang pintu rumah.

Rambut hitam panjang, wajah bersih tanpa luka, kulit pucat.

Pakaiannya rapi, hanya sedikit lusuh seperti baru kembali dari perjalanan jauh.

Matanya berkaca-kaca.

Dengan suara gemetar, ia berkata,

"Ibu, aku kembali… Aku diculik."

---

KEJUTAN TAK TERDUGA

Darah Lina membeku.

Matanya membelalak lebar, tenggorokannya tercekat.

Ibunya keluar dari dapur.

Begitu melihat gadis itu, ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, hampir menangis.

"Natalia…" bisiknya.

Lina mundur selangkah, menahan ibunya agar tidak mendekat.

"Tunggu!" katanya tegas.

Ibunya menoleh, bingung.

"Lina, apa maksudmu?"

Lina menatap Natalia lekat-lekat.

Seluruh tubuhnya gemetar.

"Tidak mungkin," katanya pelan. "Ini tidak mungkin… Natalia sudah mati."

"Tidak, Lina! Lihat dia! Natalia masih hidup!" suara ibunya bergetar karena emosi.

Namun Lina tetap berdiri di tempatnya.

Tatapannya tidak lepas dari Natalia.

Wajah yang terlalu sempurna.

Ekspresi yang dibuat-buat.

Ada sesuatu yang salah di sini.

Sangat salah.

"Natalia…?" Lina akhirnya membuka suara. "Kau bilang… diculik?"

Natalia mengangguk cepat.

"Aku… aku diculik oleh orang-orang yang mengerikan. Mereka menyiksaku. Tapi aku berhasil kabur."

Lina mengepalkan tangan.

Kata-kata itu… terlalu sempurna.

Tidak ada keraguan, tidak ada kebingungan.

Seperti skenario yang telah disiapkan.

Namun ibunya tidak peduli.

Ia menangis dan mencoba melewati Lina.

"Dia anakku, Lina! Dia kembali!"

Lina menahan napas.

Apakah ia harus menghentikannya?

Apakah ini benar-benar Natalia?

Atau…

Sebuah ilusi?

---

KESALAHAN TERBESAR

Lina akhirnya melepaskan genggamannya.

Ia membiarkan ibunya melangkah maju.

Ibunya menghambur ke Natalia dan membuka tangannya lebar-lebar.

"Natalia…"

Senyum tipis terbentuk di wajah Natalia.

Namun, saat ibunya hampir menyentuhnya—

SRET!

Senyum itu lenyap.

Seperti kain yang tersingkap, wajah Natalia berubah dalam sekejap.

Kulitnya yang mulus menjadi hancur.

Matanya kosong dan hitam pekat.

Mulutnya sobek lebar, penuh darah menghitam.

Bau busuk menyebar ke seluruh ruangan.

Lina membeku.

Sebelum ia sempat bereaksi—

Natalia mencabut pisau dari balik bajunya.

Dengan satu gerakan cepat—

BRAK!

Ia menancapkannya ke perut ibunya.

Darah menyembur ke lantai.

Ibunya tersentak, matanya melebar, bibirnya bergetar, seakan ingin berbicara.

Namun tidak ada suara yang keluar.

Natalia menatapnya dengan tatapan dingin.

Ia berbisik,

"Selamat tinggal, Bu."

Ia menarik pisaunya keluar.

Ibunya terjatuh ke lantai, tidak bergerak.

Darah menggenang di bawah tubuhnya.

Lina berdiri di tempatnya, tubuhnya gemetar.

Matanya membelalak, mulutnya terbuka tanpa suara.

Tidak…

Tidak… tidak…

TIDAK!

---

LENYAP DALAM KEGELAPAN

Sebelum Lina sempat berteriak, Natalia menatapnya.

Tatapan dingin, kosong, tanpa emosi.

Natalia mengangkat jarinya ke bibir, lalu berbisik,

"Jangan takut, Lina. Giliranmu sebentar lagi."

Lalu—

Ia menghilang.

Seperti kabut yang tertiup angin.

Lina jatuh berlutut di lantai, nafasnya tersengal-sengal.

Di hadapannya, ibunya sudah tidak bernyawa.

Darah mengalir semakin banyak.

Dan kali ini…

Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.

Keluarganya telah tiada.

Hanya Lina yang tersisa.

Bersama Natan…

To Be Continue...