Lina merasakan sesuatu yang dingin di pipinya.
Suaranya masih terdengar di kepalanya.
"Selamat malam, Lina."
Matanya membelalak.
Jantungnya berdegup kencang.
Dan ketika ia menoleh ke samping—
Sosok Natalia sedang berbaring di sana, menatapnya dengan mata hitam pekat dan wajah hancur.
"Aaaaaaaaahhhhhhh!"
Lina berteriak sekeras yang ia bisa, tubuhnya meloncat dari tempat tidur dan terjatuh ke lantai.
Ia merangkak mundur dengan panik, matanya tidak lepas dari sosok di tempat tidur.
Namun…
Ketika ia melihatnya lagi, wajah hancur itu telah menghilang.
Yang ada di sana sekarang hanyalah Natan, yang juga terbangun karena teriakannya.
"Lina?!" Natan duduk, masih setengah sadar. "Apa yang terjadi?"
Lina terengah-engah, keringat dingin membasahi wajahnya.
"Aku… aku melihatnya…" bisiknya dengan suara gemetar.
"Siapa?"
"Natalia."
Natan segera bangkit, mendekati Lina dan menggenggam bahunya.
"Lina, itu hanya mimpi buruk," katanya lembut. "Tidak ada siapa-siapa di sini."
Tapi Lina tahu… itu bukan hanya mimpi buruk.
Ia merasakannya.
Natalia ada di sini.
---
PAGI YANG BERAWAL DENGAN KEGANJILAN
Saat pagi datang, Lina mencoba menenangkan dirinya.
Mungkin Natan benar.
Mungkin itu hanya ilusi karena pikirannya terlalu lelah.
Tapi saat ia keluar dari kamar…
Ia tahu ada sesuatu yang salah.
Apartemen Natan tidak lagi terasa seperti tempat yang aman.
Dinding terasa lebih gelap, udara lebih dingin.
Saat mereka duduk di meja makan untuk sarapan, tiba-tiba…
Braak!
Sebuah gelas di atas meja jatuh sendiri dan pecah berkeping-keping.
Lina dan Natan langsung menoleh.
Dada Lina mulai berdegup kencang.
"Aku… aku tidak menyentuhnya," gumamnya.
Natan menatap pecahan kaca itu dengan ragu.
Lalu, tanpa peringatan—
Terdengar suara tawa.
Suara seseorang yang mereka kenal dengan baik.
Natalia.
Lina membeku.
Tapi sebelum ia sempat berkata apa-apa, suara lain terdengar.
"Berhenti."
Sebuah suara yang lebih dalam.
Lebih berat.
Lebih… mengancam.
Lina menegang.
Suara itu… bukan milik Natalia.
---
KEMUNCULAN ARWAH LAIN
Lampu di apartemen mulai berkedip.
Bayangan gelap muncul di sudut ruangan.
Dan dari bayangan itu, seorang pria muncul.
Tubuhnya tinggi, matanya penuh amarah.
Wajahnya… Lina langsung mengenalinya.
Rahmat.
Ayah Natalia.
Ia berdiri di sana, menatap tajam ke arah Natalia yang mulai menampakkan dirinya di sisi lain ruangan.
Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat… hanya ada kebisuan.
Hingga akhirnya, Rahmat berbicara.
"Kau pikir membawa ayahmu ke alam lain sudah cukup?"
Suara Rahmat penuh kebencian.
Natalia tersenyum miring.
"Aku tidak membawamu, Ayah." katanya dingin. "Kau mati karena aku mengakhiri penderitaanmu. Bukankah seharusnya kau berterima kasih?"
Rahmat mengepalkan tangannya.
"Berterima kasih? Kau bisa menyelamatkanku, Natalia. Tapi kau tidak melakukannya."
Suara Rahmat mulai bergetar oleh amarah.
"Dan sekarang kau ingin membunuh adikmu juga?"
Natalia tertawa kecil.
"Tentu saja." katanya. "Dia tidak menolongku saat itu, jadi dia harus membayarnya."
Lina terkejut.
"Dia masih kecil, Natalia!" teriak Rahmat.
"Tapi dia tahu apa yang terjadi!" Natalia membalas dengan marah.
Mata Lina mulai berkaca-kaca.
Ia tidak ingin menjadi bagian dari pertarungan ini.
Tapi ia tahu… ia tidak punya pilihan.
---
PERTARUNGAN DUA ARWAH
Tanpa peringatan, Rahmat menyerang.
Ia melompat ke arah Natalia, mendorongnya dengan kekuatan besar hingga tubuhnya menabrak dinding.
Natalia menggeram.
"Dasar tua bangka!"
Ia melompat balik, mencakar wajah Rahmat.
Mereka bertarung—bukan dengan senjata, tapi dengan energi.
Lampu di apartemen pecah.
Angin kencang berputar di dalam ruangan.
Lina dan Natan berpegangan erat, berusaha tetap berdiri di tengah kekacauan itu.
Mereka hanya bisa menyaksikan…
Dua arwah itu bertarung dengan kebencian.
Rahmat mencoba melindungi Lina.
Natalia ingin membunuhnya.
Dan Lina?
Ia hanya bisa berharap…
Bahwa semua ini akan segera berakhir.
To Be Continue...