Bab 1, Cinta di Antara Kesibukan

Langit kota masih tampak biru cerah saat matahari bersinar dari balik gedung-gedung pencakar langit. Di sebuah kantor yang megah, terletak di pusat distrik bisnis, seorang pria muda duduk di balik meja kaca dengan setumpuk dokumen di depannya. Ezra Varellian, CEO Varellian Corp, tengah sibuk memeriksa laporan keuangan perusahaannya.

Ia tampak elegan dengan setelan jas hitam dan dasi biru tua yang senada. Matanya tajam membaca setiap angka yang tertera di layar laptopnya, sementara jari-jarinya dengan cepat mengetik di keyboard. Meski baru berusia 23 tahun, Ezra sudah dikenal sebagai pemimpin muda yang ambisius. Warisan keluarganya memang membantunya membangun perusahaan ini, tetapi kejeniusan dan kerja kerasnya yang membuatnya berkembang pesat.

"Pak Ezra, rapat dengan investor akan dimulai dalam lima belas menit," suara asistennya, Maya, terdengar dari pintu ruangan.

Ezra mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. "Baik, siapkan presentasinya. Aku akan menyusul."

Maya pergi, meninggalkan Ezra dalam pikirannya sendiri. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan dunia bisnis. Ayahnya, Magnus Varellian, adalah seorang konglomerat ternama yang selalu menuntut kesempurnaan darinya. Ezra ingin membuktikan bahwa dirinya bisa sukses tanpa bayang-bayang sang ayah.

Namun, di tengah kesibukan ini, hanya ada satu orang yang bisa membuatnya melupakan segala beban kerja—Selena Averleigh.

---

Cinta dalam Sebuah Kotak Makan

Sementara itu, di luar kantor, seorang wanita dengan gaun putih sederhana berjalan santai memasuki gedung Varellian Corp. Selena Averleigh, seorang direktur kreatif di perusahaan fashion milik keluarganya, membawa kantong kertas dengan aroma makanan lezat yang menggoda.

Ia tersenyum pada resepsionis yang sudah mengenalnya dengan baik. "Ezra ada di ruangannya, kan?"

Resepsionis itu mengangguk. "Tentu, Miss Selena. Silakan masuk."

Selena menaiki lift menuju lantai eksekutif. Sejak berpacaran dengan Ezra, ia sering datang ke kantornya, apalagi saat pria itu terlalu sibuk untuk makan siang. Hari ini pun ia sengaja memasak sendiri—pasta carbonara kesukaan Ezra.

Saat ia mengetuk pintu kaca ruang kerja Ezra, pria itu masih fokus pada pekerjaannya. Selena menyandarkan tubuhnya di kusen pintu, memperhatikan kekasihnya yang tampak serius.

"Kau bahkan tidak sadar aku datang?" tanyanya, menggoda.

Ezra tersentak dan mendongak. Saat melihat Selena, raut wajahnya langsung melunak. "Selena? Sejak kapan kau di sini?"

Selena berjalan mendekat dan meletakkan kantong kertas di meja. "Ck, ck, ck. Kau terlalu sibuk. Aku membawakan makan siang."

Ezra tersenyum kecil, melepas kacamatanya, lalu meraih tangan Selena. "Aku selalu sibuk, dan kau selalu mengingatkanku untuk beristirahat. Apa yang kau bawa?"

Selena duduk di tepi meja dan membuka kantong itu. "Pasta carbonara. Aku masak sendiri."

Mata Ezra berbinar. "Aku suka caramu memasakku sesuatu."

Mereka duduk di sofa kecil di pojok ruangan, menikmati makan siang bersama. Ezra menyuapkan satu suap pasta ke mulutnya dan menghela napas puas.

"Ini enak," katanya. "Aku beruntung memilikimu."

Selena tersenyum lembut. "Tentu saja. Aku ingin kau tetap sehat."

Momen mereka begitu sederhana, tapi penuh kehangatan. Namun, di balik semua ini, mereka tahu bahwa kehidupan mereka masih bergantung pada orang tua masing-masing. Baik keluarga Varellian maupun Averleigh memiliki standar tinggi untuk masa depan anak-anak mereka.

---

Antara Ambisi dan Harapan

Saat mereka selesai makan, Ezra menatap Selena dengan serius. "Selena, aku ingin kita segera menikah."

Selena terkejut, tapi senyumnya tidak hilang. "Kenapa tiba-tiba?"

Ezra menggenggam tangannya. "Aku ingin kita membangun hidup bersama. Aku tidak ingin terus hidup di bawah bayang-bayang orang tua kita. Kita bisa memiliki rumah sendiri, tempat yang hanya milik kita."

Selena mengangguk perlahan. "Aku suka ide itu. Tapi kau tahu, ayahku ingin aku tetap di bawah perusahaan keluarga."

Ezra menghela napas. "Aku tahu. Ayahku juga tidak mudah melepaskanku. Tapi aku ingin kita hidup sesuai keinginan kita, bukan hanya menjalani warisan mereka."

Mereka saling bertatapan. Impian mereka sama—hidup bersama tanpa tekanan keluarga.

"Baiklah," kata Selena akhirnya. "Kita akan menikah."

Ezra tersenyum bahagia dan mencium keningnya. Ia tidak tahu bahwa keputusan ini akan membawa mereka ke dalam kisah yang jauh lebih kelam daripada yang pernah mereka bayangkan.

---

Foreshadowing yang Tak Terlihat

Beberapa hari kemudian, mereka mulai mencari rumah. Mereka ingin tempat yang tenang, jauh dari pusat kota. Setelah berkeliling, mereka menemukan sebuah rumah tua bergaya klasik di pinggiran kota.

"Aku suka tempat ini," kata Selena, matanya berbinar.

Ezra melihat sekeliling. Rumah itu besar, dengan halaman luas dan pepohonan rindang. "Tempat ini memang bagus… tapi rasanya seperti menyimpan sesuatu."

Selena tertawa. "Jangan terlalu banyak berpikir. Ini hanya rumah."

Ezra mengangguk, meski hatinya mengatakan ada sesuatu yang tidak biasa dengan tempat ini.

Mereka tidak tahu bahwa rumah ini pernah menjadi saksi kisah cinta yang berakhir dengan kematian tragis—dan bahwa kisah mereka akan menjadi bagian dari kutukan yang belum berakhir.

To Be Continue...