Matahari pagi menyinari halaman rumah Ezra dan Selena, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer ruang tamu.
Hari itu terasa berbeda.
Tidak ada suara aneh.
Tidak ada bisikan mengerikan.
Tidak ada bayangan yang mengintai di sudut-sudut ruangan.
Hanya ketenangan yang sudah lama tidak mereka rasakan.
Di meja makan, Ustaz Rahman duduk dengan tenang sambil menyeruput secangkir teh hangat yang dibuat oleh Selena.
"Alhamdulillah," katanya sambil tersenyum, "malam tadi tidak ada gangguan, bukan?"
Ezra dan Selena saling bertukar pandang sebelum mengangguk.
"Ya, Ustaz," jawab Ezra. "Semuanya terasa normal… untuk pertama kalinya."
Selena menghembuskan napas lega. "Rasanya seperti... mimpi. Rumah ini akhirnya benar-benar terasa seperti rumah."
Ustaz Rahman tersenyum tipis. "Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan tidak menyerah pada ketakutan."
Lalu, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah jimat kecil berbentuk segi lima, terbuat dari kain putih yang diikat rapi.
"Ini," katanya sambil menyerahkan jimat itu kepada Ezra. "Aku telah merapal doa perlindungan di dalamnya. Gantunglah di tempat yang menurut kalian paling sering menjadi sumber gangguan."
Ezra menerima jimat itu dengan kedua tangan. "Terima kasih, Ustaz."
Selena memegang tangan suaminya dan tersenyum.
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, mereka merasa… aman.
2
Selama tiga hari setelah Ustaz Rahman menginap, rumah itu tetap tenang.
Tidak ada suara aneh.
Tidak ada gangguan.
Tidak ada mimpi buruk.
Bahkan Ezra dan Selena mulai merasa nyaman untuk beraktivitas di rumah tanpa rasa takut.
Selena yang sedang hamil pun bisa tidur nyenyak, tanpa harus terbangun karena bisikan atau bayangan gelap yang dulu selalu menghantui mereka.
Pada hari ketiga, Ustaz Rahman akhirnya mengemasi barang-barangnya.
"Aku sudah harus pergi," katanya sambil tersenyum. "Tugas di sini sudah selesai."
Ezra dan Selena mengantar Ustaz Rahman ke pintu dengan perasaan berat.
"Ustaz yakin tidak ingin menerima bayaran?" tanya Ezra.
Ustaz Rahman tertawa kecil. "Nak, aku tidak melakukan ini untuk uang. Aku malah harus berterima kasih karena kalian telah mengundangku ke sini. Aku mendapat banyak pengalaman dan semakin memahami banyak hal."
Selena tersenyum hangat. "Terima kasih atas semua bantuan Ustaz."
Ustaz Rahman mengangguk, lalu sebelum pergi, ia memberi pesan terakhir.
"Ingat, iman adalah pelindung terbaik. Jangan biarkan rasa takut menguasai hati kalian. Jika ada sesuatu yang terjadi, ingatlah untuk selalu berdoa."
Ezra dan Selena mengangguk penuh hormat.
Lalu, Ustaz Rahman melangkah pergi, meninggalkan rumah yang kini penuh dengan ketenangan.
3
Hari-hari setelah kepergian Ustaz Rahman terasa sangat normal.
Ezra kembali bekerja dengan lebih tenang.
Selena menikmati waktunya di rumah, membaca buku dan mempersiapkan kelahiran anak mereka.
Tidak ada lagi teriakan di malam hari.
Tidak ada lagi perasaan diawasi.
Rumah itu benar-benar terasa seperti milik mereka sepenuhnya.
Saat malam tiba, mereka menikmati makan malam dengan lampu-lampu temaram yang menciptakan suasana hangat.
"Kau tahu," kata Selena sambil tersenyum, "aku tidak percaya kita akhirnya bisa makan di sini tanpa rasa takut."
Ezra tertawa kecil. "Aku juga. Rasanya seperti mimpi."
Mereka berdua saling menatap, menikmati momen kebahagiaan mereka yang akhirnya terasa utuh.
Namun...
Tanpa mereka sadari, jauh di sudut rumah, sesuatu masih mengawasi.
Untuk saat ini, semuanya terasa damai.
Namun... berapa lama kedamaian ini bisa bertahan?
To Be Continue...