Jessica mendorong kursi roda Davis kembali ke ruang makan, hatinya berdetak kencang di dadanya. Begitu mereka melangkah melewati ambang pintu, setiap pasang mata di meja beralih menatap mereka.
Rasanya seolah-olah seluruh ruangan menahan napas, menunggu sesuatu terjadi. Mereka tidak hanya melihat Davis, tetapi mereka juga melihat Jessica.
Pipinya memerah karena malu saat dia merasakan beban tatapan mereka. Seolah-olah mata mereka mengupasnya, mencari setiap detail kecil tentang apa yang membuat mereka begitu lama di dapur. Apa yang terjadi di antara mereka?
Jessica mencoba mengabaikan keheningan yang berat yang mengikuti mereka. Dia tidak mengharapkan Davis begitu tenang, tetapi di sanalah dia—ekspresinya adalah topeng sempurna dari stoisisme. Dia tampak tidak peduli bahwa semua orang menatap, atau jika mereka mengira ada sesuatu di balik keterlambatan mereka.
Jika ada, dia sepertinya menikmati ketidaknyamanan itu, meskipun dia menyembunyikannya di balik eksteriornya yang tenang.