Setelah itu, Davis perlahan melepaskannya. Dia melangkah mundur dengan goyah, pakaiannya sedikit kusut, wajahnya memerah dengan rona lembut yang merayap di pipinya hingga ke bibirnya.
Dia menundukkan pandangannya karena malu, beban momen itu masih terasa di antara mereka.
Dia tidak mengira akan jatuh pada godaannya lagi—tidak setelah apa yang terjadi sebelumnya. Namun di sinilah dia, terjebak dalam kehangatannya, jantungnya berdebar sekeras gendang liar di dadanya.
Pandangannya yang tenang dan percaya diri masih menyimpan jejak kejenakaan, seolah dia tahu persis bagaimana dia akan bereaksi.
Dia melirik cepat ke ponselnya. Matanya sedikit membesar. "Satu jam lagi," gumamnya pelan. Dia ada pertemuan yang harus dihadiri, dan dia tidak bisa terlambat—terutama sekarang. Sambil merapikan pakaiannya sedikit, Jessica berjalan ke kamar mandi.