Meski jalan telah berat dan sulit, Davis dan Jessica senang telah memilih menempuhnya. Itu tidaklah mudah, dan tidak akan pernah menjadi mudah, tetapi mereka telah memutuskan untuk hidup di masa kini sambil berjuang untuk hari esok mereka. Mereka tidak menyesal. Setiap rasa sakit dan kesulitan telah membentuk ikatan mereka semakin kuat.
Ketika Davis duduk di sana dengan tenang, ia tak bisa menahan dirinya untuk menyusuri kenangan masa lalu. Pikirannya melayang kembali ke hari-hari gelap yang ia habiskan di ruang belajar, perjalanannya di rumah keluarga Allen, di mana ia diejek dan dihina oleh darah dagingnya sendiri.
Pada hari ia pergi, ia dihadang—sebuah pengalaman yang bisa saja mengakhiri hidupnya jika bukan karena keajaiban langka dan keberanian serta keterampilan seseorang. Hari itu selamanya terukir dalam ingatannya, hari yang akan selalu ia syukuri.