Chapter 19: Kembali ke Puncak Awan Suci

Perjalanan kembali dari Lembah Kematian terasa lebih ringan bagi Wei Chen, Li Qing, dan Zhao Yan, meski tubuh mereka penuh luka dan lelah setelah pertempuran melawan Penjaga Kuno. Kabut hitam yang menyelimuti lembah itu kini telah menipis, seolah aura jahat di tempat itu telah melemah setelah ujian yang mereka lalui. Namun, di hati Wei Chen, ada beban baru—petunjuk tentang Batu Penyegel Suci dan ancaman Dunia Iblis yang semakin nyata.

Saat mereka tiba di gerbang utama Puncak Awan Suci, matahari sudah terbenam, menciptakan langit jingga yang indah di atas pegunungan. Feng Huo, Xiao Mei, Liang Shu, Gu Tao, dan Su Ling sudah menunggu di depan gerbang, wajah mereka penuh kekhawatiran yang segera berubah menjadi kelegaan begitu melihat ketiganya kembali dengan selamat.

"Chenchen!" seru Su Ling, berlari ke arah Wei Chen dan memeluknya erat. "Kalian… kalian baik-baik saja, kan? Aku khawatir setengah mati!" katanya, suaranya penuh kehangatan tapi juga ada getar di dalamnya.

Wei Chen tersenyum, memeluk Su Ling balik. "Aku baik-baik saja, Kakak Ketujuh. Kami… kami berhasil," jawabnya, suaranya penuh kelegaan. Ia menoleh ke kakak-kakak lainnya, matanya berkaca-kaca. "Aku… aku kangen kalian."

Xiao Mei membuka kipas besarnya, tersenyum lelet. "Kami juga kangen kamu, Chenchen. Lihat, kau sudah jadi lebih kuat!" katanya, suaranya penuh kebanggaan.

Feng Huo, yang biasanya dingin, melangkah mendekat dan mengangguk. "Kau melakukan tugasmu dengan baik, Chenchen. Tapi lihat lukamu… kau harus istirahat," katanya, suaranya tegas tapi ada nada lembut di dalamnya.

Liang Shu dan Gu Tao juga memberikan senyuman kecil, wajah mereka penuh kelegaan. Nyonya Bing Xue, yang berdiri di belakang, melangkah maju, kipas saljunya terbuka di tangannya. "Kalian telah kembali… dan sepertinya membawa kabar penting," katanya, suaranya penuh wibawa.

Malam itu, setelah Wei Chen, Li Qing, dan Zhao Yan membersihkan diri dan merawat luka mereka, semua berkumpul di aula utama.

Li Qing meletakkan gulungan kuno dari Lembah Kematian di atas meja, lalu menjelaskan apa yang mereka temukan. "Gulungan ini menyebutkan bahwa Dunia Iblis disegel oleh tiga Batu Penyegel Suci," katanya, suaranya tegas. "Segel itu melemah karena Relik Darah Abadi diaktifkan oleh Chenchen. Untuk menutup celah-celah itu secara permanen, kita harus menemukan ketiga batu itu. Batu pertama ada di Hutan Roh Kuno, di timur Benua Langit Tak Bertepi."

Nyonya Bing Xue mengerutkan kening, kipasnya bergerak perlahan. "Hutan Roh Kuno… tempat itu tak kalah berbahaya dari Lembah Kematian," katanya, suaranya penuh kewaspadaan. "Hutan itu dihuni oleh roh-roh kuno dan binatang iblis yang sangat kuat. Kalian harus lebih siap dari sebelumnya."

Zhao Yan tersenyum kecil, tombak emasnya bersandar di bahunya. "Kalau Lembah Kematian saja bisa kita lewati, Hutan Roh Kuno pasti juga bisa, kan? Apalagi sekarang Chenchen sudah lebih kuat," katanya, suaranya penuh semangat.

Wei Chen menunduk, tangannya mencengkeram pedang kayu. "Aku… aku akan berlatih lebih keras, Nyonya," katanya, suaranya penuh tekad. "Aku tak mau celah-celah itu terus terbuka… aku tak mau dunia ini jatuh ke dalam kegelapan."

Nyonya Bing Xue tersenyum tipis, matanya penuh perhatian. "Kau punya hati yang murni, Wei Chen. Itu adalah kekuatan terbesarmu. Tapi ingat, perjalanan ini akan menguji hati murnimu lebih jauh. Jangan biarkan godaan iblis batin dari relik menguasai."

Setelah rapat selesai, Wei Chen duduk di tepi tebing, memandang bintang-bintang yang berkilauan di langit. Ia masih merasa lelah setelah pertempuran di Lembah Kematian, tapi hatinya dipenuhi tekad baru. Li Qing mendekat, duduk di sampingnya, pedang peraknya bersandar di sisinya.

"Kakak Sulung…" Wei Chen menoleh, matanya penuh keraguan. "Menurutmu… aku bisa melakukannya? Hutan Roh Kuno… Dunia Iblis… semua ini terasa begitu besar. Aku takut… aku takut gagal."

Li Qing tersenyum lembut, tangannya mengelus kepala Wei Chen. "Aku yakin kau bisa, Chenchen," katanya, suaranya penuh kebijaksanaan. "Kau sudah membuktikan keberanianmu di Lembah Kematian. Dan ingat, kau tak pernah sendirian. Kami, kakak-kakakmu, akan selalu ada untukmu."

Kata-kata Li Qing membawa kehangatan di hati Wei Chen, tapi di dalam dirinya, ia masih mendengar bisikan samar dari Relik Darah Abadi. "Kau tak akan bisa melindungi mereka… kau terlalu lemah… serahkan dirimu padaku…" Wei Chen menggeleng, mencoba mengabaikannya. "Aku tak akan menyerah," gumamnya, tangannya mengepal erat.

Sementara itu, di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian dan Saudara Gu duduk di depan cermin kuno, menatap bayangan Hutan Roh Kuno yang samar. Mo Tian tersenyum licik, matanya menyala penuh rencana jahat. "Hutan Roh Kuno… tempat yang sempurna untuk memulai langkah berikutnya," katanya, suaranya penuh kebencian.

Saudara Gu, yang auranya lebih mengerikan, tertawa dingin. "Kita akan biarkan roh-roh kuno di hutan itu melemahkan mereka. Dan ketika bocah itu berada di titik terendahnya… kita akan hancurkan hati murninya, dan relik itu akan menjadi milik kita."

Di bawah langit malam yang gelap, sebuah badai baru mulai membayang, siap menguji Wei Chen dan Puncak Awan Suci lebih jauh dari sebelumnya.