Siapa aku?

"Liraaa…"

Suara itu terdengar samar. Pelan, nyaris tenggelam oleh dengung yang menggema di kepalaku.

Mataku berat. Dunia seolah menahanku agar tetap terlelap, tapi rasa asing yang merayap di kulitku memaksa aku membuka mata.

Putih.

Cahaya lampu yang menyilaukan. Bau obat-obatan. Bunyi detak alat medis.

Aku di rumah sakit?

Detik berikutnya, sesosok perempuan berambut panjang memelukku erat. "Syukurlah... akhirnya kamu sadar, Nak. Mama hampir kehilangan kamu.."

Aku membeku.

Mama?

Aku mencoba bicara, tapi tenggorokanku kering. "S-Siapa, siapa kamu?"

Wajah perempuan itu langsung pucat. Sejenak, matanya berkaca-kaca. "Sayang, ini Mama. Kamu nggak ingat Mama?"

Aku memandang sekeliling. Seorang pria tua dengan jas dokter berdiri di samping tempat tidur. Ada seorang pemuda juga berdiri di sudut ruangan, wajahnya tegang, menatapku seperti aku ini teka-teki yang tak bisa dipecahkan.

Dokter itu melangkah maju. "Lira Alverra, kamu mengalami kecelakaan dua minggu lalu. Kamu sempat koma,Tapi kamu selamat."

Lira?

Aku mengerutkan kening. "Nama aku… Aira. Bukan Lira." bantah aku kuat.

Ruangan mendadak sunyi. Tatapan mereka berubah panik, bingung, dan khawatir.

Perempuan yang menyebut dirinya mama mencengkeram tanganku kuat. "Tidak, kamu Lira. Lira Alverra, anak Mama. Kamu cuma, kehilangan ingatan, sayang."

"Tidak. Aku tahu siapa aku. Aku Aira. Aku tinggal bersama nenekku di pinggiran kota. Aku suka melukis, aku takut laut. Aku... aku bukan Lira! Lepaskan tanganku, sakit!" Aira yang sekarang berada di tubuh Lira memberontak.

Dokter terpaksa menyuntikkan obat penenang, mata itu sayu dan terlihat lemas, tidak bisa bergerak dengan semaunya. Aira kembali berpikir..

Tapi... kenapa wajahku terasa aneh? Seperti... bukan milikku?

Tanganku terangkat pelan, meraba pipi, lalu bibir. Ada luka halus di pelipis. Bekas jahitan?

Aku berbisik, "Tolong… beri aku cermin." ucapku lirih, karna tidak punya tenaga sedikitpun.

Mereka saling pandang. Ragu. Tapi akhirnya laki-laki paruh baya yang katanya "Ayahku" mengambil cermin kecil dari tas.

Aku menatap pantulan itu. Dan aku membeku.

Wajah ini.. cantik, halus, nyaris sempurna. Tapi... bukan milikku. Aku Aira, yang lusuh dan tidak cantik.

Aku terkejut dan berteriak!! "Aaaaaa!!!", Cermin jatuh dan pecah di lantai.

"Ini bukan aku! Ini BUKAN aku!" Aira menangis kencang sejadi-jadinya.

Mama berusaha menenangkan aku. "Sayang, tenanglah, kamu trauma. Kau hanya butuh waktu untuk ingat siapa dirimu." ucapnya dengan nada yang lembut sembari mengelus dan memelukku erat.

Tapi aku tahu. Ini bukan tentang kehilangan ingatan. Ini lebih dari itu.

Karena saat melihat setiap titik wajah yang ada di cermin tadi aku merasa seperti penipu yang mengenakan wajah orang lain.

Dan satu kalimat terus berulang di benakku:

Kalau aku bukan Lira... lalu siapa sebenarnya Aira?