"Anak buahmu menganggap gadis-gadis di dalam kandang itu sebagai ancaman. Tapi itu bukan masalahnya. Oh tidak, ancaman terbesar adalah yang kau biarkan lolos," laki-laki di depanku berbisik ke telingaku sementara tangannya terus membelai tubuhku dengan cara yang membuatku merasa mual.
Aku tetap diam, bukan karena aku mau, tapi karena aku tidak punya pilihan. Pikiranku masih berusaha melawan apa yang kulihat, tapi aku tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi. Yang kutahu hanyalah bahwa seseorang, bukan anak buahku, sedang menyentuhku. Dan aku tidak suka itu.
Aku beberapa kali membuka mulut untuk batuk, tidak dapat mengendalikannya. Saat jari-jarinya menyentuh dadaku, aku mendengarnya mulai terengah. "Kelihatannya kau benar-benar mengendalikan saat itu. Tidak peduli apa pun, mampu membunuh tanpa ragu. Bagaimana rasanya memiliki darah mereka di tanganmu? Apakah tangisan mereka membuatmu terjaga di malam hari?"