Chapter 1

"Baik, aku akan pulang secepatnya."

Seorang pria memacu mobilnya dengan cepat di jalanan. Ia melaju lebih kencang setelah mendengar apa yang ada di telepon, meskipun telepon itu sempat ia matikan. Dari mukanya yang memerah, matanya yang tidak bisa fokus, dan sesekali terpejam, sudah jelas terlihat bahwa ia sedang mabuk berat.

"Rizzzz...."

Deringan teleponnya tiba-tiba terdengar kembali. Pria itu tanpa sengaja menjatuhkan teleponnya, lalu menunduk dan berusaha menggapainya. Dengan susah payah, akhirnya ia berhasil mengambil telepon tersebut dan langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelfon.

Namun, ketika ia memalingkan pandangannya ke arah jalan, matanya melotot karena di depannya tertulis, "JALAN RUSAK - SEDANG ADA PERBAIKAN." Tak sempat lagi ia berhenti atau membanting setir, mobilnya akhirnya menerobos palang peringatan itu dan menabrak sebuah alat berat pembangunan jalan.

Sialnya, pria itu tidak menggunakan sabuk pengaman. Akibatnya, ia terlempar menembus kaca mobil dan mendarat di tumpukan semen yang masih basah. Entah karena kebetulan atau kondisi sepi yang ada, tidak ada seorang pun di sana. Kejadian itu membuatnya terjebak dalam cor semen yang lumayan dalam, bagaikan lumpur hisap yang perlahan menenggelamkan tubuhnya.

Tak berdaya, seluruh tubuhnya terasa berat, terutama bagian kepala yang terasa sangat pusing. Perlahan, pandangannya mulai memudar hingga ia akhirnya menjadi mati rasa.

(Author: Jadi tumbal proyek nih ;-D)

Pria itu bernama Rocky. Ia adalah seorang pria biasa dengan kehidupan yang biasa pula, seperti orang kebanyakan yang berusaha mengejar cita-cita mereka. Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai "budak korporat" seperti kebanyakan orang. Namun, kematiannya ternyata membawa sesuatu yang berbeda dari kehidupan kebanyakan manusia.

Selain kebaikan yang selalu terpancar dari dirinya, Rocky juga dikenal sebagai pecinta komik dan novel. Walaupun tidak sampai menyentuh batas ekstrem, teman-temannya sering menyebutnya "wibu" dan sebagainya. Karena tekanan pekerjaan, ia pun pernah menerima ajakan teman-temannya untuk menghilangkan stres, hingga akhirnya ia mabuk dan meluapkan segala unek-unek hatinya.

Tanpa disangka, kata-kata yang terucap itu, meskipun asal, seolah merupakan doa yang tersampaikan kepada Yang Maha Pencipta. Kata-kata Rocky adalah:

"...AKU INGIN BEBAS DARI KEHIDUPAN INI!!! AKU SUDAH TIDAK INGIN HIDUP DI DUNIA YANG KACAU INI! AKU SUDAH MUAK!! JIKA ADA REINKARNASI, AKU INGIN BEBAS. BIARPUN AKU DICIPTAKAN SELAIN DARI TANGAN MAHA KUASA, AKU AKAN HIDUP SEPERTI APA YANG AKU MAU!!! BAHKAN JIKA AKU LAHIR BUKAN SEBAGAI MAKHLUK HIDUP!!!..."

Entah bagaimana sistem alam semesta bekerja, kata-kata tersebut bagai sebuah permohonan yang dikabulkan secara tiba-tiba—dan seketika itu pula, Rocky kehilangan nyawanya.

Kini, Rocky tidak bisa merasakan apa pun. Ia berusaha membuka mata, namun tanpa hasil. Ia juga tidak dapat merasakan anggota tubuhnya; namun secara perlahan, ia mulai merasakan sesuatu. Pertama, ia merasakan dirinya terasa ringan dan seolah-olah melayang. Sesaat kemudian, muncul hembusan angin dari kekosongan yang menuntunnya bergerak.

Bersamaan dengan hembusan angin itu, perasaan kaku dan dihimpit oleh benda keras mulai memenuhi tubuhnya. Perlahan namun pasti, ia mulai bisa merasakan anggota tubuhnya—mulai dari kepala, leher, dada, kedua tangan, hingga pinggangnya. Walaupun ada sesuatu yang terus mengganjal hingga membuatnya sulit bergerak, insting kuat mendorongnya untuk terus berusaha menggerakkan tubuhnya. Dengan sekuat tenaga, ia menggerakkan ujung jarinya yang terasa sangat berat. Tiba-tiba terdengar suara: "Brack... crack... browl...." yang merupakan suara pecahan batu dan tanah saat bagian tubuhnya bergerak.

Tak lama kemudian, terdengar suara keras menyambutnya:

"YAY!!... MASTER. LIHAT, MASTER... CIPTAAN KU SUKSES BESAR!!"

Suara itu disertai langkah kaki yang cepat menjauh. Rocky pun mencari ke segala arah, namun yang ia temui hanyalah kegelapan. Matanya seolah tak lagi mampu berfungsi sebagaimana mestinya, meskipun ia menyadari keberadaan mata itu, ia merasa telah menjadi buta.

Kemudian, tidak hanya matanya yang rusak. Mulutnya pun tak mampu mengeluarkan suara apa pun kecuali gesekan kasar layaknya batu. "Apa ini!? Di mana semua... kulit, kaki, hidung!?" gumamnya dalam keputusasaan saat ia meraba tubuhnya yang kini terasa kaku dan keras bagaikan batu. Ia menduga bahwa badannya kini hanya tersisa kepala, dada, dan perut—sesuai dengan acuan tubuh manusia, namun ia tak tahu apakah dirinya masih sesosok manusia atau telah berubah total.

Akhirnya, Rocky merebahkan badannya di tanah dan mencoba mencerna apa yang terjadi. Saat ia memegang kepalanya yang pusing, ia merasakan adanya keanehan yang mengganjal. Bukannya tengkorak yang bulat, tangannya merasakan bentuk yang tidak beraturan. "Tunggu!!! Apa ini!? Kepalaku... kenapa seperti ini!?" teriaknya dalam kekalutan.

Meski tak mampu melihat dirinya, ia menyadari bahwa kepalanya telah berubah menjadi bentuk yang kasar, seperti pahatan asal tanpa perencanaan. Ketika menyentuh bagian wajah, hanya terdengar dua lubang di bagian atas dan sebuah goresan panjang di bagian bawah—mungkin itulah yang ia anggap sebagai mata dan mulut. "Apa ini!? Kenapa aku jadi seperti ini? Dosa apa yang telah kualakukan sehingga aku harus menanggung ini?" tangisnya, membuatnya meringkuk tak berdaya.

Di titik terburuknya, dua langkah mendekat, diiringi suara anak perempuan kecil yang manja:

"LIHATLAH, MASTER!! Kali ini percobaanku sukses besar!"

Suara itu segera direspons oleh seorang pria tua yang dipanggil "Master":

"Ehem... Sesukses itu? Jangan bohong! Kau memang pandai dalam sihir, namun bagaimana dengan alkimismu? Aku meragukannya."

Anak perempuan itu dengan bangga menjawab, "Hehehe, aku menggunakan sihirku sendiri untuk menakar dan mengatur segalanya dalam alkimiku, dan ternyata berhasil!"

Pria tua terkejut, "Tunggu! Kau menggunakan sihir secara langsung, alih-alih menggunakan tanganmu sendiri!?"

"Hm, kenapa? Bukankah yang penting berhasil... Lihat di sana!" ujarnya sambil menunjuk ke sesuatu, namun tidak ada apa pun di tempat yang ditunjuk.

Sementara itu, Rocky, yang kini bersandar di dinding, menyenggol sesuatu yang menimbulkan suara berisik. "Aaah... tikus!" teriak anak perempuan itu sambil melempar beberapa benda acak. Tak lama, pria tua menghentikan kepanikan, "Lihat baik-baik... itu apa? Apakah itu yang kau ciptakan?"

Anak perempuan itu segera berubah sikap. "Oh... hehehe, maaf! Tapi, benar! Lihat, Master, golem ciptaanku! Bukankah keren!?"

"TUH, GOLEM! AKU MENJADI GOLEM!?" seru Rocky seolah menjadi saksi atas keanehan dirinya sendiri.