Bab 286: Pulang (Pembaruan ke-2)

Di dalam Aula Kuno Ilahi, keheningan menguasai, tanpa suara bicara.

Bagi mereka, Benua Tiandu sudah lama menjadi seperti tanah air, di mana generasi demi generasi hidup di tanah subur ini selama ribuan tahun, menorehkan jejak hidup mereka ke dunia ini.

Memberikan kesempatan makhluk luar untuk menduduki Benua Tiandu secara sembarangan akan seperti mengizinkan kehancuran atas rumah mereka sendiri—suatu gagasan yang tak dapat diterima oleh siapa pun.

Namun, seseorang dengan putus asa berkata, "Orang Suci Besar, kami tak rela, tapi perbedaan antara kami dengan musuh sangat besar; mereka terlalu kuat, jauh melampaui kami di Benua Tiandu, bagaimana kami bisa melawan mereka? Apakah Anda benar-benar ingin semua orang berbaris menuju kematian?"

Ini adalah perasaan sejatinya, dan juga adalah perasaan banyak orang lainnya. Tanah air tidak boleh hancur, tetapi musuh terlalu kuat, begitu kuat hingga mereka semua merasa putus asa; bagaimana mereka bisa melawan?