Di langit, Mo Wangchen menyeka sisa-sisa darah dari sudut mulutnya.
Matanya sedingin es saat dia menatap langsung ke Kesengsaraan Venerable Suci di atas kepalanya.
Tiba-tiba, ruang di depannya bergetar sedikit, dan seketika kemudian, Busur Dewa Penembak Matahari muncul di tangannya.
Hum, hum, hum!
Panah Ilahi ditarik hingga membentuk bulan sabit penuh, Kekuatan Spiritual memadat menjadi anak panah, aura kebesaran terus mengalir di sekitar tubuhnya, dan di belakangnya, jubah merah darah, darahnya sudah lama mengering, kini berkibar tertiup angin, memberinya kualitas etereal, seakan dia adalah Roh Ilahi dari zaman kuno.
Hiss!
Dibawah tatapan semua orang yang hadir, panah itu menembus udara, dimana aura kebesaran mengalir tanpa henti—anak panah ini tampaknya mampu menembus Kubah Surgawi.
Pada akhirnya, panah itu meledak, fluktuasi energi yang mengerikan menolak sedikit turunnya Kesengsaraan Surgawi.