Keduanya—Paman Ray dan Lexius—bertarung sengit, dan aku, korban dari kekanak-kanakan Paman Ray dan Lexius, hanya menghela napas sebelum turun dari tempat tidur. Entah dari mana, secara ajaib aku ada di antara mereka.
"Jika kalian masih saling menyerang, maka aku akan menuntut kalian kalau terjadi sesuatu padaku," kataku, membuat Paman Ray langsung terbelalak.
Mata ambernya tampak berkilat saat Windy terus mengoceh di dalam kepalaku.
"Dia adalah pasangan kita, Ioris—pamannu," katanya, dan aku tak bisa mempercayainya meskipun aku curiga hal yang sama.
"Bukankah aku sudah menolaknya? Kita seharusnya mendapatkan pasangan lain, Windy." Aku masih tidak bisa menerimanya, mengingat bagaimana kami berpisah enam bulan yang lalu, dan rasa sakit di hatiku masih ada dengan luka menganga yang belum sembuh.
Tidak. Paman Ray bukanlah yang bersalah, aku yang tidak pantas untuknya.