Bab 15 – Napas Pertama dari Dalam

Pagi itu berkabut. Kabut bukan karena hujan atau embun, tapi karena Qi bumi yang naik perlahan dari celah-celah batuan Lembah Batu Tua.

Mo Tian, yang telah membuka jalur Qi pertamanya, kini duduk dalam posisi terbalik—kepala di bawah, kaki bersandar di lereng batu. Teknik ini bukan dari buku, tapi dari insting tubuh yang berkata: “Dengarkan dunia dengan sudut pandang berbeda.”

Qi di tubuhnya bergerak pelan, seperti air yang mulai menyusup ke celah-celah kering di bebatuan.

Aliran Qi yang sebelumnya sulit dikendalikan kini merespons setiap tarikan napasnya.

Ketika ia menarik napas, Qi mengalir naik dari perut ke dada.

Ketika ia menghembuskan, Qi mengendap di dantian-nya seperti pasir halus yang jatuh perlahan.

Tubuh utama Mo Tian mulai membangun dasar kekuatan—membangun Jalur Inti Qi dari satu titik ke titik berikutnya, menciptakan jembatan antara tubuh dan dunia luar.

Teknik Pertama: “Genggaman Batu Mati”

Bukan teknik yang elegan, tapi lahir dari pengamatan sederhana. Di sisi tebing, Mo Tian menemukan batu hitam yang tak pernah berubah bentuk meski terkena angin dan hujan selama bertahun-tahun.

Ia mulai menirukan ketegaran batu itu, menggenggamnya dalam latihan hingga kulit tangannya robek, darahnya menetes... tapi tak menghentikan gerakan.

Setiap genggaman membawa tekanan ke otot, lalu ke tulang, lalu ke sumsum.

Lalu tekanan itu berubah menjadi kekuatan yang sangat lambat, tapi tak bisa dibatalkan.

Hari ketiga setelah teknik ini dipraktikkan, Mo Tian bisa menghancurkan batu kecil dengan satu tangan. Bukan karena kekuatan murni, melainkan karena pemahaman struktur—menyerang titik lemahnya.

Namun, tubuhnya mulai terasa berat. Qi bergerak lebih lambat, seolah tubuhnya mencoba berubah menjadi batu itu sendiri.

“Kekuatan... tidak selalu tentang kecepatan. Kadang, semakin lambat, semakin dalam.”

Di balik kesadaran, tubuh keduanya memunculkan bisikan samar:

“Jangan hanya menjadi batu… pahami kenapa batu itu tidak pernah runtuh.”

Mo Tian tersentak. Ia sadar—latihannya tak hanya membangun kekuatan fisik, tapi juga memperkuat pijakan pikirannya. Batu tidak hanya keras, tapi diam dan sabar.

Hari itu, untuk pertama kalinya, dantian Mo Tian mulai mengumpulkan Qi Murni.

Butiran Qi yang halus dan lemah, tapi bersih—tak bercampur ambisi, tak tersentuh ego.

Butiran itu seperti benih. Dan Mo Tian... adalah tanahnya.

“Mungkin aku belum kuat... tapi aku sudah mulai tumbuh.”