Bab 125 – Api dari Empat Arah
---
Lokasi: Riyadh – Tel Aviv – Teheran – New Delhi – Washington D.C. – Beijing – Berlin
Waktu: Tiga Minggu Setelah Pemblokiran Bitwhale di Arab Saudi
---
1. Keterlibatan Global Memperkeruh Krisis
Kekosongan kekuasaan dan krisis digital di Timur Tengah menarik perhatian kekuatan dunia:
India mengirim pasukan elite ke Oman dan Yaman, mengklaim "perlindungan jalur dagang dan aset diaspora."
China menurunkan tim pasukan siber dan penasihat ekonomi ke Riyadh dan Kuwait untuk menjaga proyek-proyek OBOR (One Belt One Road).
Amerika Serikat kembali mengaktifkan Fifth Fleet di Teluk, namun diam-diam menggelar operasi intelijen bersama Israel.
Eropa terbagi. Jerman mendesak perdamaian, tetapi Prancis dan Italia mulai mengirim senjata ke faksi anti-Saudi yang didukung NATO secara diam-diam.
> "Ini bukan lagi Timur Tengah," ujar analis di Brussels. "Ini ladang uji kekuatan empat blok besar."
---
2. Israel Diserang: Iran Membuka Front Terbuka
Ditengah kekacauan, Iran meluncurkan serangan rudal langsung ke basis militer Israel di Negev dan Haifa.
Alasan resmi: "Pembalasan atas dukungan Israel terhadap sabotase ekonomi Syiah di Irak dan Lebanon."
Israel membalas dengan serangan udara besar ke Teheran dan Qom.
Sistem pertahanan Iron Dome bekerja, tapi tidak mampu menahan semua rudal balistik generasi baru.
> "Kami tak pernah sedekat ini ke Perang Regional Total," kata PM Israel di depan Knesset.
---
3. Riyadh Terisolasi, Kudeta Tak Terhindarkan
Pemerintahan Saudi sekarang:
Terisolasi diplomatik
Kehilangan kontrol atas 40% wilayahnya
12 keluarga penguasa lokal mulai membentuk milisi independen
Di belakang layar, komandan Garda Nasional diam-diam menghubungi China dan Turki untuk suaka dan pengamanan aset.
---
4. Pasar Dunia Berguncang
Harga minyak naik ke $310 per barel, tertinggi sepanjang sejarah.
Pasar saham Asia dan Eropa jatuh berturut-turut.
Negara-negara Afrika Utara mengalami pemadaman listrik nasional karena lonjakan biaya energi.
---
5. CAA Diam Tapi Tetap Bergerak
Sementara dunia bergejolak, aliansi CAA tetap diam secara publik.
Namun intelijen bocor menunjukkan mereka:
Menyusup ke sistem perbankan Syariah Saudi.
Mengalihkan BitToken melalui rute offshore Swiss dan Kenya.
Menggelontorkan dana ke organisasi sipil liberal di Iran dan Mesir.
---
Lokasi: New York – Tokyo – Berlin – Riyadh – Jakarta
Waktu: Satu Bulan Setelah Serangan ke Israel dan Kegagalan Pasokan Minyak Global
---
1. Harga Minyak Menyentuh $400 per Barel
Dengan Saudi Aramco lumpuh dan wilayah Teluk dalam kekacauan:
Pasokan minyak global berkurang 38%, menyebabkan harga minyak menembus $400 per barel.
Antrian bahan bakar melanda kota-kota besar dunia.
Maskapai penerbangan menghentikan 60% rute global.
> "Satu liter bensin = satu gram emas," headline media Jerman.
---
2. Negara Maju Beralih Secara Paksa
Krisis minyak mendorong kebijakan darurat energi bersih di negara maju:
Jepang mempercepat pembangkit tenaga nuklir dan hidrogen.
Uni Eropa mengesahkan UU "Green Panic Act": melarang penjualan mobil berbahan bakar bensin mulai tahun depan.
AS menyuntik $500 miliar ke sektor baterai, panel surya, dan kendaraan listrik.
---
3. Ledakan Saham Energi Bersih & Mobil Listrik
Industri "green tech" melonjak:
Saham Arcadia Energy (baterai solid-state) naik 1100%.
NeoTesla Mobility menyalip Apple dalam kapitalisasi pasar.
Startup lokal dari India hingga Meksiko mendapat pendanaan miliaran dolar hanya dalam hitungan minggu.
> "Uang bukan lagi mengalir ke sumur minyak. Tapi ke matahari dan listrik."
---Era Baru Dimulai, Tapi Dunia Tak Stabil
Negara-negara produsen minyak mengalami depresi ekonomi dan kerusuhan sosial.
Pemberontakan terjadi di Nigeria, Venezuela, dan Kazakhstan.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dinyatakan tidak lagi relevan oleh analis global.
> "Ini bukan lagi sekadar revolusi energi. Ini pergeseran tatanan kekuasaan global."
Minyak Mahal, CAA Panen Emas Hitam
Aliansi CAA (Nava–Melon–Bosch–Welington) tidak terdampak negatif—justru merayakan harga minyak $400 per barel.
Melalui perusahaan-perusahaan bayangan di Afrika Tengah dan Barat, mereka menguasai ladang minyak yang sebelumnya tidak dilirik.
Pendapatan minyak dari Afrika naik 600% dalam 4 minggu terakhir.
Semua produksi minyak mereka dijual murah ke pemerintah AS dengan kontrak jangka panjang.
> "Kami tidak butuh listrik untuk menjadi raja. Cukup biarkan dunia kelaparan bensin," – Arvid Lane Nava (bocoran komunikasi satelit).
---
2. Amerika Diuntungkan, Dunia Menyala
Dengan suplai dari Afrika melalui CAA, Amerika Serikat:
Menstabilkan harga energi domestik.
Memaksa sekutu NATO bergantung pada minyak dari kontrak aliansi.
Diam-diam menyabotase transisi energi Eropa.
Namun situasi memanas setelah bocornya perjanjian rahasia antara pemerintah AS dan keluarga Nava lewat pembelotan seorang intelijen CIA ke Swiss.
> Dokumen: "Operasi Ebon Core – Penyerapan Minyak Dunia Lewat Afrika"
---
3. BRICS Murka: China, Rusia, dan India Bergerak
Kebocoran ini memicu reaksi keras dari kekuatan timur:
China menuduh AS sebagai dalang destabilisasi energi global.
India menarik diri dari forum energi AS-EU.
Rusia mengklaim bahwa CAA adalah entitas korporat neo-kolonial dan mengumumkan sanksi ekonomi terhadap AS.
> "Amerika dan para kroninya memonopoli penderitaan global," – Vladimir Petrov (Kremlin).
---
4. Pasar Global Retak
Pasar minyak dan geopolitik terguncang:
Uni Eropa kehilangan kepercayaan pada AS, mempercepat integrasi energi mandiri.
Negara BRICS mengancam keluar dari sistem dolar internasional.
Beberapa negara di Afrika mulai memprotes dominasi ekonomi CAA, menyebut mereka kolonis baru dengan wajah korporat.
---
5. CAA Tidak Butuh Listrik
Meski dunia mulai panik dan beralih ke energi bersih:
CAA hanya berinvestasi sedikit di sektor listrik.
Mereka menguasai minyak, logistik, keamanan, dan pangan—bukan baterai atau panel surya.
Arvid Lane Nava dan Elizabeth Welington dilaporkan menertawakan kenaikan saham mobil listrik.
> "Biar saja mereka bikin mobil listrik. Tapi aspal jalanan, pelabuhan, dan bahan makanan? Masih butuh minyak kami."
---